Quantcast
Channel: Travel Journal of Satya
Viewing all 119 articles
Browse latest View live

Pertama Tiba di India, Naik Kereta Pagi Buta dari Delhi ke Jaipur

$
0
0


“Sampe juga torang di India e” kata Yusni dengan logat Gorontalo-nya yang kental saat pesawat yang kami tumpangi, Jet Airways, mendarat dengan mulus di Bandara Indira Gandhi, New Delhi. Matanya berbinar-binar meski baru bangun tidur karena ini adalah perjalanan pertamanya ke luar negeri. Saya tersenyum-senyum sendiri melihat tingkahnya. Sudah lewat jam 1 malam saat kami tiba, tak terlalu banyak orang di bandara jadi kami berdua bertingkah aneh, merekam momen ketibaan kami dengan kamera yang kami bawa.

Dengan mata sayup-sayup kami berjalan ke arah pintu pemeriksaan imigrasi. Sudah lama-lama ngantri di jalur yang banyak orang asingnya, ternyata kami salah jalur. Hahaha. Seharusnya kami ngantri di jalur e-visa yang ada di sisi kanan tetapi karena efek ngantuk, kami tidak lihat papan petunjuk dan malah masuk jalur kiri. Ya apa mau dibuat, setelah mengantri dan menunggu lama di antrian kiri, pergilah kami mengantri ulang di jalur kanan. Syukurnya prosesnya tidak lama dan uniknya, kita disuruh cuci tangan pakai antiseptik di depan petugas imigrasinya. Mungkin agar kita tidak membawa bakteri masuk ke India? 



Hahahaha. Bisa jadi! Tapi sebenarnya itu adalah bagian dari program “Clean India” yang sedang dicanangkan pemerintah di sana. India sedang berbenah dan ditargetkan menjadi NEW INDIA di tahun 2022, terutama dalam sektor kebersihan. Selama ini image India kan memang jorok banget ya? Jadi mari kita lihat apakah memang benar India sudah berbenah dan Indonesia juga sepertinya sudah menuju ke sana.

Bercerita sedikit tentang e-visa India, awalnya saya dan Yusni deg-degan karena hingga h-1 keberangkatan, e-visa kami belum granted yang artinya besar kemungkinan kami batal berangkat ke India. Kalau belum ada visa mana bisa terbang meskipun sudah punya tiket pesawat, ya kan? Saya sampai konsultasi dengan Alid Abdul dan Astari Anadya yang baru kembali dari India. Mereka mendoakan semoga sebelum berangkat, visa kami diloloskan.

Kami apply e-visa 5 hari sebelum keberangkatan karena prosesnya maksimal 72 jam atau 3 hari saja. Isi e-visa nya mudah sekali di https://indianvisaonline.gov.in/evisa/tvoa.html dan tidak perlu bayar visa lagi alias gratis! Visa nya berlaku selama 60 hari dan double-entry (oleh karena itulah kami memasukkan Nepal juga di tengah-tengah jadwal perjalanan India kami). Ternyata masing-masing orang prosesnya beda. Astari hanya butuh sekitar 1 hari (kurang dari 24 jam bahkan) dan berdasarkan cerita orang lain biasanya sebelum 3 hari sudah dapat respon. Kok sudah 5 hari visa saya belum ada jawaban juