Quantcast
Channel: Travel Journal of Satya
Viewing all 119 articles
Browse latest View live

Jalan-Jalan ke Banjarmasin, Nginepnya di Pop Hotels Yuk!

$
0
0

Kalau diajak jalan-jalan ke Banjarmasin pasti pada mau kan? Mau dong!

Ya siapa yang menolak kalau diajak menelusuri Kota Banjarmasin yang juga dikenal dengan Kota Seribu Sungai ini.

Tentu teman-teman tak asing lagi dengan pasar Terapung Lok Baintan, pasar yang tersohor dengan transaksi jual beli yang dilakukan di atas perahu kecil. Tapi, atraksi wisata di Banjarmasin tak hanya pasar terapung lho. Ada beberapa tempat lain yang asyik untuk dikunjungi.

1.     Soto Bang Amat

Konon katanya, Soto Bang Amat ini soto paling enak di Kota Banjarmasin dan memang Banjarmasin terkenal dengan Soto Banjar nya. Namun enak nggak enak nya kembali lagi ke lidah masing-masing orang ya. Dalam satu mangkok Soto Banjar Bang Amat ini ada kupat, bihun, ayam suwir, wortel, perkedel kentang dan kuahnya yang kaya rempah.




2.     Lontong Orari

Masih bercerita tentang wisata kuliner di Banjarmasin, katanya Lontong Orari ini juga jangan sampai luput dari daftar santapan ketika berkunjung ke Banjar. Lontong Orari ini sudah tersohor sejak tahun 1980 an loh! Sempat bingung awalnya kok diberi nama “Orari”. Ternyata dulunya anak-anak muda penggiat Organisasi Radio Amatir Republik Indonesia (Orari) memang sering nongkrong di sini. Yang jadi pembeda Lontong Orari ini dengan Lontong Sayur lainnya adalah karena dia pakai lontong berbentuk segitiga dan disajikan dengan ikan haruan sebagai ciri khasnya. Satu mangkok lontong Orari ini berkisar Rp 32.000,- per porsinya.



3.     Tugu Bekantan

Pernah lihat icon Dufan kan? Nah itu namanya bekantan dan yang juga jadi icon khas Banjarmasin. Jadi kalau foto di depan patung Bekantan ini, berarti kamu sahih sudah datang ke Banjarmasin. Yeay!



4.     Museum Waja Sampai Kaputing (Museum Wasaka)

Museum ini menceritakan sejarah rakyat Kalimantan Selatan di masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sejarah panjang tentang kemerdekaan RI terdokumentasikan dengan sangat baik di museum ini. Museum Wasaka terletak persis di pinggir Sungai Martapura.




5.     Makam Sultan Suriansyah Kuin Utara Banjarmasin

Dalam sejarah Kerajaan Hindu Kutai, masyarakat Banjarmasin kebanyakan memeluk agama Hindu. Sultan Suriansyah adalah Sultan Banjarmasin yang pertama kali memeluk agama Islam. Sampai sekarang banyak peziarah yang datang ke makam Sultan Suriansyah dan beribadah di masjid tertua di Kalimantan, yakni Masjid Sultan Suriansyah yang dibangun pada 24 September 1526.



6.     Dekranasda Banjarmasin

Yang mau lihat kerajinan umkm Banjarmasin bisa mampir ke Dekranasda ini. Di sini kita bisa lihat sejarah dan budaya pembuatan kain sasirangan. Saya pribadi senang sekali dengan motif-motif kain Sasirangan ini. Jadi kepingin ngeborong.


 7.     Pasar Terapung Lok Baintan

Nah, ini dia highlight dari Banjarmasin. Pasar Terapung RCTI eh Lok Baintan! Pasar ini memang bukanya sejak subuh hingga jam 8 pagi jadi siap-siap harus bangun pagi ya. Di Pasar Terapung ini kita bisa berbelanja buah-buah segar, kue dan souvenir khas Banjar. Tapi yang paling seru memang bisa melihat langsung transaksi jual beli di atas perahu-perahu kecil ini.




Nah, banyak kan pilihan untuk plesiran ke Banjarmasin? Semua tempat itu bisa teman-teman kunjungi dalam waktu 24 jam lho. Bisa jadi ide liburan singkat di akhir pekan.

Jika mencari tempat menginap di Banjarmasin yang hemat, bolehlah lihat POP! Hotels Banjarmasin. Per tanggal 26 April 2017, POP! Hotels meresmikan (green opening) hotel ke 21 mereka. POP! Hotels Banjarmasin ini juga menjadi POP! Hotel yang punya konsep Pitstop Café setelah POP! Hotels Yogyakarta.




Apa yang dimaksud dengan konsep Pitstop Café?

Jadi Pitstop Caféini gabungan supermarket dan café yang buka 24 jam dengan menu nasi goreng, nasi kuning dan menu-menu lezat lainnya. Pitstop Café ini juga menyediakan fasilitas wifi dan bisa digunakan oleh tamu dan juga umum. Asyik kan?

Oh iya, POP! Hote ini menyebut launching hotel mereka di Banjarmasin dengan sebutan ‘Green Opening’, karena hotel yang dikelola oleh manajemen Tauzia ini mengkampanyekan penghijauan kota Banjarmasin. Hotel ini menggunakan teknologi Solar Panel, Precast Panel, dan Ferrari Screen yang ramah lingkungan.

Ketiga teknologi di atas berfungsi untuk menjaga kesegaran dan memperlancar sirkulasi udara. Suhu koridor dan kamar hotel pun terjaga kesejukannya. Ini meminimalisir penggunaan AC atau pendingin ruangan di koridor. Jadi sangat-sangat ramah lingkungan kan?



POP! Hotels ini terdiri dari 120 kamar dengan interior yang colourful, fun dan instagramable abis. Disediakan fasilitas free wifi tentunya. Pun di lobby terdapat public charging dan dua computer yang bisa dipakai untuk browsing. Rate untuk POP! Hotels ini cuma Rp 298.000 per malam lho. Ramah banget di kantong. The real Budget Hotels for Smart Travelers!



POP! Hotels Banjarmasin

Jl. H.Djok Mentaya No.50, Kertak Baru Ilir, Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Sel. 70231











Liburan Singkat dan Hemat ke Singapore, Enaknya Ke Mana Ya?

$
0
0

Singapore memang nggak ada habis-habisnya untuk dieksplor.  Ya kan? Rasa-rasanya ada saja tempat-tempat baru yang selalu bisa disambangi. Pun sebenarnya tak harus berkocek tebal jika ingin plesiran di kampungnya Merlion ini. Banyak sekali tiket promo ke Singapore dan juga banyak tempat yang bisa kita kunjungi tanpa harus membuat kantong cekak.

Selama tiga hari kemarin saya plesiran ke tempat-tempat menarik yang akan saya tulis di bawah ini. Saya memilih untuk menginap di sekitaran Bugis Street karena menurut saya lokasi ini yang paling strategis untuk berkeliling Singapore, dekat dengan berbagai lokasi wisata dan juga mudah mengakses MRT dan Bus.

Nah, liburan singkat nan hemat ke Singapore, asyiknya ke mana ya?


1.     Merlion Park

Menyambangi Merlion Park dan berfoto di depan air mancur singa ini rasa-rasanya dilakukan semua turis yang datang ke Singapore, tak terkecuali saya. Apalagi tak ada entrance fee untuk masuk ke dalam area Merlion Park. Kamu bisa berfoto sepuas-puasnya dari berbagai angle.Waktu yang paling asyik untuk berkunjung ke sini adalah menjelang sunset, agar bisa dapat beragam warna langit dari terang hingga gelap.



 

2.     Gardens By The Bay

Tak kalah populer dengan Merlion Park, Gardens By The Bay ini juga bisa jadi opsi liburan yang menyenangkan di Singapore. Apalagi kalau kamu suka dengan tanaman hijau dan bunga beragam warna. Jika mau hemat, bisa berkeliling di area Gardens By The Bay dan bersantai di tepian danau nya. Namun jika ingin mendapatkan pengalaman yang lebih menyenangkan bisa masuk berkeliling ke Skytree Groove, Flower Dome dan Cloud Forest dengan entrance fee sebesar SGD 26,60 (sekitar Rp 260.000,- )




Paling menyenangkan menghabiskan waktu dari sore ke malam hari di Gardens By The Bay ini karena bisa menonton atraksi kerlap-kerlip lampu semarak dari Skytree Groove.



3.     Esplanade

Kalau saya menyebutnya gedung durian karena memang bentuknya seperti durian dan setelah say abaca lagi filosofi bangunan ini saat dibangun, memang terinpirasi buah berkulit dan berbau tajam itu. Gedung ini adalah gedung pertunjukan dan kita bisa ikut tur keliling bagian dalamnya namun hanya hari Minggu saja.

4.     Bugis Street

Bugis Street ini jadi tempat favorit untuk belanja oleh-oleh dan juga fashion murah meriah. Harga pakaiannya sekitar SGD 10 -15 rata-rata. Untuk ukuran harga Singapore, harga itu murah banget meski buat kita terhitungnya lumayan. Segala rupa gantungan kunci, tempelan magnet kulkas, hiasan meja tersedia di sini. Sambil jalan-jalan di area Bugis Street, saya senang makan Hotdog seharga SGD 3 dan ragam jus seharga SGD 1 saja.


5.     China Town

Di malam hari, kita bisa berkeliling China Town sambil mencari santapan untuk makan malam. Tenang, bukan karena ini China Town lantas semua makanan yang dijajakan mengandung babi. Banyak juga pilihan makanan halal di area China Town ini. Harga makanan nya berkisar SGD 5 – 20 saja per porsinya. Segitu menurut kamu mahal? Ya namanya juga Singapore :))

Selain Bugis Street, tempat untuk membeli oleh-oleh murah adalah China Town. Di sepanjang jalan banyak sekali kios-kios yang menjajakan t-shirt, ragam pajangan sampai batu giok. Harganya sudah fix dan tak bisa ditawar-tawar lagi.


 

6.     Haji Lane

Makin ke sini, nampaknya lokasi-lokasi dengan graffiti atau dinding warna-warni semakin digandrungi. Disebutnya sih lokasi-lokasi yang instagram-able. Lokasi Haji Lane ini memang kecil di area Kampung Arab. Dulunya lokasi ini tidak diketahui banyak orang namun sekarang ramai setiap hari oleh wisatawan yang ingin berfoto ria di dinding-dindingnya yang semarak warna. Di area ini juga ada yang menjajakan Teh Tarik enak lho.



Rasa-rasanya tak cukup hanya 3 hari plesiran di Singapore. Inginnya kembali lagi ke sana dan menyambangi tempat-tempat asyik semacam Botanical Garden, Universal Studio, Sentosa dll. Pas lagi iseng-iseng cari tiket di Traveloka, eh saya baru tahu kalau sekarang bisa pesan tiket pesawat dan hotel sekaligus lewat aplikasinya dan jadi dapat diskon yang lumayan banget. Langsunglah kita pesan tiket dan hotel di Singapore yuk!




Ternyata selain dapat diskon dan lebih hemat, ada banyaaaaaak sekali pilihan maskapai dan penginapan yang bisa kita filter di bar sebelah kiri. Filternya sendiri terdiri dari Price Range, Star Rating, Facilities, Accomodation Type dan Airline. Akan muncul beragam pilihan yang bisa kamu sesuaikan dengan budget liburan. Praktis banget kan? Bisa menghemat waktu dibandingkan harus pilih tiket di aplikasi ini dan booking hotel di aplikasi lain lagi. Kalau Traveloka bisa sekaligus, kenapa nggak pakai itu aja?

Nyobain pesan tiket + hotel ke Singapore

Ada banyak pilihan mulai dari resort sampai hostel ala dormitory. Semuanya balik lagi ke budget masing-masing...

Yes! It's cheaper together!

Oh ya, yang bikin saya senang beli tiket dan hotel sekaligus di aplikasi Traveloka adalah sistem pembayarannya yang gampang. Bisa bayar pakai Transfer ATM, Kartu Kredit bahkan cicilan. Hell yeaaahhh, asyik banget!

Nih, di bawah ini saya jabarkan foto langkah-langkah buat memesan tiket dan hotel sekaligus di Traveloka ya, semoga membantu!

Jadi, liburan ke Singapore bareng kita yuk? ;)








Cerita Momong Liburan dan Tersesat ke Luar Negeri Pertama Kali

$
0
0

“Mong, tanggal 29 Maret sampai 1 April nanti Mama bisa pergi nggak?” tanya saya lewat sambungan telepon jarak jauh.

“Pergi ke mana Kak? Hari apa itu? Kalau pas lagi barang masuk, ya Mama nggak bisa lah”, jawabnya di ujung sana sambil melayani pembeli yang menanyakan harga sekilo cabai merah.

Mama, atau Momong (panggilan gaul dari anak-anaknya) berprofesi sebagai pedagang sayur mayur di pasar. Setiap hari Momong berjualan dari jam 2 subuh hingga 6 sore. Momong jadi distributor sayur mayur di kota kecil kami, Sibolga. Tak ada tanggal merah dalam kalender kerjanya. Hanya hari Minggu yang menjadi hari libur karena itu hari Tuhan, katanya. Begitulah kehidupan sehari-hari ‘parengge-rengge’ atau pedagang di pajak (pasar).

Karena kesibukannya itu, keluarga kami memang jarang sekali jalan-jalan sejak kecil, apalagi sejak Bapak berpulang ke rumah Tuhan sewaktu saya berumur 7 tahun. Tak ada lagi yang mengajak jalan-jalan piknik, meski sekedar duduk di tepi Pantai Panjang Bengkulu sore-sore untuk menyeruput kelapa muda atau makan sate.

Hari Minggu juga biasanya hanya dipakai Mama untuk ke gereja pagi dan tidur seharian setelahnya. Jadi jangan harap bisa jalan-jalan jauh di hari Minggu karena Mama pasti lebih memilih pergi ke pulau mimpi. Itu juga kenapa saya jadi seringnya solo traveling sejak kecil.

“Iya Mong, tanggal itu jatuhnya hari Rabu sampai Minggu. Tapi kakak mau ajak Mama pergi ke Singapore tanggal segitu” jawab saya lagi lewat telepon.

“Eh, ke mana Kakak bilang? Singapore? Ah cem betul lah” jawab Mama sambil tergelak.

“Iya serius Mooongg, habis trip dari Myanmar, kakak extend di Singapore tiga hari. Mama ikut ya sama Kakak ke Singapore ya”, pinta saya.

“Ah, cem mana lah itu kalau pas jadwal masuk barang. Nggak jualan nanti kita, merepet Bapakmu. Lagian macam dikasi Bapak lah aku pigi, ke luar negeri pula. Mama juga nggak punya passport. Eeee mimpi ajalah pigi pigi ke Singapore” jawab Mama lagi sambil masih melayani pembeli.

Momong memang sudah menikah lagi dengan pria yang sekarang saya panggil Bapak. Orangnya pendiam, jarang berbicara apalagi tertawa. Saya mengerti akan sangat susah mengajak Mama pergi berdua saja dengan saya tanpa seizinnya. Yang ada nanti terjadi huru hara di rumah kalau Mama pergi diam-diam. Selain itu, Mama juga belum punya passport. Namun masih ada waktu 3 minggu sebelum keberangkatan dan seharusnya passport Mama sudah selesai dalam kurun waktu itu.

“Ma, Mama kan mau ulang tahun sebentar lagi. Ini sebenarnya hadiah dari Kakak buat Mama. Kakak malu lho sudah pergi ke sana ke mari tapi nggak pernah ajak Mama jalan-jalan. Mau ya Ma ya ke Singapore ya”, bujuk saya lagi.


 Mama terdiam untuk beberapa waktu namun telepon masih tersambung.

“Ya sudah, Mama pikir-pikir dulu ya. Mama cari cara nanti ngomong sama Bapakmu dan kalau masih ada waktu ya bikin passport” jawabnya setelah hening beberapa lama.

Dalam hati, saya ngomong ke diri sendiri betapa gayanya Mama ini diajak ke luar negeri mikir-mikir dulu. Hahahaha…

“Eh Kak, tunggu dulu. Kakak bilang kakak dari Myanmar ke Singapore. Mama dari Medan ke Singapore. Berarti Mama berangkat sendiri?” tanya Mama.

“Iya Ma. Hahahahaha. Tapi nanti Kakak kasitahu acaranya bagaimana kita bisa ketemu di Bandara Changi-nya” jawab saya.

“Ah *^$#%@^&!^%#*&^*” jawab Mama.

Bisa kalian tebak apa yang Mama katakan pada saya? Hahahaha…

Momong merepet (ngomong tanpa henti) tentang saya yang dianggap ngerjain dia karena nggak pernah kemana-mana terus harus terbang ke luar negeri seorang diri dan nggak bisa berbahasa Inggris.


“Ma, kakak saja bepergian ke mana mana sendirian. Berarti Mama juga bisa dong, ya kan ya kan?” ujar saya.

“Itu kan kau! Mama mana bisa. Udah ah, nggak mau Mama ikut kalau harus berangkat sendiri. Nggak ngerti-ngerti aku itu” jawab Mama ketus.

Lah yaaaaa kok jadi ketus si Mama. Hahaha...

Singkat cerita, beberapa hari kemudian, saya ajak ngobrol lagi dan Mama akhirnya setuju untuk berangkat sendirian ke Singapore. Setelah passport Mama jadi, saya membelikannnya tiket dengan jadwal ketibaan di Singapore dua jam lebih dulu dari pada saya. Dalam pikiran saya waktu itu skenarionya akan jadi seperti ini :

1.  Mama terbang dari Medan ke Singapore, berteman dengan orang yang duduk di sebelahnya (ini saya minta ke Mama untuk berkenalan dengan orang di sebelahnya di pesawat. Tidak akan susah baginya karena mamaku orangnya periang dan supel).
2.  Mama pasti bisa mengisi form imigrasi dengan contoh yang sudah saya kirimkan saat saya ke Singapore. Aman lah ya.
3.   Mama dengan teman yang ia temui di pesawat akan mengambil bagasi bersama-sama lalu Mama akan naik skytrain dari T1 ke T2. Hal yang paling terpenting yang saya minta Mama lakukan adalah mengaktifkan wi-fi Changi jadi begitu saya mendarat dari Myanmar, saya bisa menghubunginya dan bersama-sama liburan di Singapore.

Pada kenyataannya, tidak seperti itu…

Saya sebenarnya sudah menyiapkan notes yang saya kirim lewat whatsapp ke Mama yang ia tulis ulang di secarik kertas. Itu adalah info dirinya dalam bahasa Inggris, jadi ketika ia kesulitan, Mama bisa memberikan kertas itu pada orang lain dan bisa ditolong.

Begitu pesawat saya mendarat dari Yangon di Singapore, saya orang pertama yang bergegas keluar dari pesawat agar secepat mungkin menghubungi dan menemukan Mama. Begitu wi-fi Changi di ponsel saya aktif, saya langsung mengirim whatsapp ke Mama dan cuma centang satu.

Lutut saya langsung lemas karena itu artinya Mama tidak berhasil menghidupkan wi-fi di ponselnya. Lemas dan cemas apakah Mamaku sudah sampai di Changi atau belum. Saya hubungi adik saya dan katanya Mama sudah berangkat sesuai jadwal dari Medan. Bergegas saya mengecek ke flight panel untuk mengecek apakah pesawat Mama sudah mendarat dan ternyata sudah mendarat dua jam lalu. Saya bingung.

Bagaimana mencari Mama di Bandara Changi yang super luas ini?

Di notes yang saya kasih ke Mama, saya memintanya begitu keluar dari Skytrain di T2, Mama langsung ke information center di arrival.Mungkin terdengarnya ribet ya, tapi itu satu-satunya cara agar Mama gampang ditemukan. Saya langsung antri di imigrasi dan bergegas ke informasi di arrival T2. Ternyata Mama juga tak ada di sana.

Mong, di mana sih Mong?

Saya lalu meminta petugas informasi untuk memanggil nama Mama saya di pengeras suara meski saya tahu itu sia-sia. Mama kan tidak bisa berbahasa Inggris, mana ngerti dia. Tapi tetap saya coba sambil ngider bolak-balik dari pintu keluar skytrain dan arrival area.

Sudah lebih 1 jam saya mencari Mama dan tak kunjung ketemu. Saya akhirnya memakai cara terakhir, menelepon ke seluler Mama. Saya tahu roaming nya akan mahal luar biasa telpon dari nomor Indonesia ke nomor Indonesia di luar negeri. Tapi rasanya tak ada cara lain yang lebih baik.

Telepon saya tersambung dan saya begitu lega mendengar suara Mama di ujung sana.

“Mong, sudah di Changi? Di mana sekarang? Mama coba lihat sekitar Mama ada apa, tulisan atau gambar apa? Biar kakak ke sana sekarang?” ujar saya dalam satu tarikan nafas.

“Mama ada di mana ini ya… Duh apa ini ya Kak ya… Mama cuma lihat ada pokemon besar kali di sini” ujar Mama.

Habis mendengar jawaban itu, telepon saya terputus. Pulsanya habis. Duh!

Saya segera mencari petugas Changi dan bertanya di mana saya bisa menemukan tempat yang bisa melihat pokemon besar.

Dengan sedikit mengernyit, petugas itu mengatakan bahwa event bertemakan Pokemon sudah lewat berbulan-bulan lalu dan sudah tidak ada lagi instalasi Pokemon di Changi.

Saya makin bingung harus ke mana lagi mencari Mama. Saya coba tanya lagi petugas airport yang lain dan jawabannya tetap sama, mereka tidak tahu di mana ada Pokemon dalam area Changi.

Akhirnya jalan terakhir adalah mengisi pulsa lagi dan menelepon seluler Mama lagi. Bangkrut deh kena roaming.

“Ma, sekarang juga kasih handphone Mama ke siapa pun di samping Mama biar kakak bicara dan tahu posisi Mama di mana” ujar saya cepat begitu telepon tersambung.

Saya dengar Mama cuma mengatakan ‘hello’ dan ‘please’ kepada orang di sebelahnya (pintar ya Mama) dan orang itu menjawab telepon saya. Dalam bahasa Inggris, saya menanyakan kepada orang itu posisi Mama saya. Dan ternyata, Mama ada di…

Departure T2 Changi.

Ya ampun. Saya menarik nafas lega, menutup telepon setelah mengucapkan banyak terima kasih. Saya naik ke atas dan menemukan Mama memang sedang duduk di area check in / area departure dan tepat di depannya ada renovasi bandara dengan tempelan poster 3 pokemon / Pikachu raksasa.

Mama memang nggak salah, yang ada di depan matanya memang pokemon. Iya Ma?

Niat hati mau merepet karena Mama tidak pergi ke tempat yang sudah kami sepakati, begitu meliahat wajahnya, saya hanya memeluk Mama erat-erat dan mencium pipinya. Akhirnya Mama di sini, aman, selamat bersama saya. Saya tahu pasti membingungkan buat Mama duduk hampir 3 jam di bandara yang dia tidak mengerti orang-orang ngomong apa. Saya tak sabar mendengarkan petulangannya mulai dari masuk pesawat hingga tiba di depan Pokemon.  Dan memang super seru.  Mulai dari teman di sebelah kursinya adalah Cina Medan yang tidur sepanjang penerbangan dan tidak bisa dimintai tolong hingga Mama minta tolong hidupin wifi sama petugas imigrasi (syukur nggak dimarahin). Hahaha…

3 hari setelahnya, kami sangat menikmati jalan-jalan berdua saja di Singapore. Mama sangat senang dan minta diambilkan potretnya di setiap sudut jalan, terutama kalau ada bunga. Saya ajak Mama ke Merlion Park, Gardens By The Bay (saya sedih karena pas ke SG, GBTB nya lagi maintenance padahal ini highlight nya untuk Mama karena dia suka sekali bunga), Bugis Street, China Town, Haji Lane dan semuanya kami tempuh dengan berjalan kaki. Saya tanya apakah Mama capek dan mau naik MRT / Bus saja. Katanya tak usah, Mama mau menikmati setiap sudut Singapore pelan-pelan dengan berjalan kaki.





Ketika kakinya pegal karena seharian berjalan kaki, Mama tidak mengeluh dan hanya melepas, jalan dengan kaki telanjang dan menenteng sandalnya. Kami berdua berjalan menelusur gerlapnya Negara maju itu sambil bergandengan tangan.

"Nggak apa-apa nya nyeker di sini kan Kak?" tanya Mama.

"Ya nggak apa-apa Ma, nggak ada yang kenal kita ini di sini", jawab saya sambil tertawa.

Saya masih teringat betapa berharganya setiap waktu yang saya habiskan bersama Mama di Singapore. Umur saya sudah seperempat abad namun baru kali ini saya jalan-jalan berdua saja dengan Mama. Saya tertawa (sekaligus terharu) setiap melihat Mama excited dengan hal baru yang ditemuinya, entah itu kamar hotel, sprei hotel, bath tub, makanan hotel, kolam renang, gedung tinggi, semua-semuanya yang tidak pernah dia lihat dan rasakan di Sibolga.




Hingga tiba saat liburan kami berakhir dan akan berpisah di Bandara Changi (saya terbang ke Jakarta, Mama terbang ke Medan), saya bertanya pada Mama.

“Jadi Ma, gara-gara kejadian kemarin Mama jadi takut ke luar negeri sendiri lagi nggak?” ujar saya.

“Nggak dong, sekarang Mama sudah berani. Ajak Mama jalan-jalan ke luar negeri lagi ya Kak. Terima kasih untuk kado ulang tahunnya. The best” ujarnya sambil memeluk, mencium kening dan pipi saya.

Saya mengantarnya sampai ke batas pintu imigrasi dan tak sadar ada bulir-bulir air hangat mengalir dari pelupuk mata. Namun bahagia di hati saya membuncah sambil berujar ke diri sendiri.

Iya Ma, masih banyak tempat yang ingin kujelajahi berdua sama Mama. Nanti kita pasti keliling dunia ya Ma. Pasti.


Salam sayang dari kami berdua, Mong dan Tong!


Cheers,


Mendaki Gunung Semeru di Bulan Puasa? Bisa!

$
0
0

 Judul blogpost ini adalah pertanyaan dan jawaban sekaligus. Naik gunung di bulan puasa? Ya bisa.

Yang jadi persoalan, kamu lagi puasa atau nggak? Yha.

Tahun lalu tepat di bulan ramadhan, saya melakukan pendakian bersama dua orang sahabat saya, Devanosa dan Chooey. Dari kami bertiga, yang puasa hanya Deva, dan saya menulis artikel ini sebenarnya berdasarkan pengalaman Deva. Tapi buat saya dan Chooey, meski tidak melakukan puasa, tetap ada bedanya naik gunung di bulan ramadhan.

| Baca juga : Mencumbu Mahameru, Rinduku Pada Gunung Semeru




Apa yang harus disiapkan?


1.     Persiapan Fisik

Tentu saja persiapan fisik harus fit meski di bulan puasa. Oleh karenanya dianjurkan untuk naik gunung ketika pertengahan bulan atau mendekati hari raya Idul Fitri karena badan kita sudah beradaptasi dengan ritme puasa. Pilih gunung yang tidak terlalu terjal agar pendakian tidak berat. Kami memang naik ke Gunung Semeru waktu itu, namun hanya sampai Ranu Kumbolo. Rencananya kami ingin camping ceria dua hari saja.



2.     Perlengkapan pendakian gunung yang baik.

Naik gunung di bulan apa pun, perlengkapan pendakian gunungnya tetap sama. Namun diusahakan hanya membawa yang penting-penting saja agar beban tidak berat. Sewaktu kemarin, Deva hanya membawa daypack kecil saja sedangkan Chooey dan saya membawa carrier berisikan tenda, sleeping bag dan semua peralatan camping. Bisa dibaca lengkapnya di artikel tips mendaki gunung untuk perempuan ini ya.

Sebenarnya bawa porter akan memudahkan pendakian tetapi biasanya di bulan puasa, jarang sekali ada porter ya.



3.     Persiapan Menu Makanan yang Sehat dan Bergizi

Deva memang selalu ‘picky’ untuk urusan makanan. Dia selalu mengatur menu makanan saat pendakian yang terdiri dari beragam menu sehat. Sayur dan buah harus ada. Apalagi saat bulan puasa, tubuh butuh nutrisi baik agar bisa menjalankan ibadah penuh dan nggak gampang sakit. Untuk tambahan bisa bawa vitamin dan juga susu agar sahur dan berbuka nya komplit sehatnya.

4.     Mengatur Ritme Jalan Agar Tidak Gampang Haus

Dikarenakan jalan di bulan puasa, ritme jalan kami bertiga sangat pelan dibandingkan ritme biasa agar Deva tak cepat lelah dan haus. Kami berangkat sekitar jam 10 pagi dari Ranu Pani dan tiba di Ranu Kumbolo sekitar jam 4 sore. Kami berjalan lamban tapi aman dan pasti tidak melelahkan jika dibandingkan jalan cepat. Yang biasanya Ranu Pani – Ranu Kumbolo bisa 4 jam, waktu itu kami tempuh dalam waktu 6 jam.

Sepanjang jalur kami banyak berhenti dan bersenda gurau. Jadi Deva tidak terfokus pada ‘berapa jam lagi waktu berbuka’. Ternyata jalan pelan-pelan sambil melempar candaan sepanjang pendakian itu menyenangkan. Syukurlah waktu itu tidak turun hujan.



5.     Ibadah jangan sampai tinggal

Deva tak pernah meninggalkan sholatnya. Begitu kami sampai di Ranu Kumbolo, hal pertama yang dilakukan Deva adalah menggelar matras, mengambil air wudhu dan menjalankan ibadah sholat. Lucunya, karena jarang sekali perempuan yang mau naik gunung di bulan puasa, banyak pria-pria terpana pada Deva, si wanita cantik sholeha yang juga cinta naik gunung. Nggak heran, setelah Deva selesai sholat, para pria-pria yang sudah mendirikan camp duluan berbondong-bondong mampir ke tenda kami menawarkan bantuan, menawarkan kopi, cemilan bahkan bantuan untuk memasak makanan. Saya dan Chooey tergelak. Cowok-cowok ini pasti modus semua ke Deva.

Bulan Juli tahun lalu, kami mendaki saat Gunung Semeru sedang musim kemarau jadi dingin sekali. Kami saling berpelukan meski meringkuk dalam sleeping bag masing-masing. Meski dingin, kami bahagia sekali karena malam itu kami disuguhi milky way super cantik (ini kenapa naik Semeru di pertengahan tahun selalu jadi favorit! Bisa lihat milky way dengan mata telanjang!).


Milky way di Ranu Kumbolo (photo by : @andypinaria )

Waktu yang paling menyenangkan dalam pendakian ke Ranu Kumbolo kemarin tentulah saat pagi hari, ketika matahari keluar dari peraduannya. Selimut kabut terkuak oleh sentuhan sinar sang surya. A magical, mystical morning. Indeed.







Mystical magic morning shot taken by @andypinaria

Deva tentu sudah bangun dari pukul 3 subuh untuk menyiapkan menu sahur. Nasi sudah dimasak sejak malam jadi Deva hanya tinggal memasak tumisan sayur dan memanaskan lauk. Saya dan Chooey masih terlalu berat membuka mata jam segitu jadi kami tetap sarapan biasa pukul delapan pagi. Ini buktinya bahwa meski kami tidak puasa, kami dihargai oleh teman yang puasa. #lha







Kami turun dari Ranu Kumbolo selepas petang. Perjalanan turun tidak semelelahkan perjalanan naik, namun tentu saja kita tetap menjaga ritme jalan agar Deva tidak gampang lelah. Kan Deva masih puasa.

Kami tiba di Ranu Pani sekitar jam 5 sore, sudah mendekati waktu berbuka puasa dan Deva berhasil menjalankan puasa penuh selama dua hari pendakian ceria kami ke Gunung Semeru. Bravo Deva! We love you!


Nah, buat teman-teman yang juga mau mendaki di bulan puasa, semoga tips di atas berguna ya. Tapi harus ingat lagi kapasitas diri. Kalau dirasa memang tidak kuat mendaki saat bulan ramadhan, tenang saja masih ada bulan lain untuk melakukan pendakian. Yang penting pendakiannya aman, nyaman dan menyenangkan, pulang ke rumah dengan selamat.

Ingat yaaaa, tujuan itu bukan puncak gunung tapi rumah.



Cheers,


Inle Lake Myanmar dan Sensasi Makan Siang Terapung di Tengah Danau

$
0
0

 Selendang tipis dikalungkan di kepala dan leher, kaca mata tergantung di hidung, selimut menutupi paha dan kaki meski sudah memakai longyi. Saya duduk manis di atas perahu, terkena percikan air danau yang dilintasi.

Duduk manis di atas perahu kok seperti orang sedang meriang ditutup dari atas hingga bawah?

Panas Kak.

Suhu di Nyaung Shwe mencapai 40 derajat hari itu dan kami diajak berkeliling Inle Lake dengan perahu panjang  berkapasitas 4 orang lengkap dengan kursi-kursi kayu kecil yang diletakkan pelampung dan selimut di atasnya.

Mengantri di dermaga untuk naik ke perahu

Dengan temperatur sepanas itu, pemandu kami Minmin bahkan mengingatkan kami untuk membalurkan sunscreensebelum berangkat menyusuri danau terbesar kedua di Myanmar ini.

Pengemudi kapal kami adalah seorang ‘Intha’, sebutan bagi penduduk lokal yang hidup di sekitaran Inle Lake. Ia tidak mengerti bahasa Inggris dan saya tidak bisa berbahasa Burma. Jadilah kami ‘lost in translation’, tak berbicara kata lain selain ‘mingalabar’ dan ‘kyaayyjuutainpartaal’. Kami cukup bertukar senyum saja.


Perahu melaju pelan membelah air danau yang kecokelatan. Perahu kami kerap berpapasan dengan perahu berisikan wisatawan lain maupun penduduk lokal. Bagi Intha, perahu adalah moda transportasi utama mereka. Rumah mereka bergaya rumah panggung yang dibangun di atas air. Hal ini mengingatkan saya dengan suku Bajo yang juga membangun rumah di atas air, air laut.



Rumah panggung di atas air yang sedang dibangun dengan perahu sebagai transportasi utama di Inle Lake

Meski berlindung dari sengat panas matahari, saya begitu menikmati pemandangan di sepanjang jalur danau yang kami susuri. Bunyi baling-baling kapal tua memang sedikit bising namun buat saya tak mengganggu.

Pemandangan yang bisa kita nikmati adalah perbukitan yang mengelilingi Inle Lake yang membuat saya berasa ada di Danau Toba. Lalu rumah-rumah panggung di atas air danau yang seperti saya bilang tadi seperti suku Bajo. Namun yang benar-benar membuat saya tertarik dengan Inle Lake adalah ladang hidroponik dan keunikan nelayan-nelayan nya yang sering disebut ‘Intha-Go’.


Intha-Go sangat terkenal dengan atraksi dayung mereka yang hanya menggunakan satu kaki saja. Rasa-rasanya hanya di Myanmar kita bisa menemukan atraksi unik nelayan ini. Ketika saya mencoba untuk mendayung dengan satu kaki, ternyata susahnya luar biasa. Sedangkan Intha-Go mendayung dengan sangat santai dan bisa menyeimbangkan badan sempurna di ujung perahu panjangnya.

Bayangkan betapa susahnya menjala ikan sambil mendayung perahu, pakai kaki....

Di waktu pagi dan sore, Intha-Go ini sering mepertontonkan kebolehan mereka layaknya anggota sirkus yang sedang melakukan akrobat. Mereka berdiri (bahkan jongkok) dengan satu kaki, memegang dayung di tangan kanan dan mengangkat jala besar (seperti bubu) dengan tangan serta kaki kiri. Skill yang membutuhkan latihan lama sepertinya ya. Hahaha.

Siang itu kami diajak makan siang di tengah-tengah danau, namun bukan di atas rumah panggung, melainkan di atas perahu. Tentu perahunya berbeda dengan perahu yang kami naiki untuk berkeliling danau. Restoran perahu (kami menyebutnya begitu) ini lebih besar dengan meja di tengahnya. Proses pindah dari perahu motor ke restoran perahu cukup mendebarkan. Kita harus bergerak perlahan agar tetap bisa seimbang dan pindah ke perahu restoran tanpa membuat perahunya bergoyang-goyang. Setelah semua duduk manis di dalam restoran perahu, barulah makanan dihidangkan.

Tentu saja makanannya dihidangkan lagi pakai perahu.

Meski waktu itu agak berombak, tetapi para waiter-waitress nya sangat lihat membawa makanan di perahu mereka sambil mendayung. Makanan-makanan yang akan kami santap sudah tersedia di satu perahu besar dan lalu didistribusikan ke perahu restoran dengan perahu kecil. Padahal begitu saya mendengar kami akan diajak makan di atas perahu, saya sempat mengira bahwa perahu nya seperti kapal Live On Board dimana Chef nya juga on board. Ternyata sudah disiapkan sebelumnya toh.

Restoran perahu yang sudah ditata serapi dan semenarik mungkin agar tamu nyaman. 


Semua makanan diantarkan memakai perahu yang didayung manual ini. Susah pastinya menjaga keseimbangan agar makanan dan minuman yang dibawa tidak tumpah ya.

Makanan yang disajikan terbagi-bagi dalam porsi kecil. Ada salad, dumplings dan beragam makanan lainnya. Ternyata seru juga menyantap makanan di atas perahu yang bergoyang-goyang. Banyaknya perahu yang melintas di Inle Lake membuat air danau beriak-riak dan gelombangnya membuat perahu bergoyang.


Mridula dari India dan Asoka Remadja si teman gila dari Indonesia xD

Saya, Waitress yang imut dan Uncle Prasad dari India



Selain merasakan sensasi makan siang di atas restoran perahu, masih ada beberapa destinasi di sekitaran Inle Lake yang patut kamu sambangi. Apa saja? Silakan dibaca di blogpost berikutnya ya (tayang besok!).

Ketika perahu sudah melaju lambat menuju hotel, maunya foto di depan perahu xD


Special Notes Inle Lake :


1.     How to Get Inle Lake?
Ada dua jalur yang bisa dipilih, jalur darat atau udara. Inle Lake ini berjarak 660 KM dari Yangon dan 330 KM dari Mandalay. Kemarin saya mencoba jalur udara yang menjadi opsi tercepat sekitar 1,5 jam penerbangan dari Yangon Airport ke Heho Airport. Jika mau mencoba jalur darat, bisa baca cerita Winny Marlina ke Inle Lake ya ;)

2.     Temperatur di sekitaran Inle Lake terkadang dingin, terkadang panas. Jadi saya tetap membawa pakaian hangat untuk berjaga-jaga jika Inle Lake dingin. Saya ingat sekali begitu turun di Heho Airport, udaranya dingin sekali tetapi begitu menyusuri Inle Lake, temperaturnya 40 derajat. Hati-hati meriang ya. Hahaha…

3.     Untuk masuk ke area Inle Lake, setiap wisatawan dikenakan entrance fee USD 10 per orang.


4.     Biaya untuk menyewa perahu untuk berkeliling Inle Lake seharian sekitar 30.000 MYK (kalau di Rupiah kan sekitar Rp 300.000,-) yang bisa dishare 3-4 orang satu perahu.

5.     Meski panas, tetaplah memakai pakaian yang sopan dan tertutup karena untuk menghargai masyarakat lokal di sana. Untuk masuk ke temple dan monastery pun kita harus berpakaian yang santun.


Cheers,





Purbasari Lulur Green Tea, Teman Kesayangan Perempuan Petualang

$
0
0

Adventurer Girls! (Photo of me and Pino by @disgiovery) 


Menjadi seorang perempuan yang menggandrungi kegiatan berbau petualangan jelas membuat kulit saya (dan kamu juga) butuh perlindungan ekstra. Pakai sunblock saja sebenarnya nggak cukup merawat kulit kita karena paparan matahari terus menerus bisa membuat kulit mati kita menumpuk dan terlihat kusam. Dalam bahasa sehari-harinya disebut apa ya?

Dekil… hahahaha....

Dulu kan image-nya cewek-cewek yang senang berpetualang di alam bebas itu kan dekil, kurang terawat. Nah, sekarang mah sudah nggak zaman punya image begitu. Sekarang image yang pas itu, perempuang petualang tapi tetap sehat terawat.

Nah, supaya nggak dekil gimana ya caranya?

Kalau saya, mandi pakai lulur dong!

Dari remaja, Mama saya selalu berpesan agar rajin luluran supaya kulit nggak dekil, rajin-rajinlah luluran, minimal seminggu sekali. Intensitas kegiatan pas remaja saja sudah bejibun, ikut ekskul basket, futsal, dan masih banyak lagi aktivitas yang bikin daki menumpuk di kulit. Pas sudah besar begini, mainannya makin banyak. Rajin naik gunung, arung jeram, telusur gua sampai terbang paralayang. Semuanya dicobain deh pokoknya!

Meski semua kegiatan petualangan sudah dijalani dan membuat diri kita sebagai perempuan petualang yang menarik, tentu orang tidak akan tertarik jika penampilan kita dekil kan? Nah, rajin-rajin rawat diri adalah kuncinya. Kulit kita adalah lapisan pertama yang akan terlihat oleh orang lain kan? Itulah mengapa kulit butuh perawatan lebih.

Mama lah yang mengenalkan lulur Purbasari pada saya saat remaja dan hingga kini masih menjadi produk lulur favorit saya. Dan beberapa waktu lalu, saya mencoba varian terbarunya yaitu Purbasari Lulur Mandi Green Tea. Sebagai penyuka segala sesuatu yang berkait dengan teh hijau, tentu saja saya dengan senang hati mencobanya.

Sejak dibuka, wangi green tea nya sudah memanjakan, menenangkan layaknya aromatheraphy. Jadi makin senaaaaaaang berlama-lama di kamar mandi sambil luluran pelan-pelan. Dinikmati betul-betul. Produk Green Tea apa sih yang nggak enak? Rasa-rasanya semuanya enak ya.

Lulur Purbasari Green Tea dari esktrak Green Tea terbaik...


Scrub Purbasari Lulur Mandi Green Tea ini juga berbentuk bulat sempurna yang sangat efektif untuk mengangkat sel kulit mati jadi nggak sakit ketika digosok ke kulit, nggak bikin kulit merah-merah. Walaupun merah itu mungkin terjadi karena kegiatan menggosok bukan karena iritasi. Lulurnya juga nggak mengandung Amylum atau zat tepung buatan. Amylum ini terkandung di banyak produk lulur yang membuat seolah-olah daki kulit kita bergumpal banyak padahal yang terangkat ya zat tepung itu bukan daki beneran . Cuma biar terkesannya kulit mati kita sudah terangkat semua.

Nah kalo Purbasari Lulur Mandi ini karena tidak mengandung Amylum sehingga benar-benar yang terangkat  murni sel kulit mati. Saatnya bye bye sama kulit kusam.



Kandungan vitamin E dan whitening ( terbuat dari Bearberry, Mulberry, Lycorice & Lemon) yang terkandung dalam Purbasari Green Tea ini membantu proses regenerasi kulit kita dan mencegah penuaan dini. Ekstrak green tea nya juga berfungsi sebagai antioksidan yang membantu kulit kita terlindung dari radikal bebas. Ini nih penting nih antioksidan buat kamu kamu (dan aku) yang sering beraktivitas di luar ruangan, terpapar debu polusi dan juga tersengat matahari.

Yang membedakan Purbasari Lulur Mandi Green Tea dengan produk lulur yang lain adalah Purbasari Lulur Mandi Green Tea ini satu-satunya lulur yang  aman digunakan setiap hari, dua kali saat mandi pagi dan sore. Sudah dermatologically tested kok!

Pun nggak ada efek kesat di kulit setelah memakai Purbasari Lulur Green Tea ini karena kandungan Moisturizer Agent nya (Lanolin, Mineral Oil, Alantolin). Yang ada hanya rasa lembap, segar, lembut dan wangiiiiiii…

Jadi sudah hampir satu tahun belakangan ini kalau traveling ke mana pun saya selalu bawa Purbasari Lulur Mandi. Ada dua ukuran yaitu 125 gram dan 235 gram. Kalau cuma traveling buat 3 hari, yang 125 gram sudah cukup kok. Tapi kalau traveling untuk waktu yang cukup lama, misalkan sebulan, saya biasanya bawa yang kemasan 235 gram sebanyak 2-3 buah. Kecuali kalau travelingnya ke luar negeri dan cuma bawa backpack, ada peraturan untuk membawa benda-benda cair maksimal 100 ml atau 100 gram. Jadi bisa disiasati dengan mengemas Purbasari Lulur Green Tea ke kemasan plastik kecil-kecil. 

Selain saya, ada banyak teman-teman perempuan yang senang berpetualang juga tapi juga pakai Lulur Purbasari.

Ada kak @noetraveler yang juga pemakai setia lulur Purbasari 

Ada @kadekarini dan @her_journeys yang juga menjaga kulitnya pakai Purbasari Lulur Green Tea
Jadi, Purbasari Lulur Green Tea ini bisajadi teman baik perempuan yang senang petualangan kayak kamu dan aku. Iya kan? Mau naik gunung, menyelam ke laut atau aktivitas apa pun di bawah matahari, kita nggak perlu takut lagi kulit jadi kusam dan terlihat dekil. Psstt, harga Purbasari Lulur Green Tea ini juga sangat ramah di kantong kok, berkisar Rp 8.500 – Rp 13.000,- saja. 

Siapa bilang mau cantik sehat dan terawat harus mahal? ;)









Tips Menyimpan dan Membawa Uang Saat Traveling

$
0
0


Biasanya, traveler/ pejalan itu identik dengan ransel yang berisi banyak uang, menurut pemikiran orang-orang dan akhirnya menjadi magnet kuat bagi orang yang berniat jahat. Sedih sekali saya ketika mendengar seorang teman, Maria, solo traveler dari Swedia, dicopet saat berada di pelabuhan Sorong, Papua Barat. Tas kecil yang ia selempangkan raib bersama dengan kamera, dompet, handphone dan passportnya. Saya tidak tahu kejadian itu sampai Maria pulang ke negaranya dan mengontak saya lewat facebook messenger.

Sempat ada yang bertanya, “Sat, kalau traveling bawa uang tunai banyak nggak sih?”, saya jawab nggak, kecuali saat pergi ke tempat-tempat terpencil yang saya rasa susah untuk menemukan ATM di destinasi tujuan, khususnya di daerah-daerah terpencil timur Indonesia. Tapi jika memang di daerah yang saya tuju terdapat banyak ATM, saya biasanya enggan membawa banyak uang tunai.

Entah kenapa sudah beberapa tahun belakangan ini, saya jarang sekali membawa cash. Mungkin akibat insiden saya dicopet di Kopaja arah Kampung Rambutan dari Lebak Bulus, tiga tahun silam. Saat itu, saya memang sedang membawa uang tunai banyak sekali di dalam dompet karena butuh membeli sesuatu keesokannya. Namun sejak kejadian itu, saya enggan untuk membawa-bawa duit dalam jumlah banyak di dompet saya.

Nah, saya sekalian mau berbagi tips dengan teman-teman, bagaimana cara menyimpan dan membawa uang agar aman saat traveling :

1.     Buat perhitungan pengeluaran kira-kira di suatu daerah tersebut. Nggak harus detil tapi minimal kita sudah persiapkan dana yang sekiranya cukup dan tidak berlebihan membawa uang tunai. Saya sebenarnya lebih memilih untuk cashless jika memang tujuan saya masih kota dan bukan destinasi terpencil.

2.     Jangan simpan semua uang di dompet. Saya biasanya memecah-mecah uang di beberapa tempat seperti kantong-kantong kecil di ransel atau pouch kecil. Ini penting ketika kita (amit-amit sih) kecopetan dompet saat traveling, kita minimal masih punya uang pegangan.


3.     Pakai Money Belt. Tips yang ini sih sebenarnya masih kelanjutan dari tips nomor dua, untuk memecah-mecah uang. Supaya merasa lebih aman, dibandingkan membawa uang di dompet, ada yang membawa uang di money belt yang dililitkan di pinggang, di balik pakaian kita. Sebenarnya trik ini juga sering dipakai oleh nenek-nenek kita yang menyimpan uang di balik sarung atau dalaman ya.

4.     Saat traveling ke luar negeri, saya biasanya lebih mengandalkan ATM dan CC (kartu kredit) untuk tarik tunai di destinasi tujuan, dibandingkan menukarkannya ke money changer. Saat traveling ke Australia kemarin, saya menemukan kurs yang lebih rendah dibandingkan kurs yang saya lihat terpampang di money changer dan jadinya saya memilih untuk tarik tunai. Untuk beberapa bank, biasanya ada biaya tarik tunai-nya. Jadi perhitungkan baik-baik jumlah yang akan ditarik agar tidak kekurangan atau kelebihan.

Setiap mau packing, mikir dulu uang mau dipecah-pecah di mana aja yaaaa~


Kan zaman sudah canggih nih dan mendukung kita buat cashless karena ada kartu kredit, kartu debit dan e-money. Jauh lebih praktis untuk melakukan transaksi dan tentunya jauh lebih aman ketimbang membawa uang tunai di dalam tas.

Cashless sih tapi masih senang nyimpan uang kertas dari berbagai negara yang sudah dikunjungi

Tapi, ketika kartu-kartu yang daku sebut di atas tadi ketinggalan maka jadi semaput, semrawut, ah apapun nama yang pas buat kondisi kalut. Kalau ketinggalannya dekat sih gampang ya diambil lagi. Tapi kalau pas lagi traveling dan perginya cukup lama pusing juga kan. Ya oke kalau ada teman yang bisa kita pinjam uangnya sementara, tapi kalau lagi jalan sendiri gimana?

Amsyong namanya…

Saya juga sempat mengalami kejadian amsyong itu. Waktu kemarin jalan di Bandung kartu debit ATM ketinggalan di Depok dan peer juga kalau harus putar balik pulang ke Depok cuma buat ambil kartu debit kan?.

Pas lagi pusing tahu-tahu teringat kan sekarang BCA bisa tarik tunai tanpa kartu. Sudah tahu belum? Saya sempat baca berita itu tapi belum pernah coba. Akhirnya saya beranikan coba meski waktu itu belum tahu caranya. Ternyata, asalkan kita punya aplikasi m-banking yang bernama BCA mobile.

Ini langkah-langkah waktu tarik tunai tanpa kartu di ATM BCA:

1.     Buka aplikasi BCA mobile yang sudah kamu daftarkan dan terhubung dengan rekening kamu. Buka menu Tarik Tunai, pilih sumber dana / rekening lalu pilih nominal yang kamu inginkan ( 50.000 ; 100.000 ; 150.000 ; 200.000 ; 250.000 atau nominal lain yang bisa kamu input sendiri maksimal 1.250.000).
2.     Setelah proses itu selesai kamu akan mendapatkan Kode Tarik Tunai dan juga jatuh tempo dimana kamu harus melakukan penarikan tunai sebelum waktu yang tertera di aplikasi BCA mobile kamu. Kamu akan diminta untuk memasukkan PIN m-BCA untuk verifikasi. Lalu Kode Tarik Tunai kamu akan masuk ke Inbox Tarik Tunai BCA mobile.
3.     Cari ATM BCA yang ada menu ‘Transaksi Tanpa Kartu’ atau ‘Cardless Transaction’. Lalu pilih BCA mobile,masukkan nomor Handphone BCA mobile dan Kode Tarik Tunai yang ada di Inbox Tarik Tunai BCA mobile kamu.
4.     Tinggal tunggu prosesnya dan voila, uang tunai nya ada di tangan kamu.





Empat langkah yang super mudah dan canggih, solusi yang sangat menyenangkan ketika kamu nanti mengalami kejadian amsyong seperti saya waktu itu.

Supaya bisa menggunakan fitur tarik tunai tanpa kartu di BCA, cukup updateaplikasi BCA mobile kamu ke versi terbaru di App Store untuk pengguna iPhone dan Play Store untuk pengguna Android.

Pssttt, pengguna Sakuku yang mengaktifkan  layanan Sakuku Plus juga dapat melakukan tarik tunai tanpa kartu di ATM BCA melalu menu Transaksi Tanpa Kartu ya.

Sebagai tambahan juga, untuk menjaga keamanan, jangan pernah kasitahu pin kamu sama orang lain dan juga jangan simpan catatan / notes nomor rekening sekaligus pin nya di handphone ya. Kalau handphone kamu hilang dicopet, akan sangat berbahaya karena si pencopet bisa mengakses m-BCA kamu. Sip ya?


8 Hal Asyik yang Bisa Dilakukan di Inle Lake Myanmar

$
0
0


Di artikel sebelumnya, saya bercerita tentang menyusuri Inle Lake dan makan di restoran terapung di tengah danau. Sudah baca belum? Kalau belum, coba baca dulu yuk.

Nah, ternyata selain menikmati santapan di tengah danau, masih banyak hal-hal asyik yang bisa kita lakukan saat berkunjung ke Inle Lake, Myanmar. Apa saja? Ini dia.


1.  Berkunjung ke Silk & Lotus Weaving

Intha (sebutan untuk penduduk lokal yang tinggal di sekitaran Inle Lake) perempuan, sudah menenun sejak lampau. Mereka memintal sendiri benang sutra yang akan mereka pakai untuk menenun longyi, baju, selendang, sapu tangan dll. Selain melihat proses tenun, kita juga bisa membeli hasil tenunnya yang dibanderol sekitar Rp 300.000,- (paling murah) untuk satu longyi.

Proses memintal benang sutra yang akan dipakai untuk menenun longyi.

Siapkan US dollar untuk berbelanja di beberapa tempat souvenir di Inle Lake karena mereka mematok harganya juga dalam USD.




2. Melihat Pembuatan Perahu Intha-Go

Saya senang ketika diajak ke satu tempat yang ternyata tempat pembuatan perahu-perahu yang dipakai nelayan di Inle Lake. Selain membuat perahu besar yang katanya dihargai sekitar 3.000.000 Kyatt ata Rp 30.000.000, mereka juga punya souvenir shop yang menjajakan banyak pajangan dari kayu. Salah satu souvenir yang paling laris adalah perahu kecil lengkap dengan nelayan dan jala bubu besar.





3. Mengunjungi The Blacksmith Inle Lake

Kamu suka mengoleksi pisau lipat atau perhiasan yang terbuat dari tembaga dan sejenisnya? Pasti senang jika bisa berkunjung ke Blacksmith House di Inle Lake. Kita bisa melihat langsung para pengrajin membuat pisau dan pedang serta perhiasan seperti gelang. Sewaktu berkunjung ke sana, saya sedikit ‘skip’ karena lupa nilai tukar Kyatt ke Rupiah. Harga satu gelang tembaga yang saya taksir harganya 2500 Kyatt yang jika dikonversi ke rupiah berarti Rp 25.000,- saja. Entah kenapa waktu itu saya berpikir harganya dalam rupiah Rp 250.000,- (kelebihan satu angka nol) dan urung membeli. Setelah pergi jauh baru sadar kalau hitungan saya salah dan menyesal tidak membelinya. Berarti itu adalah kode untuk kembali lagi ke Myanmar ya? Hahaha…






4. Berkunjung ke Nga Phe Kyaung Monastery

Biara yang terletak di area Inle Lake ini sama bentuknya seperti rumah-rumah lainnya, rumah panggung yang dibangun di atas danau. Di dalam biara, kita bisa bertemu dan menyapa para biksu / biksuni. Ada banyak sekali wisatawan saat kami berkunjung ke biara itu dan rombongan kami hanya diberikan waktu 20 menit saja. Saya dan Asoka berkeliling biara bersama-sama dan menikmati waktu singkat kami bermain bersama anak-anak kecil di samping biara. Meski kami tidak bisa berkomunikasi karena kendala bahasa, anak-anak lucu itu senang sekali ketika diajak foto bersama.


Banyak juga yang datang ke monastery untuk 'dibaca' oleh biksu.


Saya tidak sempat berfoto dengan anak-anak calon biksu dan biksuni saat berkunjung ke biara itu. Tetapi saya beruntung bisa berpapasan mereka di jalan saat menyusuri jalur kecil-kecil di Inle Lake. Mereka sedang asyik berlompatan di sungai hanya memakai balutan kain merah seperti celana dalam. Mereka melambai-lambai gembira kepada wisatawan dan juga memercikkan air. Jadi, kalau berpapasan, kita harus sigap untuk menyembunyikan kamera atau basah terkena cipratan air mereka ya.




5. Mencicipi Tembakau Myanmar

Meski saya bukan perokok, saya senang mempelajari jenis-jenis tembakau karena setiap daerah punya rasa tembakau yang berbeda-beda. Minmin, guide kami di Myanmar, mengajak kami berkunjung ke tempat pelintingan tembakau di Inle Lake. Semua pekerjanya adalah perempuan dengan baki besar berisikan tembakau kering ada di hadapan mereka, siap untuk dilinting.

Wisatawan diperbolehkan mencicipi tembakau yang ada di sana dan uniknya, tembakaunya sudah dikemas dalam beberapa rasa. Terbayang nggak mencicipi tembakau rasa pisang, mint, rum? Meski terdiri dari beragam rasa, tembakaunya cukup kuat dan bisa bikin pusing kalau memang kamu tidak terbiasa dengan rokok.

Sewaktu dicoba, tembakaunya memang sedikit keras dan menohok. Tapi saya suka juga yang sudah diberi perasa pisang. 

6. Menonton Atraksi Nelayan di Inle Lake

Kebanyakan wisatawan datang ke Inle Lake khusus untuk melihat atraksi menarik dari nelayan-nelayan di sana. Kemahiran mereka mendayung dengan satu kaki sambil jongkok / berdiri dan memegang bubu membuat mereka terlihat seperti pelaku akrobat professional. Mereka akan mempertontonkan kebolehannya dan wisatawan akan memberikan tips kepada mereka.





7. Mencoba Mendayung Seperti Nelayan Inle Lake

Kalau sudah melihat atraksi nelayan di sana, kamu tertarik nggak buat mencobanya? Beruntungnya kami kemarin diajak mencoba mendayung dengan satu kaki seperti nelayan Inle Lake yang ternyata susahnya minta ampun. Seperti saat kita bermain arung jeram, dayung harus seirama kan? Kalau nggak bisa bertabrakan kan? Nah itu terjadi pada kami yang mencoba mendayung gaya Intha. Semuanya kacau balau, dayungnya saling berpukulan tak seirama. Ya jadilah semua tertawa terbahak-bahak. Syukur nggak ada yang tercebur ke danaunya.





8. Menikmati Sunset di Inle Lake

Sunset di Inle Lake memang digadang-gadang sebagai sunset tercantik di Myanmar selain di Bagan. Jadi kalau naik perahu sore-sore melintas danau dan dapat pemandangan senja itu rasanya romantis banget. Nanti balik ke Myanmar lagi sama pasangan deh biar makin terasa suasana manisnya.




Jadi, kira-kira sehabis baca artikel ini teman-teman kepengen juga ke Inle Lake nggak? Tidak susah untuk merencanakan perjalanan sendiri ke Myanmar. Rajin-rajin cek aplikasi booking tiket penerbangan karena jika sedang beruntung bisa dapat tiket Jakarta - Yangon dengan harga 1 jutaan. Tak perlu khawatir dengan makanan karena banyak makanan halal di sana. 

Special Notes Inle Lake :


1.     How to Get Inle Lake?
Ada dua jalur yang bisa dipilih, jalur darat atau udara. Inle Lake ini berjarak 660 KM dari Yangon dan 330 KM dari Mandalay. Kemarin saya mencoba jalur udara yang menjadi opsi tercepat sekitar 1,5 jam penerbangan dari Yangon Airport ke Heho Airport. Jika mau mencoba jalur darat, bisa baca cerita Winny Marlina ke Inle Lake ya ;)

2.     Temperatur di sekitaran Inle Lake terkadang dingin, terkadang panas. Jadi saya tetap membawa pakaian hangat untuk berjaga-jaga jika Inle Lake dingin. Saya ingat sekali begitu turun di Heho Airport, udaranya dingin sekali tetapi begitu menyusuri Inle Lake, temperaturnya 40 derajat. Hati-hati meriang ya. Hahaha…

3.     Untuk masuk ke area Inle Lake, setiap wisatawan dikenakan entrance fee USD 10 per orang.


4.     Biaya untuk menyewa perahu untuk berkeliling Inle Lake seharian sekitar 30.000 MYK (kalau di Rupiah kan sekitar Rp 300.000,-) yang bisa dishare 3-4 orang satu perahu.

5.     Meski panas, tetaplah memakai pakaian yang sopan dan tertutup karena untuk menghargai masyarakat lokal di sana. Untuk masuk ke temple dan monastery pun kita harus berpakaian yang santun.


Cheers,



Road Trip Medan – Banda Aceh Naik Bus Double Decker Sempati Star Nan Mewah

$
0
0


Sudah sejak lama saya mendengar bahwa bus umum antar kota antar provinsi (AKAP) yang termewah di Indonesia adalah jurusan Medan ke beberapa kota-kota di Aceh. Tentu sebagai seorang busmania (ngaku doang meski nggak ikut komunitasnya) saya ingin mencicipi langsung.

Ada beberapa pilihan bus dari Medan menuju Aceh seperti Sempati Star, Putra Pelangi, Kurnia dan beberapa PO bus lainnya. Seorang teman merekomendasikan naik Putra Pelangi karena menurutnya busnya nyaman dan enak. Begitu ada testimoni seperti itu, saya pun memutuskan untuk naik Putra Pelangi saja. Atas kebaikan Bang Andy dan Kak Eka, saya diantarkan ke pool bus jam 9 malam dan baru mendapatkan bus pukul 22.45, sesuai yang tertera di tiket. Saat saya membeli tiket VIP seharga Rp 180.000, bus yang akan saya tumpangi belum tersedia alias masih di dalam garasi pool.

“Nanti kalau sudah mau berangkat dipanggil kok Kak”, ujar petugas poolnya.

Jadilah kami menunggu di dalam waiting room sambil berbincang-bincang hingga plat bus yang tertera di tiket saya disiarkan lewat pengeras suara, sudah siap untuk diberangkatkan.

Begitu saya melihat bus nya, saya terkaget-kaget karena bus nya jauh sekali dari yang dikatakan VIP Bus. Busnya sudah tua dan mesinnya berderit. Lampu bagian dalam busnya remang-remang. Saya naik ke dalam bus dan terkaget lagi karena di dalam bus bau, joknya juga sudah lusuh, tiada bantal dan selimut seperti bis-bis Medan jurusan Aceh yang lain.

Ini saya nggak salah naik kan? Gumam saya waktu itu dan kembali mengecek plat bus. Benar kok, nomornya pas dengan tiket. Akhirnya saya menuju loket dan bertanya langsung kepada petugasnya apa benar itu bus yang akan membawa saya ke Banda Aceh.

“Memang cuma itu yang ada busnya Kak, yang VIP udah nggak ada”, katanya dengan santai tanpa rasa bersalah.

“Lho? Kan tadi bilangnya VIP Bus, kok yang datang bus ringsek begitu? Kok kalian menipu sih?” ujar saya lagi dengan nada kecewa.

Petugas loket tidak mengacuhkan saya hingga membuat saya sedikit kesal. Saya lantas meminta kembali uang saya dan berencana pindah ke pool bus lain. Sebenarnya saya bisa naik bus apa aja, nggak pernah ngeluh sekalipun naik truk sama kerbau. Tapi saya kecewa karena merasa ditipu sama PO Putra Pelangi ini.

“Bisa refund, tapi dipotong 25%” kata petugasnya lagi dengan muka lempeng.

He? Dipotong 25%? Kejam nian Putra Pelangi ini. Sudah menipu penumpang, mengembalikan uang tiket pun pakai potongan. Dalam hati sudah dongkol tapi saya terima juga uang Rp 135.000,-, uang tiket saya yang mereka kembalikan. Duh, nggak lagi-lagi deh naik Putra Pelangi ini. Never, never, never again…

Bang Andy dan Kak Eka yang masih sangat baik menunggui saya hingga berangkat, akhirnya mengantarkan saya ke pool bus Sempati Star, bus yang biasa mereka naiki jika ingin pergi ke Aceh. Ah, seharusnya saya memilih Sempati Star saja dari awal.

Kami tiba di pool Sempati Star di jalan Asrama Pondok Kelapa Medan sekitar pukul 11 malam. Poolnya cukup besar dan dilengkapi minimarket, musholla, waiting room dengan AC. Ada dua bus terparkir yang sepertinya siap berangkat. Salah satunya adalah bus double decker yang membuat saya jatuh cinta dari pandangan pertama.



Bus bertingkat ini terbagi menjadi dua ; bagian atas disebut VIP Class dengan harga tiket Rp 250.000,- dan bagian bawah disebut First Class dengan harga tiket Rp 430.000,-. Whoaaaa harga first class nya hampir sama dengan biaya naik pesawat dari Medan ke Banda Aceh.



Begitu naik ke lantai atas bus double decker Sempati Star, saya kegirangan melihat bagian dalam bus. Seatnya besar dan luas dengan komposisi seat 2-2. Di tiap-tiap kursi terdapat satu bantal dan satu selimut tebal. Makin senang karena bantalnya wangi dan selimutnya lembut. Rasa-rasanya perjalanan saya ke Banda Aceh dari Medan akan sangat menyenangkan dan nyaman karena naik bus double decker.




Saya juga baru tahu kalau bus double decker Sempati Star ini menyediakan entertainment screen on board, semacam di pesawat gitu. Tiap-tiap seat sudah dilengkapi dengan screen yang menyediakan beberapa pilihan film dan lagu. Tapi earphone tidak tersedia jadi harus memakai kepunyaan sendiri. Tersedia juga usb port yang bisa dipakai untuk charge handphone atau nyetel film dan lagu kalau disimpan di flashdisk, misalkan.

Fasilitas yang lainnya adalah toilet dan wi-fi. Sayang wi-fi nya sedang tidak bekerja baik dan sinyal selama perjalanan oke-oke saja jadi nggak perlu-perlu amat. Toiletnya ada di lantai 1 bus dan bersih.

Bus bergerak keluar dari pool menjelang pukul 12 malam setelah kenek selesai membagikan kotak snack ke masing-masing penumpang. Kotak snack yang isinya air mineral, bolu kecil dan kacang. Mungkin karena sudah seminggu menjelang hari Lebaran, bus saya tumpangi full board, penuh. Di samping saya duduk seorang anak gadis yang begitu duduk langsung menyelimuti kepala hingga kaki dan tidur. Tak sempat saya sapa atau ajak bicara.

Saya belum mengantuk dan memutuskan untuk menonton ‘The Martian”, salah satu film luar angkasa favorit saya yang entah berapa kali diputar pun takkan membuat bosan. Bus melaju cepat di jalan aspal nan mulus. Saya keasyikan menonton sehingga tanpa sadar bus berhenti untuk sahur. Saya memilih untuk tetap di dalam bus saja karena saking nyamannya, merasa tak perlu turun keluar bus untuk meregangkan badan.



Selepas sahur, bus melaju lagi dan saya memutuskan untuk tidak tidur sampai matahari terbit. Rasa-rasanya pasti akan sangat menyenangkan bisa menyaksikan matahari terbit dari dalam bus yang sedang melaju. Sama seperti menyaksikan matahari terbit dari balik jendela gerbong kereta.

Namun kenyataannya pagi itu mendung, tak ada warna matahari keemasan. Saya membetulkan posisi dan bersiap untuk tidur karena masih 6 jam perjalanan untuk tiba di Banda Aceh. Lucunya, saya terbangun sekitar pukul 10.20 dan terkaget karena bus nya kosong. Ternyata 90% penumpang turun di Lhokseumawe dan penumpang yang tersisa hanya empat orang termasuk saya yang duduknya di belakang.



Kiri kanan, hanya ada pemandangan sawah dan perbukitan. Sambil mengumpulkan nyawa, saya senyum-senyum sendiri melihat pemandangan alam bumi serambi Mekah. Langit biru cerah menambah meriah. Saya tiba di Banda Aceh pukul 1 siang yang berarti 13 jam perjalanan dari kota Medan. Biasanya sih jarak tempuhnya 10 jam, tapi saya nggak keberatan karena saya dapat 3 jam ekstra untuk menikmati bus double decker ini. Ah, tercapai juga impian saya menyambangi Aceh di bulan ramadhan.

Assalamualaikum, Aceh!

  Special Notes :


1.   Rute yang dilayani Sempati Star ini adalah Medan ke beberapa kota di Aceh seperti Banda Aceh, Sigli, Beurenuen, Bireun, Lhokseumawe, Lhoksukon, Langsa, Bijei, Takengon.

2.     Daftar harga tiket dari Medan menuju Banda Aceh adalah Rp 430.000 untuk kelas First Class, Rp 260.000 untuk kelas Non Stop, Rp 220.000 kelas Super VIP, Rp 200.000 kelas Patas VIP, Rp 190.000 kelas Super Executive, dan Rp 180.000 kelas Patas Executive. (harga bisa berubah sewaktu-waktu)


3.     Best seat versiku itu di lantai 2, yang menghadap tangga, seperti yang ada di foto. Lebih besar space nya, pun melihat pemandangan di luar jendela lebih luas dibanding seat lainnya.

Cheers,


15 Kuliner Lezat Di Thailand yang Tak Boleh Terlewat

$
0
0



Baru saja saya kembali bersama teman-teman perempuan dari trip bertajuk #WomensJourneyThailand2017. Begitu nimbang berat badan, mak, naik dua kilogram. Ya nggak heran sih kalau berat badan naik karena selama di Thailand kami diajak makan beragam kuliner lezat yang tak boleh terlewat. Meski berat badan naik, tetap bahagia kok. Hahaha.Dengan bahagia juga saya mau membagikan cerita buat teman-teman yang kepingin wisata kuliner juga di Bangkok.

Lidah orang Indonesia memang cocok sih sama makanan Thailand karena berbumbu dan memakai banyak rempah yang juga mudah ditemukan di negara kita. Yang khas dari kuliner Thai adalah kebanyakan makanannya dimasak dengan fish sauce. Cita rasa kuliner di Thailand itu asam, asin, pedas dan manis dalam satu hidangan tetapi saya pribadi suka sekali dengan makanan yang punya banyak paduan rasa.

Selama trip kemarin di Bangkok dan Chiang Mai, saya dan teman-teman memang pengen nyobain (kalau bisa) semua kuliner-kuliner khas Thailand. Tapi, sama seperti Indonesia, Thailand punya beragam kuliner yang sepertinya nggak bisa dicoba semua hanya dalam empat hari. Jadi, di bawah ini saya rangkum highlight kuliner lezat yang kami coba kemarin ya.

1.     Tom Yam Kung

Rasa-rasanya Tom Yam ini memang melegenda sebagai makanan khas Thailand hingga banyak keripik dan mie instan pun ada varian rasa Tom Yam nya. Tom Yam Kung (udang) juga menjadi kuliner yang paling dicari saat berlibur ke Thailand. Mirip seperti gulai tetapi kuahnya tidak sekental gulai, didominasi rasa asam dan pedas. Tentunya sedap betul disantap saat kuahnya masih mengepul panas. Siap-siap terbakar ya dengan rasa pedasnya!



2.     Kha Niew Ma Muang / Mango Sticky Rice

Selain Tom Yam, yang paling diburu di Thailand pasti Mango Sticky Rice nya. Ketan lembut yang dimakan dengan mangga keasaman dan dituang santan manis jadi paduan rasa yang bikin meleleh saking enaknya. Mangga yang dipakai untuk jajanan ini memang berbeda dengan mangga yang ada di Indonesia. Jika teman-teman datang saat bulan Maret – Mei, bakal beruntung sekali bisa menemukan banyak mangga dengan kualitas bagus dan rasanya manis karena memang itu musim panennya. Biasanya mango sticky rice ini kisaran harganya 100 Baht (kurs 1 Baht = Rp 400) dan sangat mudah ditemukan di tiap-tiap sudut restoran dan jalanan di Thailand.



3.     Nai Mong Hoy Tod / Oyster Omelette

Bentuknya mirip telur dadar dari luar tetapi di dalamnya berisi sayur toge dan potongan daging kerang sehingga jadi mirip omelette. Biasanya omelette ini dijadikan cemilan jadi cukup mudah ditemukan di kaki lima jalanan Bangkok.



4.     Pad Thai / Kwetiau Goreng

Nah kalau ini favoritku nih! Pad Thai! Kwetiau yang dimasak dengan udang, kacang, tauge, daun bawang lalu disiram dengan gula aren dan kuah asam. Rasanya enak apalagi kalau ditambah kucuran jeruk nipis. Pad Thai ini juga mudah ditemukan di tiap-tiap sudut Thailand mulai dari kaki lima sampai di restoran bintang lima juga ada.





5.     Khao Man Som Tum / Papaya Salad

Kalau di Indonesia, biasanya kita jarang mengonsumsi papaya yang masih mengkal kan? Tetapi di Thailand, mereka menyulap papaya mengkal menjadi salad yang lezat. Pepaya yang diserut ditumbuk bersama bawang putih, cabe, kacang panjang dan tomat cherry lalu dicampur dengan fish sauce dan bumbu kacang. Rasanya mirip-mirip kayak asinan Bogor tetapi lebih crunchy karena pepaya mengkal nya. Di beberapa tempat, ada juga yang menyajikan Som Tum dengan udang kering agar makin renyah. Rasanya segar dan bikin ketagihan.



6.     Khang Keaw Wan Gai / Green Curry

Green Curry ini juga jadi santapan khas Thailand karena unik. Kari yang biasasanya kita kenal berwarna kuning atau coklat bukan? Nah, marilah mencicipi kari berwarna hijau saat plesir ke Bangkok. Rasanya tidak sepekat dan sepedas kari biasa, justru lebih lembut dan cocok buat yang tidak suka rasa pedas. Kalau mau pedas ya tinggal tambahkan cabe potong lagi saat akan menyantap Green Curry ini. Green Curry biasanya terdiri dari daging ayam / ikan, yang dimasak dengan terong mini, sayuran, daun kemangi, cabai dan santan.



7.     Chicken Satay

Saya baru tahu ternyata satay juga jadi makanan khas di Thailand meski cara masak dan penyajiannya tidak jauh berbeda. Hanya daging yang akan dimasak menjadi sate biasanya satu irisan daging ayam panjang yang ditusuk dengan cara seperti menjahit baju dan ketika selesai dibakar bentuknya lebar-lebar. Biasanya sate nya dimakan dengan kuah kacang, tidak jauh berbeda dengan kita. Tidak lupa ada irisan timun, cabai dan bawang sebagai pendampingnya.



8.     Khao Soi / Curry Noodle

Penganan ini terbuat dari mie telur yang dimasak dengan ayam dan saus kari kuning yang bertabur rempah dan sedikit pedas. Ayamnya bukan cuma ayam suwir tapi satu ayam potong yang dijamin bikin kenyang. Khao Soi paling mudah ditemukan di Chiang Mai dibandingkan Bangkok. Kami menyantap Khao Soi ini di Saturday Night Market Chiang Mai.




9.     Mee Ghrob / Bihun Manis Thai

Bihun goreng ini juga salah satu penganan yang mudah ditemukan di mana-mana. Biasanya dimasak dengan telur, daun bawang dan udang. Udangnya besar-besar dan segar pula. Rasanya agak manis jadi cocok buat teman-teman yang tidak suka rasa pedas.

 

10.Ikan Bakar Garam

Saya kurang tahu nama makanan ini dalam bahasa Thailand, tetapi menunya memang ikan bakar tetapi teknik membakarnya berbeda dengan Indonesia sepertinya. Karena saat dihidangkan kulit ikannya crunchy dengan garam yang banyak sekali sedangkan bagian dalam ikan, daging putihnya lembut dan manis. Biasanya yang jadi favorit adalah White Sea Bass, dengan harga sekitar 590 Baht. Lumayan mahal tapi enak! Menu ini biasanya ada di restoran-restoran Thailand yang salah satunya ada di Ko Dang Talay Restaurant - Asiatique Riverfront Bangkok.



11.Mango Tango

Itu sebenarnya bukan nama menu tetapi nama toko yang menjual segala penganan makan dan minuman dengan bahan dasar mangga. Mulai dari smoothies, mango sticky rice (sudah pasti), mango pudding, mango ice cream dan masih banyak lagi.



12.After You Durian Room

Siapa sih nggak tahun Durian Monthong yang tersohor itu? Bukan cuma Indonesia saja yang senang makan durian, Thailand juga. Hingga penganan durian juga mudah kita temui di kaki lima. Kemarin kami sempat mencicipi es krim durian yang enak sekali di After You Café, café yang terkenal di Bangkok dengan kelezatan dessert nya. Tagline nya saja “There is always room for dessert”. Antriannya cukup panjang waktu kami datang dan begitu selesai makan harus bergegas pergi karena masih banyak pengunjung yang menanti.




13.Fried Thai Scallop

Scallop ini kerang kipas atau kerang kampak dan biasanya dimasak dengan spaghetti, namun di Thailand, scallop ini cukup ditumis saja dan rasanya benar enak. Gurih dan sedikit manis. Sebagai penyuka kerang, saya doyan betul menyantap scallop ini. Menu ini kemarin kami coba di Ko Dang Talay Restaurant.



14.  Fresh Oyster

Ya, oyster memang bukan makanan khas Thailand tetapi cobalah menyantap menu fresh oyster di Ko Dang Talay Restaurant. Yang membuat menu ini berbeda dengan Negara lain adalah cara menyantapnya tidak cukup hanya dengan perasan jeruk nipis. Tetapi disantap dengan bawang putih dan sambal juga. Terbayangkah rasanya? Buat saya sih enak banget! Daging kerang mentah yang lembut dan pedas karena dimakan dengan cabai.



15.  Cha Yen / Thai Tea

Duh siapa sih yang nggak suka Thai Tea? Waktu ngetrip ke Thailand kemarin sampai lupa minum air putih karena keseringannya minum Thai Tea selama di sana. Ya gimana ya, soalnya enak banget! Meski sudah dipasarkan di Indonesia, tetap saja kok lebih enak di Negara asalnya. Pun masih ada misteri yang belum terungkap. Kenapa es di Thailand lama mencairnya padahal dia es serut, partikel kecil, dan di Thailand itu panas. Kenapa melelehnya lama? Coba ada yang tahu jawabannya?



Nah, 15 kuliner yang saya tulis di atas belum semua kuliner Thailand. Masih ada banyak sekali yang belum saya coba. Jika teman-teman plesir ke Thailand, tempat wisata kuliner khas Thailand itu biasanya di Khao San Road, Bangkok Old Town (Banglamphu), Yaowarat (Chinatown), Silom Street, Pratunam, Chatuchak Weekend Market dan sepanjang jalanan di Bangkok pada umumnya ada penjaja makanan kaki lima nya.

Jangan lupa coba cobain jajana sate tepi jalan tetapi harus jeli agar tidak salah membeli sate babi, tanya dulu ke pedagangnya ya. Lalu cobain buah-buahan segarnya baik dalam bentuk buah utuh atau yang sudah jadi jus. Murah meriah, segar dan sehat! Kalau teman-teman, kuliner favorit Thailand kalian apa nih? Boleh dong rekomendasi siapa tahu nanti berikutnya ke Thailand lagi bisa nyobain makanan yang belum pernah saya coba.










Belajar Masak Kuliner Thailand di Bangkok Yuk!

$
0
0




Tak hanya sekedar 
temple hoppingshopping baju-baju cantik dan wisata kuliner, Thailand menawarkan banyak aktivitas menarik yang bisa kamu coba seperti cooking class. Sepertinya seru ya jika bisa belajar memasak kuliner Thai langsung dari master chef nya.


Bersama teman-teman yang lain, kami menyambangi Amitha Cooking School, salah satu sekolah masak tertua di Bangkok. Sang empunya yang lebih senang dipanggil Tam menyambut kami dengan sangat ramah sesaat setelah turun dari kapal yang berhenti langsung di beranda belakang rumahnya. Ya, di Thailand hampir semua rumah di pinggir sungai punya dermaga kecil di belakang atau depan rumah. Jadi transportasi air bisa jadi opsi ketika malas menghadapi jalur darat dan macet yang sudah sama padatnya dengan Jakarta.

Seru juga ternyata bawa perahu di Chao Phraya xD

“Saya tak suka bangunan tinggi yang jelek itu” kata Tam sambil menunjuk gedung tinggi ketika kami sudah duduk di beranda belakang rumahnya. Memang halaman Tam dipenuhi dengan beragam pohon buah dan bunga-bunga yang cantik. Ia berujar bahwa pohon-pohon tinggi itu ditanam agar gedung-gedung bertingkat pencakar langit itu tidak terlihat sehingga ia tetap bisa menikmati keasrian Bangkok seperti zaman dahulu.

Sebelum kami memulai kelas memasak, kami dikenalkan dengan dua peliharaan kesayangan Tam yaitu burung beo nya yang bernama Bezo dan ayam jantan kate nya yang bernama Iyuk. Sambil meneguk minuman segar racikan Tam, jeruk nipis dan sereh, kami berbincang-bincang dengan sosok chef yang terlihat sangat halus dan bijaksana dari raut wajahnya.



Meski sudah berjalan dengan tongkat, Tam sangat bersemangat saat mengajak kami ke halaman belakangnya dan mencicipi tiap-tiap daun yang akan kami pakai sebagai bumbu masak. Semua tanamannya organik dan terawat dengan baik. Dibantu asistennya, Tam mempresentasikan tiap-tiap bahan dengan penuh semangat. Mendengarkannya sambil menikmati kebunnya, membuat saya juga ingin nantinya punya kebun kecil untuk menanam tanaman yang bisa menjadi bumbu masakan atau apotek hidup.



Kelas memasak berlangsung di satu ruangan semi outdoor dengan delapan set kompor di atas meja-meja kecil. Sebelum memulai masak sendiri, kami duduk mengelilingi Tam yang mempresentasikan bahan dan cara memasak empat menu yang akan dimasak nanti.  Nonton cooking show live nih.





Empat menu yang akan dipelajari adalah ‘Chicken Satay’, ‘Khao Man Som Tum’, ‘Khang Keaw Wan Gai’ dan ‘Khao Niew Ma Muang’. Nggak ketinggalan juga belajar memasak sticky rice / ketan yang tersohor dari Thai itu. Tapi bedanya, kita diajarin memasak coloured sticky rice.

Pepaya Serut Muda rasanya gurih pedas namanya 'Khao Man Som Tum' 
Chicken Satay!



Chicken Green Curry / Khang Keaw Wan Gai

Coloured Mango Sticky Rice / Kha Niew Ma Muang


Bahan-bahan yang digunakan hampir semua ada di Indonesia. Yang menjadi pembeda hanya jenis papaya dan mangga yang dipakai memang khas dari Thailand. Lidah orang Asia Tenggara memang mirip-mirip kan? Sehingga masakan nya penuh dengan rempah-rempah wangi.

Tam mengingatkan saya dengan Sisca Oetoyo, pembawa acara masak-masak era 90’an. Wajah keibuannya, kecekatan tangannya meracik bumbu-bumbu dan mengolahnya menjadi santapan lezat. Wajah teduh yang selalu tersenyum, jago masak pula, tak pelak merekalah role model istri idaman.  

Dari kami berenam, baru dua yang sudah menikah, Yuki dan Sharon. Jadi keempat gadis lainnya akan bersungguh-sungguh menyerap seluruh ilmu di kelas memasak ini biar juga dapat label ‘Calon Istri Idaman’ dan segera dipinang. Aih mak!

Nah, begitu giliran kami tiba, deg-degan lah semuanya karena takut gagal masakannya, entah karena salah takaran tau salah masukin bumbu. Ternyata kami didampingi asisten cook yang berdiri di depan kami dan siap sedia membantu kami memasukkan bumbu sesuai dengan yang sudah diperagakan Tam. Mereka memang tak lancar berbahasa Inggris. Kosa kata yang sering kali mereka ucapkan saat memandu kami adalah “This” dan digabung dengan gerakan tangan untuk mengarahkan apa yang harus kami lakukan.


 Butuh waktu sekitar 3 jam untuk memperhatikan Tam mengolah masakan mulai dari memetik dedaunan di kebunnya hingga makanan tersaji di meja. Sedangkan kami hanya butuh 30 menit untuk menyelesaikan empat menu karena memang semuanya sudah tersedia, jadi tinggal ditumbuk, ditumis dan dimasukkan bumbu dan bahan masakannya.

Ada yang masaknya serius, ada yang ketawa-ketawa. Hahahahaah xD

Seluruh menu masakan sudah jadi tepat saat jam makan siang. Dihidangkan di atas meja panjang dengan taplak putih, makanan-makanan ini terlihat sangat menggugah selera. Semuanya duduk mengelilingi meja dan siap bersantap.



Hmmm, makanan yang kami masak memang tak ada ubahnya dengan masakan yang dibuat oleh Tam. Tentu saja karena takaran bumbunya pas seperti yang Tam pakai juga kan. Hehehehehe. Nggak tahu kalau nanti nyoba masak sendiri di rumah bagaimana.

Syukurnya, Tam memberikan satu amplop berisi resep dari empat menu yang kami masak hari itu. Wah. Jadi nggak perlu bingung kalau nanti mau mencoba memasak menu ini sendiri di rumah.

Mampirlah kapan-kapan ke Amitha Thai Cooking School jika teman-teman plesiran ke Bangkok ya. Bisa juga buka websitenya jika ingin tahu resep-resep kuliner Thai yang lezat itu.


Khob khun krap!




Mimpi yang Terwujud, Bikin Kerajinan Perak di Shannta Bangkok.

$
0
0


Saat berkunjung ke Kota Gede di Yogyakarta atau Batubulan di Bali, yang terkenal sebagai tempat kerajinan perak, saya berangan-angan ingin suatu waktu nanti mencoba membuat kerajinan perak sendiri. Namun akhirnya keinginan tersebut terwujud di…. Bangkok!

Sebenarnya nggak masalah mau di mana saja tempatnya yang penting bisa belajar bikin kerajinan perak. Senangnya ketika kemarin diajak jalan sama @wisatathailand , saya dan lima teman perempuan super asyik diberitahu bahwa kita akan membuat prakarya dari bahan perak. Tentu kami semua kesenengan dan sangat bersemangat untuk membuat kerajinan nya.

Tapi begitu tiba di tempat kerajinannya, semua bingung dan linglung. Loh loh loh. Kenapa?

Karena semuanya diminta menggambar sendiri desain ‘pendant’ nya padahal kami baru bangun tidur (tidur di dalam mobil maksudnya). Alhasil linglung bingung mau gambar apa, nyawa saja belum ngumpul, begitu mungkin istilahnya.

Sebenarnya ada album yang menunjukkan hasil-hasil foto kerajinan perak yang sebelumnya. Jadi lihat-lihat siapa tahu ada yang cocok kan dengan selera. Namun hingga sepuluh menit berlalu semuanya masih pusing dan malah tertawa-tawa satu sama lain.

Yuki sedang mencetak desain 'mamoli' dari Sumba yang jadi lambang kesuburan.


Akhirnya saya memutuskan untuk membuat ‘pendant’ perak dengan bentuk nama saya dalam bahasa Sanskrit, Yuki buat desain ‘mamoli’ dari Sumba, Sharon buat desain bunga, Mariza buat desain huruf f (yang mungkin nama gebetannya hahahaha) dan Patty buat lingkaran dengan ukuran namanya.

Nah, bagaimana sebenarnya proses membuat ‘pendant’ perak ini?

Dibandingkan dengan yang saya lihat di Kotagede dan Batubulan, proses membuat perak di Bangkok ini lebih mudah. Mungkin supaya semua orang bisa membuatnya ya.

Awalnya kami diminta untuk menggambar di atas kertas, desain yang sudah kami pilih. Langkah selanjutnya adalah menjiplak gambar itu di atas clay khusus berwarna abu-abu yang sudah dipipihkan. Setelah tercetak di atas clay, kami diminta membuat ‘dot’ atau titik-titik di sepanjang garis gambar kami agar memudahkan untuk dipotong.

Memotong clay ini saya akui menjadi bagian tersulitnya.


Proses memotong ini yang agak sedikit rumit karena sambil menahan nafas agar potongannya presisi. Apalagi ukurannya kecil kan jadi akan rumit sekali memotongnya. Contohnya saja punya saya yang bentuk desain hurufnya meliuk-liuk seperti cacing, memotongnya benar-benar butuh konsentrasi penuh. Tapi meski sudah begitu ada garis yang terlalu tipis dipotongnya dan akhirnya harus ditambah clay alias ditambal karena kalau ketipisan, clay nya akan hancur ketika dibakar nanti.

Sekitar 40 menit lah waktu yang kami habiskan untuk menggambar, menjiplak, membuat dot, memotong clay hingga siap untuk dibakar dan dilapisi perak. Sayangnya saat proses pelapisan peraknya, kita tidak dilibatkan. Staff dari Shannta sendiri yang akan membakar “pendant” nya. Kami diminta menunggu selama satu jam hingga proses nya selesai dan dalam kurun waktu itu kami pakai untuk berkeliling Siam Street, jajan di Mango Tango, minum kopi, beli masker dan lain-lain. Perempuan oh perempuan. Hahahaha.

Jika saja bukan karena hujan, pasti semua keasyikan jalan-jalan di Siam Street. Syukurlah kami tiba tepat waktu di Shannta Silver untuk melihat hasil karya kami. A masterpiece! (lagaknya luar biasa ya).

Reaksi pertama kami begitu melihat ‘pendant’ perak buatan kami adalah…

“Whooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooa…..”

Panjang sekali.

Semuanya terkejut karena hasilnya ternyata jadi bagus sekali padahal rasa-rasanya kami menggambar dengan nyawa belum sepenuhnya terkumpul, motongnya ketipisan dan ada aja lagi yang lainnya.

“Bunga gue kok jadi cantik banget begini ya, pasti ini dibikin cantik sama Mbak nya nih” celoteh Sharon.

Hasil karya Sharon nih. Cantik sekali ya <3


Kami tertawa-tawa sambil tetap memandang takjub hasil karya masing-masing. Ditaruh di atas kotak hitam beralaskan beludru, menambah kesan mewah ‘pendant’ perak yang kami buat. Langsung dengan gembira dan bangga, semuanya mengenakan kalung masing-masing.

Duh rasanya kepingin bikin lagi ‘pendant’ dengan motif yang lain. Sayangnya teringat kalau harganya nggak terhitung murah. Untuk satu pembuatan kalung perak, dibanderol dengan harga 1800 baht (kurs 1 Baht = Rp 100 ) atau kurang lebih Rp 720.000,-. Wah lumayan juga ya. Tapi ya namanya perak asli, mana ada yang murah sih.



Jika tidak ingin membuat sendiri pun, ada banyak pilihan perhiasan perak yang bisa kita beli. Kisaran harga mulai Rp 200.000,- hingga jutaan rupiah. Ada beberapa juga yang saya taksir namun begitu lihat dompet… Yaaaaaa… Cukup berpuas saja dulu dengan yang ada. Hahahaha.




Yang jelas saya sangat menyukai dan menyayangi kalung perak bikinan saya ini hingga sampai sekarang masih menjadi kalung favorit yang saya pakai sehari-hari.

Kalau teman-teman juga mau mencoba membuat ‘pendant’ perak sendiri, bisa datang ke “Shannta Silver” di Bangkok Art & Culture Centre yang lokasinya tepat di samping MBK. Siapa tahu mau memberi kejutan untuk yang tersayang atau kejutan untuk diri sendiri.

Khob Khun Krap!




Menginap Gratis di Hotel Unik, Summerbird Bed & Brasserie Bandung

$
0
0

Bandung oh Bandung, tak pernah habis-habis kreativitas orang-orangnya untuk membuat dan mengembangkan sesuatu yang unik, entah itu hotel, café & resto, butik, co-working space, warung kopi dan masih banyak lagi.

Instagram-able Spot!

Contohnya saja Summerbird Bed & Brasserie yang acap kali muncul di social media platform saya. Interiornya yang unik membuat banyak teman-teman ingin menginap dan posting foto-foto ciamik. Siapa sih yang tidak suka ber-selfiedi sudut-sudut cantik atau latar belakang dinding yang unik? Setiap lantai dan kamar nya instagram-able banget.




Keinginan untuk staycation di sini sih sudah cukup lama, tapi baru saja kemarin kesampaian untuk menginap. Banyaknya ulasan baik dan rating yang sangat bagus membuat saya ingin merasakan sendiri pengalaman menginap di hotel ini.

Sesampainya di hotel, resepsionis Summerbird Bed & Brasserie sangat ramah dan santun melayani ketika saya check-in. Bener aja, saya sudah menangkap intagram-able spot di lobinya. Walau tidak terlalu besar, lobi tetap terlihat ciamik dengan interior yang ditata apik. Oh ya, yang menarik dari Summerbird hotel ini adalah tema kamarnya yang berbeda-beda hingga mereka punya slogan “Each room is unique, just like you”.



Hotel 3 lantai ini memiliki 28 kamar yang dibagi menjadi 4 tema besar, “Rustic”, “French”, “Vintage” & “Scandinavian”. Tiap-tiap tema itu pun dibagi lagi seperti “French Room – Tea Flavor”, “Vintage Room – Chocolate Flavor”, “Rustic Room – Coffee Flavor”, dan “Scandinavian Room – Milk Flavor”. Saya sendiri mendapatkan kamar “Vintage Room – Chocolate Flavor” dengan twin bed.

Begitu masuk ke kamar, saya langsung jatuh cinta dengan kasurnya yang besar, empuk dilapisi bedcover yang eyecatchy. Duh, saya malah jadi kepengen tanya staffnya beli bedcover di mana. Hahahaha. Ternyata tiap-tiap kamar di Summerbird, bedcovernya juga berbeda-beda. Unik kan?



Makin unik lagi karena kamar mandinya dengan kamar hanya dipisahkan kaca besar yang transparan. Wah, kalau sedang pakai toilet atau mandi kelihatan jelas dong? Ya itu pilihan sih. Kalau nyaman dengan kaca menerawang begitu ya silahkan. Apalagi kalau menginap sendiri, siapa yang mau lihat? Hahaha.Tapi kalau tidak nyaman, tenang saja, ada tirai besar yang bisa kita turunkan untuk menutupi semua bagian kaca. Aman kok.

Café with Good Coffee

Nah untuk sarapan, sudah termasuk dalam harga yang kita bayar. Sarapan tersedia di café lantai dasar jam 6.30 hingga 10.00 pagi. Sarapan nya a-la carte dengan menu yang bisa dipilih adalah English Breakfast, Nasi Goreng atau Mie Goreng. Tersedia juga buffet yang menyajikan bubur ayam dan roti dengan beragam selai yang bisa kita makan sepuasnya, sekenyangnya. Menu makanannya kita pilih, begitu juga minumannya yang pilihannya ada susu, jus, teh atau kopi. Kopi nya beneran enak lho dan dibuat oleh barista sungguhan nan handal meracik. Saya suka sekali Cappucino nya. Cobain deh!





Kalau tidak menginap di hotel ini pun, kita tetap bisa mencicipi menu-menu café nya dengan kisaran harga menunya Rp20.000 – 80.000. Masih terjangkau kan ya? Makanya kemarin setelah check out dari hotel, saya memilih untuk duduk manis di café nya sambil minum kopi dan mengerjakan beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan. Cafenya nyaman dengan sofa empuk yang bikin kita betah buat duduk seharian. Apalagi ditambah Wi-Finya yang kencang.



Senang sekali akhirnya kesampaian staycation di hotel unik ini. Dari pengalaman pribadi, hotel ini saya beri rating 9/10. Perjalanan ini makin menyenangkan karena staycation saya kali ini gratis tis tis karena pakai Traveloka.  Loh kok bisa?

Pakai Pointnya!

Ya bisa dong karena saya pakai Traveloka Loyalty Points. Traveloka memang jadi aplikasi andalan saya saat traveling, terutama buat bookingtiket pesawat dan hotel. Misal saja waktu saya membeli tiket dari Medan ke Bandung, setelah transaksi selesai saya mendapatkan 97 points. Nah, karena sesering itu pakai Traveloka App untuk beli tiket pesawat, tiket kereta api dan booking hotel, poin saya sekarang sudah terkumpul 10571 poin atau setara dengan Rp 1.057.100.

Dengan point segitu, tandanya saya sudah bisa me-redeem. Asyikkkkkk! Nah, karena kemarin udah terlalu ngiler untuk menginap di Summerbird Bed & Brasserie, saya pun memutuskan redeem point untuk bookinghotel. Harga kamar yang hanya Rp 400.000an ini ternyata bisa saya bayar semua dengan point, alhasil penginapan ini pun gratis! Eh, kalau kalian mau redeem pembayaran yang melebihi point yang dipunya juga bisa kok. Nantinya point akan jadi potongan harga dalam pembayaran.

Kalau weekend agak susah dapat kamar di Summerbird Bed & Brasserie ini. Syukur masih ada di hari Minggu...

Isi detail data diri lalu pilih ke pembayaran, scroll ke bawah untuk lihat poinnya...

Kalau poinnya lebih banyak daro harga hotelnya, kita nggak perlu bayar lagi alias gratis... Yeaayyy!!!


Teman-teman juga bisa ngumpulin Traveloka point ini asalkan sudah install Traveloka App dan selalu log in tiap kali melakukan transaksi pembelian. Point yang akan didapat beda-beda, semua tergantung dari transaksi apa yang kamu lakukan. Dari pengalaman saya, dengan booking hotel kita bisa dapet lebih banyak point dibanding point yang didapat saat booking tiket pesawat. Kalau mau pointnya lebih cepat terkumpul sih, kamu bisa jadi volunteer untuk booking-in keperluan keluarga saat liburan, hahaha.

Oh iya. Poin yang terkumpul itu masa berlakunya satu tahun. Nah makanya saya harus segera menukarkan poinnya sebelum hangus. Sayang banget kan kalau point yang terkumpul enggak dimanfaatkan. Liburan murah bin gratis kok disia-siakan…….

Caranya redeemnya mudah kok, kita hanya perlu melakukan pembelian seperti biasa dengan memilih maskapai atau hotel apa yang ingin dibeli. Setelah memilih, kita bisa langsung melakukan pembayaran. Cek dulu apakah point kita sudah cukup untuk ditukarkan, kita butuh minimum 2500 point untuk memesan tiket pesawat dan 1000 point untuk booking hotel. Jika memang cukup, pilih “Redeem point” atau “Tukar Poin” saat akan membayar. Setelah proses selesai kita hanya perlu menunggu email konfirmasi dan voucher tiket!

Coba cek dulu gih jumlah point kamu. Siapa tahu kamu belum sadar kalau jumlah Traveloka Point nya sudah banyak dan belum ditukarkan sampai sekarang. Lumayan kan dapat gratisan atau diskon untuk transaksi selanjutnya. Kalau masih kurang jelas soal Traveloka Loyalty Point ini, kamu bisa buka website Traveloka untuk lihat syarat dan ketentuan nya atau tanya jawab langsung di sana.

Staycation di hotel memang bisa dijadikan pilihan saat ingin beristirahat namun tak ingin pergi ke tempat yang terlalu jauh. Nah, Summerbird Bed & Brasserie ini pasti cocok buat teman-teman yang ingin berlibur ke Bandung sekalian photo hunting hotel yang unik. Selamat berlibur yaaaaaa!

Cheers,









Maesa Elephant Camp Chiang Mai, Rumah yang Ramah untuk Gajah

$
0
0


Terekam jelas di ingatan saat saya berkunjung ke Way kambas dua tahun silam. Hati saya teriris miris melihat gajah yang ada di sana dirantai berlima dalam satu iringan dan digerakkan dengan memukul kepalanya dengan gancu. Entahlah apa kondisinya sudah berubah sekarang karea saya berkunjung dua tahun lalu. 

Mungkin kalian bisa mengatakan saya berlebihan namun gajah-gajah di Way Kambas sama sekali tidak terlihat bahagia (dari kacamata saya pribadi). Saat saya ingin berfoto dengan gajah, pawangnya memukul mukul kepala gajah dengan gancu nya agar sang gajah duduk dan mengangkat belalainya. Pembelaannya adalah gajah tidak merasa sakit karena kulit mereka keras. Pukulan seperti itu hanya terasa seperti dicolek katanya. Tapi entah mengapa, memukul ya tetap memukul. Kejam.

Kondisi yang sangat berbeda saat saya mengunjungi Maesa Elephant Camp di Chiang Mai, Thailand. Lokasinya di tengah pegunungan yang bisa ditempuh sekitar 1,5 jam berkendara dari pusat kota Chiang Mai.

Hujan turun cukup deras ketika kami tiba di sana dan waktu itu saya mengira bahwa kami tidak akan jadi mengunjungi gajah-gajah di sana. Mungkin karena hujan mereka semua dimasukkan ke kandangnya. Mungkin kan?

Namun ternyata tak lama setelah kami tiba, hujan mereda. Petugas Maesa menyediakan payung untuk tiap-tiap orang lalu memandu kami ke spot pertama yakni Elephant Nursery di mana induk gajah dan bayi-bayi gajah dirawat. Ya, bayi-bayi gajah memang membutuhkan perhatian khusus dan harus selalu dekat dengan ibunya bukan?

Elephant Nursery ini menjadi tempat favorit saya di Maesa Camp. Tentu saja karena saya bisa melihat bayi-bayi gajah yang menggemaskan. Namun saya baru tahu tidak sembarang orang bisa memegang bayi gajah. Ternyata alasannya adalah kita manusia bisa menularkan penyakit ke bayi gajah karena sistem imun / kekebalan tubuh mereka belum sepenuhnya baik. Jadi kita tidak diperbolehkan untuk terlalu dekat dengan bayi gajah meski betapa menggemaskan pun mereka.  Saat itu kami berlima dan hanya dua orang yang diperbolehkan menyentuh dan bermain dengan Beruntungnya saya punya teman-teman yang baik dan tahu saya suka gajah sehingga mereka memperbolehkan saya bermain sebentar dengan bayi gajah. Waktu itu tak terkatakan senangnya bisa bermain dengan gajah yang menggemaskan.

Bayi gajah yang super menggemaskan! 


Saya peluk-peluk bayi gajah yang gempal itu dan sedikit lupa bahwa meski baru berumur 10 bulan, dia lebih berat dari saya dan jika saya ditindih olehnya pasti sakit juga. Saat hasrat ingin memeluk begitu besar, bayi gajah ini malah senang menyeruduk dan menyemprot lumpur. Kami hanya bisa tertawa-tawa karena memang itulah yang selalu dilakukan bayi, bermain sepanjang waktu hingga lelah, minum susu dan tidur.

Tak berlama-lama di Elephant Nursery, sang pemandu mengajak kami ke area Elephant Show karena pertunjukan akan segera dimulai. Hujan masih mengguyur sehingga semua orang memakai payung di arena semi-outdoor. Ternyata banyak sekali pengunjung yang sudah berkumpul dan memakai jas hujan duduk mengitari arena pertunjukan. Tempat yang tadinya sudah di-reserved untuk kami sudah diduduki turis lain. Kami mengalah dan akhirnya tetap menonton pertunjukan sambil jongkok.



Kekaguman saya terhadap Maesa Elephant Camp dimulai dari pertunjukan ini. Gajah-gajah yang berumur sekitar 15-30 tahun masuk ke arena dengan arahan mahout nya (pawang gajah). Sang mahout berjalan di depan gajah namun ada juga mahout yang menungganginya. Sang mahout berbisik di telinga gajah dan setelahnya sang gajah melakukan atraksi nya, entah itu bermain topi, bermain bola, bermain musik bahkan melukis.

Gajah-gajahnya bermain bola bersama dan bergantian tugas menjadi striker dan kiper.

Kapankah saya bisa melukis sejago gajah?

Gajah-gajah ini juga jago sekali melempar panah untuk memecahkan balon.

Aura nya berbeda sekali, seolah olah yang sedang tampil adalah sepasang kawan, sepasang sahabat yang bisa saling mengerti meski tak menggunakan bahasa yang sama. Tiada suruhan dan paksaan dengan pukulan dan cambukan. Mereka terlihat sangat kompak, mahout yang bermuka ceria dan gajah yang sangat sehat.

Apalagi saat gajah melukis, sang mahout berdiri di sebelahnya sambil menenteng sebuah kotak kecil berisikan ragam kuas dan membantu mencelupkan kuas itu ke dalam cat sebelum si gajah akhirnya menggoreskan kuas itu ke kanvas putih. Hasil lukisan gajah-gajah itu bahkan lebih bagus dari hasil lukisan saya (ya karena saya tidak bisa menggambar hahahaha).

Pengunjung juga diperbolehkan memberi makan gajah dengan membelinya terlebih dahulu. Sepaket pisang dan tebu dihargai 40 baht ( 1 baht = Rp 300 ). Ada satu pondok yang menjual pakannya di dekat area pertunjukan.



Seusai pertunjukan, kami sebenarnya ditawari untuk menaiki gajah alias Elephant Safari namun tak ada yang mau. Yah kami merasa bersalah jika harus membuat sang gajah membawa beban yang berat di punggungnya alias kami. Meski gajah-gajah di Maesa sudah diatur jam kerjanya hanya 4 jam sehari dan juga ditentukan bobot maksimal yang ia bawa di punggungnya, kami tetap merasa tidak enak.

Safari gajah dan gajahnya sekalian membawa makanannya.


Akhirnya kami diajak berkeliling lagi ke lokasi berikutnya yakni Maesa Elephant Care Center yang juga masih bagian dari Maesa Elephant Camp namun khusus untuk gajah-gajah yang sudah lanjut usia dan juga tempat perawatan gajah-gajah yang sakit sekaligus menjadi area pemakaman gajah.

Gajah-gajah yang ada di area ini sudah berumur di atas 45 tahun yang berarti masa produktif nya sudah selesai. Mereka sudah tidak bekerja lagi dan hanya bersantai di dalam kandang dan menunggu mahout membawakan makanannya, rumput, tebu dan pisang.

1 mahout biasanya mendampingi satu ekor gajah. Namun di Maesa satu gajah bisa dijaga beberapa mahout.


Meski terlihatnya sederhana, di Maesa Elephant Camp ini terdapat orang-orang yang bertanggung jawab untuk meracik makanan gajah, memperhatikan dan mengecek kesehatan gajah-gajah lansia itu secara berkala. Ada Veterinarian atau dokter hewan, Master Herbal dan juga Animal Husbandry.

Kami berkeliling sambil membawa dua keranjang berisi pisang yang dijual di Maesa dan memberikannya satu-satu kepada gajah yang ada di sana. Namun, kita tidak diperbolehkan memberikan makanan kepada gajah jika tidak ada mahout yang mendampingi.

Gajah lansia dan mahout yang sudah lansia juga.


Tak disangka setelah lebh 30 tahun lebih, 4 gajah yang dulunya dipinjam dari suku Karen, sudah berkembang menjadi keluarga gajah yang besar. Empat gajah pertama sudah tiada dan dimakamkan di pekuburan gajah yang masih berada di area Maesa Elephant Camp. Di atas tanah terdapat nisan dari kayu yang bertuliskan nama si gajah, tanggal lahir dan tanggal berpulangnya.

Jika tinggal lebih lama saya ingin sekali mendengar banyak cerita dari mahout-mahout di Maesa Elephant Camp karena mereka pasti punya banyak sekali cerita menarik tentang pengalaman mereka menjaga gajah. Biasanya satu mahout menjaga satu ekor gajah namun di Maesa, satu gajah bisa dijaga beberapa mahout. Jadi menyenangkan sekali mengetahui bahwa sumber daya manusia nya sangat lebih dari cukup dan tak ada satu pun gajah yang terbengkalai.

Feel the love, spread the love to the animals... Ingatlah gajah itu makhluk yang pintar dan perasa... (Photo by : @yukianggia )


Nah, tadi sudah cerita tentang Maesa Elephant Camp dan sekarang saya mau berbagi sepuluh fakta tentang gajah ;

1.    Gajah yang baru lahir bobotnya bisa mencapai 75 -100 kilogram sedangkan gajah dewasa bobotnya bisa mencapai 5 ton.
2.   Gajah adalah binatang yang perasa dan sangat pintar serta pengingat yang baik. Dia bisa dengan sangat cepat mengidentifikasi orang-orang yang berniat jahat kepadanya atau kepada gajah lainnya.
3.     Nafsu makan gajah sangat besar sehingga dalam satu hari dia bisa memakan 250 kilogram tumbuhan dan minum 80 liter air.
4.     Gajah adalah hewan sosialis dan tinggal dalam grup. Jarang sekali ada gajah yang hidup sendirian.
5.     Gajah itu buta warna namun mahir melukis. Wah kok bisa ya!
6.   Belalai gajah terdiri dari ribuan otot dan belalainya tidak pernah berhenti bergerak kecuali saat dia sedang tidur.
7. Gajah punya bulu mata yang panjang dan kelopak yang berkerut-kerut sehingga membuat penglihatannya terbatas dan gajah tidak bisa menoleh terlalu banyak.
8.     Meski berat bobotnya, gajah bisa duduk dan melipat kaki layaknya manusia lho.
9.  Gading gajah bobotnya bisa mencapai 5 kilogram satunya, jadi dua gadingnya bisa berbobot 10 kilogram.
10.Gajah sangat suka mengobrol dengan teman-temannya dan memiliki 30 ragam suara yang tentunya hanya dimengerti oleh gajah. Hahaha.

Nah, kalau teman teman mau mengunjungi Maesa Elephant Camp bisa langsung datang ke sana dan lihat sendiri betapa gajah-gajah di sana cerah ceria dan ditemani mahout yang ramah. Bisa juga cek website Maesa Elephant Camp buat info lengkapnya ya.

Patty @patrishiela senang sekali bisa memberi makan pisang untuk gajah-gajah di Maesa. 


Cheers,



Menanti Matahari Pagi di Puncak Gunung Sibayak

$
0
0

Tas kecil berisi coklat, botol air minum, headlamp dan kamera sudah disandang. Tiga lapis baju dan jaket sudah dipakai, sepatu gunung sudah melekat di kaki, terikat simpulnya dengan baik. Kupluk merah kesukaan sudah menutupi kepala dan terasa hangat. Saya lirik jam yang menunjukkan hampir pukul tiga pagi.

Udara Berastagi tidak sedingin yang saya kira pagi itu atau mungkin karena saya sudah mengenakan pakaian hangat hingga saya tidak merasakan lagi dingin yang menusuk kulit. Kami semua (saya dan teman-teman dari #LastPlaceOnEarthChallenge ) sudah berkumpul di lobby hotel untuk bersiap berangkat ke Gunung Sibayak (2094 mdpl) yang tidak terlalu jauh dari hotel tempat kami menginap.

Perjalanan selama kurang lebih 40 menit saya manfaatkan untuk tidur-tidur ayam. Semua juga melakukan yang sama hingga tak ada bunyi apa pun yang terdengar selain suara mesin mobil yang melaju. Hingga di tengah perjalanan kami menjemput dua orang lagi yang akan ikut naik bersama kami ke Gunung Sibayak yang notabene adalah local guide kami, Pak Sitepu dan anaknya, Roy Sitepu.

Mobil elf yang kami tumpangi diparkirkan di parkiran mobil yang cukup jauh dari pintu masuk pendakian. Sebenarnya lebih enak datang ke Gunung Sibayak dengan menaiki sepeda motor karena bisa naik sampai ke pintu masuk pendakian dan menghemat 30 menit untuk berjalan dari parkiran mobil. Oh tentu saja jalannya menanjak jadi ya persiapan fisik harus baik ya sebelum mendaki Gunung Sibayak.

Local guide sudah membayar biaya pendakian masuk Gunung Sibayak yakni Rp 5000,- per orang. Ia juga membawa bolu pandan dan pisang serta air mineral untuk perbekalan kami. Tak ada termos berisi kopi dan teh hangat atau trangia untuk menjerang air panas nanti di puncak. Ah, kan mendakinya tidak terlalu jauh, jadi air mineral saja cukuplah, batin saya waktu itu.

Kami mulai berjalan pelan, menyesuaikan ritme. Memang disarankan untuk berjalan pelan-pelan dulu agar tubuh kita bisa menyesuaikan dengan ketinggian daerah tersebut sekaligus 'mengumpulkan nyawa' karena baru bangun dari tidur.

Ada 3 jalur pendakian ke Gunung Sibayak yakni jalur Desa Semangat Gunung, jalur Desa Jarang Uda dan jalur yang paling menantang dari semuanya yakni Jalur 54 yang membutuhkan lima jam pendakian menuju puncak dan melewati vegetasi hutan lebat. Rombongan kami memilih jalur yang paling singkat dari semuanya yakni jalur Semangat Gunung.



Jika mendaki dari jalur yang kami pilih, dari pintu masuk pendakian hingga puncak Gunung Sibayak membutuhkan waktu sekitar 1 jam sehingga bisa saja mendaki gunung ini tek-tok tanpa harus mendirikan camp. Tapi tentu saja, sensasi camp itu bikin naik gunung lebih terasa ya?

Gunung Sibayak adalah stratovolcano yang masih aktif hingga sekarang sehingga di kita akan melewati jalur di mana bau belerang menguar cukup kuat. Jadi pastikan kamu memakai buff untuk menutupi bau belerang yang menyengat.

“itu yang ada lampu-lampu itu puncaknya” ujar Pak Sitepu sambil menunjuk ke satu arah yang terlihat berkerlip.

“Wah, sudah dekat ya ternyata Pak”, ujar saya.

Dan memang tak berapa lama kami sudah sampai di spot di mana terdapat beberapa pendaki berkumpul, bersiap menanti matahari terbit. Kami tiba di puncak sekitar pukul setengah enam pagi dan itu artinya harus menunggu sekitar setengah jam lagi untuk menikmati sunrise.

Awalnya saya mengira tempat banyak pendaki berdiri itu adalah puncaknya, ternyata bukan. Puncaknya ada di titi satu lagi yang disebut dengan nama “Takal Kuda” yang dalam bahasa lokal berarti kepala kuda. Setelah hari cukup terang, saya mengerti kenapa masyarakat lokal menamainya seperti itu karena memang terlihat seperti kepala kuda. 

Saya mengeluarkan cokelat dari dalam tas dan menikmatinya sambil duduk di atas bongkahan batu besar. Seketika angin kencang datang dan kabut menyelimuti seluruh pandangan kami. Kerlap kerlip lampu kota Brastagi dan Kabanjahe, kini tak terlihat lagi.



Saya sedikit kecewa karena itu artinya kami kurang beruntung untuk mendapatkan pemandangan matahari terbit pagi itu karena Gunung Sibayak dilingkupi kabut yang tebal.

Namun, semesta ternyata berkata lain.

Menjelang pukul enam, segaris warna jingga tampak di ujung mata. Kabut mulai menipis sedikit demi sedikit hingga akhirnya cahaya keemasan terasa silau di mata dan cahaya hangatnya membelai pipi.

Semesta sungguh baik.

Menikmati matahari pagi di Gunung Sibayak. Di ujung sana lah puncak yang namanya "Takal Kuda".





Tentu saya tidak mau menyia-nyiakan waktu dan mengabadikan momen matahari terbit di Gunung Sibayak. Namun momen yang hangat dan menyenangkan itu hanya berlangsung sebentar saja karena kabut kembali menyelimuti pemandangan. Saya dan tim #LastPlaceOnEarthChallenge menyempatkan diri berfoto bersama sebelum berjalan turun.

Sean dan Roy Sitepu

Crazy girls on mountain. Satya - Princess Sher - Mil - Angie

Garry - Princess Sher - Angie - Brendan - Mil - Satya - Sean

Pak Sitepu mengajak kami menyambangi kawah sebentar sebelum kembali pulang ke Berastagi. Kepulan asap belerang membumbung tinggi membuat Gunung Sibayak terlihat gagah sekali. Pemandangan dan bentang alamnya mirip dengan Gunung Papandayan di Jawa Barat.







Area kawah Gunung Sibayak adalah spot yang paling sering dijadikan tempat mendirikan tenda karena cerukan itu melindungi camp dari angin kencang. Hanya sedikit bising karena suara deru belerang yang keluar dari cerobong bumi.

Satu yang saya sayangkan adalah masih banyak sampah di jalur pendakian Gunung Sibayak.

Pak Sitepu yang saya ajak berbincang tentang sampah ini juga menyayangkan perilaku pendaki yang tidak mau membawa sampahnya turun.

“Padahal baru minggu lalu kami melakukan operasi semut di sini bersama pemandu gunung yang lain dan anak-anak muda setempat. Sekarang sudah ada lagi sampahnya”, ujarnya sambil menghela nafas panjang.

Sampah yang kami bawa turun dari Gunung Sibayak


Saya tidak membawa trash bag jadi sampah-sampah yang saya temukan di jalur turun saya kantongi terlebih dahulu dan digenggam di tangan. Hingga Pak Sitepu menemukan satu kantong plastik yang cukup besar yang kami pakai untuk memungut sampah lebih banyak.

Apa ya susahnya membawa turun sampah sendiri? Kan sampah itu ringan, tidak akan menjadi beban dan memberatkan langkahmu di perjalanan. Iya kan? Janganlah enteng membuang sampah di gunung dan berpikir ada orang lain yang akan membersihkan dan membawanya turun. Ayolah teman-teman, jadilah pendaki yang bertanggung jawab ya.

Saat perjalanan turun dengan penuh sampah di tangan, saya masih bisa menikmati perjalanan dengan melihat Gunung Sinabung yang berdiri megah dan agung di kejauhan. Ia belum berhenti “batuk” hingga saat ini padahal sudah beberapa tahun berlalu.

Bisakah kau lihat Gunung Sinabung di kejauhan?


Sekitar pukul delapan kami sudah tiba lagi di parkiran mobil dan kembali ke hotel untuk bersiap melanjutkan perjalanan ke Aceh.


Sampai jumpa lagi, Gunung Sibayak! Mejuah-juah!


Tips Mendaki Gunung Sibayak :


1. Jika ingin mendirikan camp, bawalah perlengkapan yang baik, bawa tenda, sleeping bag, alat masak dll. Tidak ada sumber air jadi persiapkan persediaan air yang cukup ya.

2. Jika hanya ingin mendaki untuk melihat matahari terbit, bisa mulai mendaki pukul empat pagi. Sunrise di puncak Gunung Sibayak biasanya pukul 06.00 WIB. Bawalah daypack yang berisi air mineral, cemilan dan kebutuhan pribadi yang kamu anggap penting.

3. Pakailah pakaian mendaki yang baik. Kalau bisa hindarilah mendaki pakai sandal jepit karena akan membahayakan kaki. Meski jalur Gunung Sibayak tergolong singkat, ingat, jangan pernah menyepelekan alam.

4. Agar dekat dengan pintu pendakian Gunung Sibayak, bisa memilih penginapan di sekitar Kota Berastagi. Dari kota Berastagi, butuh waktu sekitar 45 menit untuk sampai di pintu masuk Sibayak. Tidak ada angkutan umum saat subuh jadi lebih baik menyewa kendaraan pribadi entah motor atau mobil.

5. Ingatlah untuk selalu membawa turun semua sampah logistik yang kamu bawa ya. Be a responsible traveler!

Cheers,



Pulau Diyonumo, Pulau Cantik Berpenghuni Kucing di Gorontalo

$
0
0

Eh? Masa iya ada pulau kosong yang dihuni kucing?

Ada. Serius ada. Itu mengapa saya ingin berbagi cerita dengan kalian tentang pulau unik yang baru saya sambangi beberapa waktu lalu. Berawal dari ajakan sahabat saya, Yusni, yang memberi racun foto-foto bagus yang ia ambil di pulau itu, saya pun tertarik untuk menyambangi Pulau Diyonumo.

Butuh sekitar 2 jam perjalanan darat dari pusat kota Gorontalo ke Gorontalo Utara tepatnya di Desa Deme. Cuaca mendung di pagi hari sempat membuat kami sedikit kecewa karena tentunya kami ingin membuat dokumentasi dengan langit biru cerah sebagai latar belakangnya. Eh, semakin siang dan dekat dengan tujuan, semesta memberkati kami dan langit kelabu hilang berganti biru seketika. Yeaaaayyy!

Bersama dengan Ari dan Yusni, kami bertiga berencana menghabiskan waktu seharian di Pulau Diyonumo. Kami sudah membawa pakaian renang, alat snorkeling, air bed dan hammock untuk bekal kami bersantai di pantai. Kami bawalah alat-alat itu semua naik ke atas kapal kecil yang akan mengantarkan kami ke pulau.

“Kalau 3 orang kasih 20 ribu saja masing-masing buat pulang pergi”, kata bapak empunya perahu. Ya karena kami datang di hari biasa, jadi kami tidak menjumpai orang lain yang bisa diajak share cost. Ya tapi dua puluh ribu tidaklah mahal dan kami sangat senang karena hari itu Pulau Diyonumo seolah-olah menjadi pulau private untuk kami bertiga saja.

“Nanti di pulau ada warung nggak Pak?” tanya Ari pada bapak perahu.

“Iya ada, jual mie, jual kelapa, jual air ada” jawab si Bapak.

Wah amanlah kalau begitu, pikir kami. Karena berangkat terburu-buru dari Gorontalo karena takut kesiangan, kami tidak membawa banyak cemilan. Kami hanya membawa bekal 1 botol air mineral 1,5 Liter dan 2 bungkus biskuit. Kalau tidak cukup kan bisa beli makan di warung di pantai. Begitu rencananya.

Eh ternyata saat kami tiba, pulaunya kosong dan semua warung tutup. Hahahahaha. Pupuslah sudah angan-angan minum air kelapa di tepi pantai karena tidak ada yang bisa memanjat pohon kelapanya. Itu juga berarti kami harus menghemat perbekalan. Harus hemat minum air, hemat makanan sampai nanti kembali pulang.

Ya sudah. Kami sudah kepalang ada di pulau dan Yusni mengajak kami segera naik ke bukit karena cuaca tidak terlalu panas dan pas untuk menanjak ke atas.

Saat itulah saya mendengar suara anak kucing mengeong-ngeong. Kucing kecil berbulu abu-abu mendatangi saya dan membiarkan saya mengelus-ngelus lehernya. Duh gemasnyaaaaa….

Kucing kecil itu mengikuti saya berjalan menuju ke bukit. Lalu muncul lagi satu kucing hitam dan kucing lucu dengan bulu belang tiga. Wah, ternyata ada banyak kucing di pulau ini. Padahal tak ada sama sekali orang yang menghuni Pulau Diyonumo. Lantas, kucing-kucing ini makan apa atau diberi makan oleh siapa coba?




Hmmmm. Mungkin mereka mendapat makanan dari wisatawan yang datang ke pulau ini saat akhir pekan. Lalu apakah mereka puasa saat hari-hari biasa? Entahlah.

Kucing-kucing di sana terlihat sehat dan sangat gembira bertemu manusia. Saat kami berjalan menanjaki bukit, kucing-kucing ini ikut sambil meloncat-loncat. Di pertengahan jalan, kucing yang paling kecil mulai terlihat kepayahan naik ke gundukan tanah yang cukup tinggi itu. Akhirnya saya taruh di pundak dan dia dengan anteng mencari posisi enak tanpa meronta. Ya enak lah mendaki kalau digendong ya. Saya juga mau. Hahaahha…

Begitu tiba di puncak bukit, matahari bersinar dengan penuh semangat alias panas luar biasa. Tak ada pohon besar untuk bernaung sehingga kami mencari tempat berlindung di bawah bayangan semak-semak yang cukup tinggi. Kucing-kucing juga merasa sangat kepanasan mencari spot adem untuk berlindung. Di manakah spot adem mereka?

Di selangkangan kaki kami. Hahahaha…

Meski kepanasan, kami tak mau menyia-nyiakan langit cerah dan segera membidik pemandangan cantik yang kami lihat dari puncak bukit. Meski peluh terus mengalir di balik pakaian kami, kami lebih terfokus untuk membuat dokumentasi bagus dan minum air sedikit-sedikit agar tak cepat habis. Kami hanya berharap kami bertiga tidak dehidrasi dan tidak terbakar kulitnya (makanya pakai sunblock ya!).

Yusni mengeluarkan dronedan bersiap untuk menerbangkannya. Wah, dengan bukit hijau dan pantai biru serta pohon kelapa di sekitarnya, pemandangan dari atas pasti sangat cantik.



Saat baling-baling dronenya berputar kencang dan bersiap terbang, saya yang sedang asyik mengelus kucing-kucing itu terkejut karena si kucing kecil tiba-tiba mencakar tangan saya. Mungkin dia terkaget dengan bunyi dronedan kibasan angin baling-balingnya dan tangan saya yang jadi korban kekagetannya.

Saya kaget karena cakaran yang dibuat oleh anak kucing itu membuat luka yang cukup dalam di jari saya dan seketika tangan saya berlumuran darah segar yang mengalir cukup deras. Yusni dan Ari panik melihat tangan saya dan bingung harus berbuat apa.

Namun  terluka berdarah sudah menjadi makanan sehari-hari saya yang senang main ke gunung dan laut ini. Saya membasuh luka saya dengan air (dengan meminta ijin dulu pada Yusni dan Ari karena itu artinya jatah air kami berkurang sedikit) lalu meminta tolong Yusni untuk mengambilkan kotak P3K di dalam tas saya. Yusni menyodorkan botol kuning yang saya minta, Betadine Dry Powder Spray.

Saya kocok dulu botolnya lalu menyemprotkan Betadine Dry Powder Spray dari jarak 15 cm. Nyessss… lapisan tipis berwarna oranye langsung menutup luka saya dan rasanya dingin. Jari saya berhenti mengeluarkan darah dan tiada lagi rasa sakit yang terasa. Saya menatap kucing kecil itu yang ketakutan dan bersembunyi di kaki saya.  Ah, mana bisa saya marah pada makhluk kecil itu meski sudah mencakar saya hingga berdarah. Ya namanya juga anak-anak.

Yusni dan Ari sempat heran dan bertanya kenapa saya selalu membawa kotak P3K kemana-mana. Ya, karena kita harus ingat bahwa kecelakaan kecil bisa terjadi di mana saja dan kapan saja kan? Jadi ada baiknya kita berjaga-jaga dengan membawa kotak P3K.

Minimal saat kita terluka, untuk mencegah infeksi, hal pertama yang harus kita lakukan adalah membersihkan luka dengan cairan antiseptik. Saya biasanya membawa Betadine cair versi botol kecil yang warnanya kuning karena simple untuk dibawa traveling. Tapi sekarang saya lebih suka membawa Betadine Dry Powder Spray.




Betadine Dry Powder Spray adalah obat antiseptik praktis yang mengandung Providone-Iodine 2,5% yang bisa membunuh kuman penyebab infeksi tanpa harus menyentuh luka. Pemakaiannya memang praktis karena tinggal disemprot saja. Enaknya lagi, Betadine Dry Powder Spray ini punya cooling effect jadi nggak terasa perih sama sekali ketika disemprotkan ke luka.



Syukurlah ada Betadine yaa jadi insiden cakar kucing itu bisa teratasi dengan baik. Tentu cerita dicakar kucing di Pulau Diyonumo ini akan selalu saya kenang. Pastinya saya juga merindukan kucing-kucing lucu yang jadi penghuni pulau itu. 

Anyway, Betadine mau mengajak kamu jalan-jalan ke Manchester gratis lho! Caranya?

Ikut games “Be Prepared and Play” di microsite ini, lalu mainkan gamesdengan memilih barang yang benar sesuai dengan tempat tujuan di tiap levelnya. Kumpulkan poin sebanyak-banyaknya dan dua orang dengan poin terbanyak akan memenangkan hadiah utama jalan-jalan ke Manchester, UK! Asyiknya lagi, setiap pemenang bisa mengajak satu orang teman untuk diajak jalan-jalan ke sana. Ya ampun seru banget kan?



Kompetisi ini berlangsung hingga 22 Oktober 2017. Jadi jangan sampai ketinggalan ya! Good luck!

Cheers,






Stingless Jellyfish di Togean, Kencan Tak Bersuara dengan Ubur-Ubur Peka

$
0
0
 


“Di sisi sana sudah ada kapal yang berlabuh dan jembatannya sudah rubuh. Jadi kapal kita sandar di sini dan kita menyeberang bukit itu ya” ujar Ferry begitu kapal kayu kecil kami berlabuh di pantai kecil bernama Pantai Karina.

Memang biasanya ada dermaga khusus untuk menyambangi danau ubur-ubur tak menyengat (Stingless Jellyfish) atau dikenal juga dengan nama Danau Mariona. Namun dermaganya rusak sehingga kapal sulit berlabuh dan wisatawan harus berenang dulu ke pantai yang jaraknya lumayan.

Jadi, Ferry, local guide kami, memutuskan untuk berlabuh di pantai landai di seberang danau dan mengajak kami mendaki bukit kecil untuk menuju ke danau ubur-ubur. Tidak terlalu jauh kok, hanya sekitar 15 menit berjalan mendaki dan menuruni bukit. Disarankan untuk mengenakan alas kaki karena jalurnya dipenuhi batu tajam. Berjalanlah pelan dan hati-hati agar tidak terpeleset. 

Begitu tiba di atas danau, kami melihat tidak hanya dermaga yang rubuh, ternyata pondokan di danau Ubur-Ubur nya juga rubuh. Pondok beratap merah itu rata dengan permukaan jembatan. Menurut penuturan Ferry, penyebabnya adalah angin badai kencang yang melanda beberapa waktu silam. Ya, kalau di pulau kecil, kondisi alam memang tidak pernah terduga. Semoga dermaga dan pondok akan diperbaiki segera. Maaf ya foto pondok rubuhnya nggak ada, cuma sempat foto danau saja kemarin.



Danau kecil berwarna hijau itu bersebelahan tepat dengan laut sehingga airnya payau. Dari permukaan ubur-uburnya tidak kelihatan sehingga kita harus berenang di danau. Namun ada beberapa hal yang harus kita perhatikan saat akan berenang di danau ubur-ubur ini.

1.   Jangan mengenakan tabir surya / sunblock.Kenapa? Karena sunblock mengandung bahan kimia yang akan menjadi racun bagi ubur-ubur. Karena ubur-ubur tak menyengat ini sudah mengandung zat dalam tubuhnya yang membuat dia tidak menyengat. Nah, jika kita menggunakan sunblock, artinya kita menginjeksikan bahan kimia yang mungkin berdampak menjadi racun dan mengakibatkan kematian untuk ubur-ubur. Atau, karena zat kimia itu, ubur-ubur ini bisa mengeluarkan lagi sengatnya.

2.     Jangan menggunakan kaki katak saat berenang di danau. Kenapa? Karena kepakan yang kita buat saat menggunakan fin / kaki katak, bisa melukai ubur-ubur yang lunak itu. Bayangin kalau kamu lagi berenang senang dan tenang, tahu-tahu kamu ditampar dan ditonjok sama orang yang tak kamu kenal. Sakit kan? Kesel kan? Nah, begitulah yang dirasakan ubur-ubur juga.

3.    Berenanglah dengan tenang dan tidak meloncat ke danau pakai gaya salto atau gaya batu. Kenapa? Karena dentuman saat kamu jatuh ke air itu sangat besar dan bisa melukai ubur-ubur. Jadi turunlah ke air dengan pelan sehingga ubur-uburnya juga tidak “tertimpa” badan kita.

4. Jangan menyentuh,  meremas ubur-ubur, mengangkatnya keluar dari air dan melemparnya. Kenapa? Karena ubur-ubur itu juga makhluk hidup, bukan mainan squishy, meski sama-sama kenyal dan menggemaskan. Danau itu adalah rumah mereka dan kita adalah tamu pendatang. Bersikaplah sopan kepada sang empunya rumah ya. Kalau tak sengaja bersentuhan dengan ubur-uburnya ya tidak apa asal jangan menyakitinya ya.

Mungkin itu yang bisa saya sarankan dan semoga teman-teman yang nantinya mau berenang dengan ubur-ubur tak menyengat ini sudah mengerti betul. Semoga berguna ya informasinya.




Waktu saya tiba di danau ubur-ubur itu waktu sudah hampir tengah hari. Waktu terbaik sebenarnya saat pagi hari di mana banyak ubur-ubur akan berenang di sekitaran permukaan. Saya turun dari pinggir danau dan berenang ke bagian tengah. Visibility bagus karena matahari sedang bersinar cerah dan saya bisa melihat banyak ubur-ubur sedang berenang bebas. Ada yang berwarna kuning dengan tentakel besar, ada yang berwarna putih biru dan ada yang transparan. Semuanya tak menyengat. Posisi saya berenang agak sedikit jauh dari Ferry, Elen, Ika dana Mamat yang menjadi teman perjalanan saya. Mereka masih asyik di pinggiran danau sehingga saya sendirian saja di bagian tengah.



Rasanya menakjubkan bisa berenang dikelilingi oleh begitu banyak ubur-ubur. Kemarin itu kali pertama saya bertemu dengan ubur-ubur tak menyengat. Di Indonesia sendiri ada beberapa spot danau dengan stingless jellyfish. Sebut saja Danau Kakaban di Kalimantan Timur, Danau Lenmakana di Misool, Raja Ampat. Namun kemarin saya juga diberitahu bahwa di Muna, Sulawesi Tengah juga ada namun saya belum melihat fotonya.




Saya diam tak bergerak, mengapung, mengamati semua ubur-ubur yang berenang di sekitaran saya. Seseklai mereka berenang menyentuh kulit saya. Lembut sekali. Saya tak mau banyak bergerak karena takut melukai ubur-uburnya. Saya menikmati kencan tanpa bersuara dengan makhluk lembut yang super peka. Jika mereka bisa bicara, mereka ingin bilang apa ya?

Catatan Kecil :

1.     Untuk ke Togean, saya terbang dari Jakarta – Gorontalo dan memilih @wk_travelagency yang mengurusi perjalanan saya ke Togean. Psst, service mereka oke dan tidak mahal kok. Ini kontaknya ya : +62-813-4227-5551. You may contact them to arrange your trip to Togean.

2.     Dari Gorontalo, naik kapal 12 jam (jadwalnya hanya hari Selasa dan Jumat) ke Wakai dan dilanjutkan naik kapal kecil sekitar setengah jam ke Pulau Kadidiri, tepatnya di Kadidiri Paradise Resort.

3.   Tidak ada sinyal di Kadidiri jadi nikmatilah waktu liburan yang benar-benar liburan tanpa ada sinyal ya! Di Wakai ada sinyal namun hanya 2G dan hanya provider Telkomsel yang ada jaringannya di sana.

Cheers,





Ode dari Ketambe, Menyambangi Orangutan di Leuser Ecosytem

$
0
0

Sepiring pancake bertabur buah-buahan segar sudah mendarat dengan aman di dalam perut yang semalaman keroncongan. Carrier merah muda kesayangan sudah siap disandang masuk hutan. Cicit burung nan merdu jadi nyanyian pengawal hari yang cerah menyenangkan. Rasanya lebih dari sekedar menyenangkan karena saya dan delapan teman, tim #LastPlaceOnEarthChallenge akan masuk ke jantungnya Leuser Ecosystem Aceh untuk bertemu langsung dengan orangutan dan teman-temannya.

“Sebelum mulai trekking ke hutan, kita mau ke pos dulu ya, katanya ada beberapa orangutan di sana”, ujar Bang Zul, local guide kami di Ketambe.

Bang Zul, local guide kami di Ketambe...

Hati saya deg-degan serasa akan kencan pertama kali. Iya bisa dikatakan begitu karena saya akan bertemu, melihat, berkencan langsung dengan orangutan di rumahnya, hutan rimba.

Trekking ke Ketambe ini jadi pemanasan sebelum kami melakukan pendakian 6 hari ke Gunung Kemiri, yang juga masih dalam satu kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Tujuannya ingin melihat Orangutan, Macaca / monkey, gibbon, flora dan fauna yang ada di jantungnya Aceh. Tapi harus diingat, bahwa tidak ada yang bisa memastikan di mana dan jam berapa kita bisa melihat hewan-hewan itu karena mereka liar dan tidak menyukai kehadiran manusia. Begitu mendengar suara manusia sedikit saja mereka sudah langsung kabur.

Garry, ketua ekspedisi ini, sudah memberitahu kami di awal bahwa ketika melihat hewan-hewan liar, sebaiknya tidak mengeluarkan suara sedikit pun, seberapa pun girangnya kita. Bahkan jalan harus mengendap-ngendap agar suara langkah kaki kita tidak terdengar oleh mereka. Selayaknya memasuki rumah orang lain, kita harus sopan kan?

Garry Sundin, our trip leader from Orangutan Odysseys

Dengan langkah pelan kami menuju salah satu lokasi yang katanya sedang menjadi tempat favorit orangutan berkumpul belakangan. Ternyata pohon itu sedang berbuah hingga beberapa orangutan memutuskan untuk berdiam dan jadilah mereka bersarang di pohon besar itu sementara waktu. Ada sekitar 5 orangutan yang kami temui. Sebagian dari mereka sedang asyik berayun di antara ranting pohon dan mengunyah daun serta buah. Sebagian lagi masih asyik tidur di dalam sarangnya. Pohonnya besar sekali sehingga kami tidak bisa melihat dari dekat. Hanya Adam dan Sean yang membawa lensa kamera tele yang mengabadikan orangutan itu secara close-up.


Orangutan nya melihat kami yang menatap dia dengan gembira dan dibalas dengan tatapan seperti itu...



Ketika sudah dirasa cukup mengabadikan orangutan di lokasi pertama, Garry mengajak kami untuk bergerak masuk ke dalam hutan Ketambe. Pintu masuk ke hutannya ada di tepi jalan dan tidak ada plang apa pun yang menjadi penanda bahwa itu pintu. Selain Bang Zul, ada Bang Sam dan Bang Is yang mendampingi ekspedisi kami.

“Satya capek nggak? Mau dibawakan tasnya?” tanya Bang Zul setelah setengah jam pendakian dimulai. Jalurnya sangat menanjak sehingga saya basah bermandikan keringat karena membawa beban yang lumayan berat di punggung. Saking basahnya saya terlihat seperti habis mandi. Mungkin karena melihat itu Bang Zul merasa kasihan dan menawarkan bantuan.

“Nggak apa-apa Bang Zul. Sudah biasa berkeringat deras begini setiap naik gunung. Sekalian latihan bawa beban nih sebelum ke Gunung Kemiri” ujar saya sambil terkekeh. Tubuh kita memang butuh adaptasi dulu saat akan naik gunung. Bagian terberat saat naik gunung adalah 3 jam pertama, apalagi kalau sudah disuguhi tanjakan dari awal pintu masuk. Tubuh kita kan butuh beradaptasi dulu ya jadi ada baiknya berjalan dengan ritme pelan tapi pasti.

Setiap setengah jam / satu jam kami berhenti untuk beristhirahat sekitar 10 menit. Kami manfaatkan waktu isthirahat itu untuk minum dan menyantap makanan ringan yang kami bawa. Tentu tak lupa foto-foto dengan pohon dan lumut cantik dalam hutan. Saya sangat menikmati ekspresi teman-teman dari Australia ketika melihat sesuatu, entah itu pohon, daun, bunga, lumut yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.

Ayo, ada yang tahu ini hewan apa?

Di tengah perjalanan kami juga menjumpai akar-akar gantung yang panjang dan cukup kuat untuk kami jadikan ayunan. Tentu saja sangat menyenangkan bisa berayun-ayun ala Tarzan dengan akar-akar itu. Semuanya tertawa gembira dan sejenak lupa rasa pegal di kaki karena sudah berjalan untuk waktu yang cukup lama.


Local Tarzan, Bang Sam, happily swing among the trees....

Angie also looks so happy swinging around...

Setelah dirasa cukup bermain-main, kami meneruskan perjalanan dan tak berapa lama kami mendengar gemerisik dedaunan. Secara reflek kami melangkah berjinjit, sebisa mungkin tidak menimbulkan bunyi. Kami percaya itu adalah orangutan yang sedang bergelayut di pepohonan.

Ternyata benar.

Tak berapa lama, satu orangutan betina dan anak orangutan yang berusia sekitar 2 tahun bergelayutan di dahan-dahan pohon, tepat di atas kepala kami. Mama Orangutan sempat berhenti sejenak dan melihat kami, begitu dekat. Kami terdiam namun membidik lensa kepadanya. Saya terduduk di tanah dan air mata menetes di mata saya. Tentu itu adalah air mata bahagia. Dengan perasaan puas bahagia, kami melanjutkan perjalanan ke camp tempat kami akan isthirahat makan siang dan juga beristhirahat sebelum eksplorasi Ketambe lagi keesokan harinya.

Mama orangutan and the baby <3


Camp kami didirikan tepat di tepian sungai namun tetap aman meski air sungai bisa naik pasang. Tim guide dan porter selain Bang Zul, Bang Is dan Bang Sam sudah ada di sana sedang memasak dan menyiapkan tenda serta makan siang. Sambil menunggu, kami semua diperbolehkan menikmati free time yang tentunya kami pergunakan untuk mandi di sungai. Menyegarkan rasanya bisa berendam di air sungai yang dingin setelah hampir setengah hari berjalan kaki.


Across the river was fun!


Our river camp...

Lusi & Bang koki kita yang memasak makanan selama 2 minggu ekspedisi LPOEC


Sehabis berenang di sungai, terbitlah lapar sehingga kami menyantap makan siang kami dengan sangat lahap. Saya bahkan sampai menambah nasi hingga dua piring. Energi kembali terisi penuh dan kami siap berjalan lagi. Rencananya kami hanya akan berjalan selama dua jam, mengeksplorasi Ketambe dan berharap bisa bertemu orangutan lagi. Sayang kami tidak terlalu beruntung sore itu, namun tidak kecewa juga karena kami sudah menjumpai 7 orangutan.

Menjumpai 7 orangutan di habitatnya dalam satu hari tentu tidak bisa hanya dibilang beruntung. Sangatlah beruntung namanya. Ya kan?

Di hari kedua kami mengeksplorasi Ketambe, target kami adalah menjumpai Hornbill & Gibbon yang bisa dijumpai di pagi hari saat mereka berjemur di pucuk-pucuk pohon. Kami mulai berjalan jam 7 pagi dan mengikuti bunyi-bunyian Gibbon yang sangat khas. Pastinya ada banyak sekali Gibbon di Ketambe jika mendengar betapa gaduhnya suara mereka di pagi hari.

Namun sayangnya Gibbon menyukai pohon-pohon yang sangat tinggi sehingga sangat susah melihat mereka dari jarak dekat. Harus bawa binocular sendiri atau pakai lensa tele yang bisa menangkap gerakan mereka yang cepat. Saya tidak memiliki kedua-duanya, sehingga saya hanya mendongak, melihat titik-titik kecil berwarna abu-abu di puncak pohon. Namun saya sangat menikmati suara mereka yang begitu merdu di telinga. Bunyinya bersahut-sahutan seperti rumpi pagi yang seru. Saya mau ikutan tapi nggak mengeti bahasanya. Bagaimana dong? Hehehehe…

Dalam perjalanan ke Ketambe ini, kami juga dimanjakan dengan berendam di “kolam” air panas. Sebenarnya bukan kolam secara harafiah, melainkan sungai yang dialiri air panas dan air dingin yang menjadikan ada beberapa titik kolam yang bisa dijadikan tempat berendam. Meski hanya diberi waktu 30 menit untuk berendam karena harus kembali ke camp untuk makan siang. Tanpa babibu, saya buka baju dan langsung berendam.

Aih Mak enak betul!

Sumber air panas yang mengalir bersamaan dengan air dingin sungai sehingga menjadi air hangat...

Left - Right : Princess Sher, Mil, Angie, me, Brendan


Segala rasa pegal di paha, telapak kaki, pundak, punggung, hilang tak terasa lagi. 30 menit itu terasa sebentar sekali padahal saya masih ingin berendam. Tapi kalau berlama-lama nanti saya ditinggal sendirian di hutan. Bergegaslah kami berpakaian dan mengenakan sepatu, bersiap berjalan lagi.

Begitu tiba di camp, makan siang sedang disiapkan dan kami masih punya waktu untuk berenang sebentar di sungai sambil mengeringkan pakaian basah yang kami pakai berendam di air panas. Langit biru tak berawan, air sungai yang mengalir segar dan angin semilir nan sejuk membuat saya betul bersyukur, merasa terberkati untuk perjalanan di Ketambe yang sangat menyenangkan.

Saya buka mata lebar-lebar, saya tegakkan telinga, saya hirup udara dalam-dalam, berusaha untuk merekam sebaik-baiknya apa yang saya lihat, saya dengar dan saya hirup. Rekaman perasaan yang menyenangkan yang ingin saya putar berulang-ulang setiap kali saya merasa terlalu banyak beban pikiran. Nyanyian alam, ode, ode dari Ketambe...

Greetings from the Jungle Girls ; me, Angie, Princess Sher, Mil, Emma
Ekspedisi bertajuk "Last Place On Earth Challenge" ini diselenggarakan oleh Orangutan Odysseys dan menjadi kegiatan rutin setiap tahunnya. Berminat ikut? Bisa langsung kontak mereka ya!


Cheers,










Se’i Sapi Lamalera Bandung, Se’i Sapi Lezat Dijamin Halal

$
0
0


“Serius ini halal Se’i nya Sat?” tanya seorang teman lewat komentar Instagram ketika saya memposting satu foto saat saya sedang menikmati makanan di Se’i Sapi Lamalera, Bandung.

Pertanyaan itu tentu wajar terlontar karena biasanya Se’i, makanan khas Kupang, Nusa Tenggara Timur ini, terbuat dari daging babi yang diasap. Karena se’i = babi, identik dengan makanan haram untuk teman-teman yang beragama muslim.

Nah, masa iya ada se’i yang halal?

Ya ada. Saya sudah coba dan lihat ke dapurnya, semuanya halal karena memang daging yang digunakan adalah 100% daging sapi dan daging ayam.

Nggot, biasa ia dipanggil, bercerita tentang kesukaannya membuat daging asap dan berkutat di dapur sejak ia masih kecil. Jadilah ia merealisasikan idenya untuk membuat se’i sapi halal di Bandung.

“Kok namanya Lamalera sih Nggot? Kan di Lamalera mereka makannya daging paus, bukan daging babi atau sapi” tanya saya.

“Hahahaha, iya, sebenarnya karena saya belum pernah ke Lamalera tapi suka dengan nama Lamalera, jadilah nama tempat makan ini” jawab Nggot sambil terkekeh.

Lokasi Se’i Sapi Lamalera ini ada di Jalan Bagus Rangin No 24A, dekat dengan Lapangan Gasibu, Unpad, Jalan Dago. Sudah ada di google maps jadi sangat mudah ditemukan. Jadi kalau mau naik gojek, grab atau uber, mudah sekali kok.



Kalau datang ke Se’i Sapi Lamalera, kamu bisa memilih untuk duduk di bagian luar atau bagian dalam restoran. Cukup luas jadi kalau mau makan sekeluarga sampai 20-30 orang juga muat kok. Asal reservasi saja dulu yak arena sekarang Se’i Sapi Lamalera ini rame banget terutama di jam makan siang dan makan malam. Dan juga sudah banyak sekali order yang datang dari layanan food-delivery seperti gojek.

Menu-menunya memang enak-enak banget jadi wajar saja kalau makin hari makin banyak orang berdatangan bahkan dari luar kota Bandung untuk mencicipi Se’i Sapi Lamalera.

Ada pilihan daging sapi, daging ayam dan lidah sapi. Yang membuat special adalah varian sambalnya. Ada sambal lu’at, sambal ijo, sambal rica-rica, sambal matah dan lada hitam. Favorit saya sih sampai sekarang ya sambal lu’at nya. Rasa asam pedas yang segar, dipadu dengan se’i sapi yang empuk benar-benar membuat saya melayang-layang saking enaknya. Selain daging Se’i sapi atau ayam tersaji juga sup serta sayur singkong dengan bunga papaya sebagai pelengkapnya. Jadi kalau kepedesan, bisa minum sup hangat untuk menetralisir rasa pedas yang diakibatkan oleh sambalnya.


Se'i Sapi Sambal Matah favorit saya!

Se'i Sapi Lada Hitam

Lidah Sapi Asap sambal Lu'at

Se'i Sapi Sambal Luat favorit saya!


Ada dua pilihan porsi yang bisa kamu coba yaitu porsi regular dan porsi jumbo. Kalau lagi lapar dan kangen banget sama Se’i Sapi Lamalera, saya pasti memesan yang jumbo. Bahkan kadang yang jumbo juga masih kurang. Maunya nambah lagi dan nambah lagi.

Untuk minuman, saya senang sekali dengan menu teh sereh dan teh pandan. Paduan yang pas sekali untuk menyantap se’i sapi atau ayam.

Untuk satu porsi regular dengan nasi, dibanderol dengan harga sekitar Rp 20.000 dan untuk porsi jumbo sekitar Rp 35.000. Minuman berkisar dari Rp 5.000 – 15.000. Bersahabat banget sama kantong kita kan? Makanya mampir-mampir lah ke Se’i Sapi Lamalera kalau ke Bandung ya.


Bisa lihat juga Instagramnya @seisapilamalera untuk tahu menu-menu terbaru dan juga diskon spesial. Untuk reservasi bisa line ke id : seisapilamalera atau text / call +62 822-1528-4910 juga ya.




Gimana, gimana? Jadi lapar kan habis lihat foto-foto Se'i Sapi Lamalera? Saya juga. Hahahaha. Yuk cobain ke Bandung yuk!


Cheers,


Staycation Kejutan Untuk Mama di Grand Mercure Maha Cipta Medan Angkasa Medan

$
0
0


Saya menunggu di lobby Hotel Grand Mercure Maha Cipta Medan Angkasa dengan hati deg-degan. Apakah rencana saya untuk memberikan kejutan untuk Mama (Momong) berhasil atau tidak.

Awalnya saya bilang ke Mama kalau saya berhalangan untuk hadir di wisuda adik perempuan saya karena saya masih di Gorontalo saat itu. Namun saat last minute, saya berubah pikiran dan terbang ke Medan. Terbang subuh dari Gorontalo dan tiba hampir maghrib di Medan karena penerbangannya transit dulu di Jakarta. Saya tiba H-1 acara wisuda adik ketiga saya, Nonong.

Saya menyusun rencana dengan adik kedua, Cocong untuk memberikan kejutan untuk Momong. Saya memintanya untuk mengajak Momong ke hotel begitu tiba dari Sibolga. Saya agak was-was karena perjalanan darat yang cukup jauh (10-12 jam) dari Sibolga ke Medan akan membuat Momong ‘merepet’ harus pergi ke hotel tempat saya menunggu.

Syukurlah kejutan saya berhasil. Momong terkejut melihat saya ada di lobby hotel Grand Mercure Medan. Tentu saja Momong langsung saya peluk peluk dan menghujaninya dengan ciuman. Rindu, serindu-rindunya…

Saya ajak sekeluarga untuk menginap di Grand Mercure Angkasa Medan karena saya lihat beberapa review bahwa kamar di hotel ini besar-besar. Ya, hotel yang terdiri dari 266 kamar ini memang pas buat mengajak sekeluarga berlibur karena kamarnya luas dan dilengkapi dengan kamar mandi cukup luas juga.





Selian itu saya sangat senang dengan ambience hotel ini mulai dari lobby, kamar dan fasilitas lain. Lobby nya luas dengan langit-langit tinggi menambah kesan elegan hotel ini. Front Office Officer nya juga sangat ramah dan helpful. Mereka melayani setiap tamu dengan lihai dan cepat, sambil tamu meneguk welcome drink yang juga menjadi minuman favorit saya, jus markisa. Duhhhhhhhh enak kali!





Sajian Lezat Kuliner Lokal


Saya menginap 4 hari 3 malam di Grand Mercure Angkasa Medan dan waktu favorit saya adalah saat makan pagi. Saya senang bangun lebih pagi hanya untuk menyantap semua sajian makanan yang tersedia di buffet restaurant hotel. Yang bikin saya jatuh cinta adalah sajian lezat kuliner khas Medan seperti lontong sayur Medan, soto, teri sambal, gulai, martabak telor, roti jala, hingga kue-kue tradisional seperti kue lapis dan kue lupis pakai gula merah. Ada nasi goreng, mie goreng dan sajian khas Indonesia lainnya.






Tapi tak hanya sajian lokal saja kok, sajian khas western food juga tersedia di sini. Ada salad bar, sushi, fruit bar, cereal bar, bread and jams, fish porridge, chicken porridge dan masih banyak lagi. Bisa order omelette dan sunny side up juga di open kitchen. Dengan penuh senyum, chef-chef di open kitchen melayani setiap order dari tamu.







Makin lengkap lagi dengan adanya jus buah segar, susu, dan jamu! Aduh saya sampai bolak-balik minum jamu saking enaknya. Selama 3 hari saya tidak bosan berlama-lama di restaurant karena menu yang disajikan berbeda setiap harinya dan selalu bertemankan jamu yang enak!

Tak hanya saya, Momong dan Bapak juga ketagihan makanan yang disajikan di Grand Mercure Angkasa Medan. Semuanya dicobain, disantap tanpa ragu. Bapak yang jarang sekali mencicipi western food sempat terkaget dengan banyaknya makanan khas barat dan saya tergeli-geli sendiri melihat ekspresi Bapak saat menyantap makanan yang ada di piringnya.

Suasana restaurant-nya juga bikin betah karena dilengkapi dengan sofa empuk warna-warni dan juga lighting lamp yang menambah kesan hangat sekaligus mewah di dalam restaurantnya. Saya juga baru tahu bahwa untuk beberapa dessert seperti cakes dan fresh fruits, harus berada di bawah lampu yang temaram, tidak boleh terlalu terang agar kualitasnya tetap terjaga dan tidak kering karena panas yang diakibatkan paparan lampu.



Selain kamar yang luas dan sajian makanan yang enak, Grand Mercure Angkasa Medan ini juga asyik menjadi pilihan keluarga karena ada kolam renang yang pas untuk seru-seruan bersama keluarga. Ada kids pool nya juga jadi buat yang membawa anak bayi atau balita tetap bisa mengajak mereka bermain air. 

Fasilitas lain seperti gym, 7 ruang meeting dan ballroomdengan kapasitas sekitar 1200 orang, Crystal Jade Restaurant, Coffee & Drink Bar juga tersedia di sini. Area gym nya dan kolam renangnya memang agak sedikit old-fashioned karena hotel ini memang hotel lama yang baru saja berpindah management dan kini berada dalam asuhan AccorHotels, worldwide chain hotels. Jadi ada banyak ruangan dan sarana yang sudah selesai direnovasi dan sebagian lagi masih dalam proses.







Lokasinya yang strategis di pusat kota Medan membuat Grand Mercure Medan ini menjadi pilihan yang pas jika ingin mengadakan pertemuan atau sebagai tempat resepsi pernikahan. Marcomm (Marketing Communication) dan Banquet staff Grand Mercure dengan sangat senang hati membantu siapa pun yang sedang merencanakan pernikahan. Mau gaya tradisional, lokal maupun internasional, semuanya bisa diwujudkan. Tak hanya pernikahan sih, untuk acara keluarga atau kantor juga bisa diadakan di sini. Asyik kan?





Bisa lihat lebih lanjut info promo dan event menarik di Instagram Grand Mercure Medan Angkasa ya ( @grandmercuremedan )

 Grand Mercure Maha Cipta Medan Angkasa
Jl Sutomo No 1 Medan, Sumatera Utara 20235
Phone : +62 61 - 4555888




Viewing all 119 articles
Browse latest View live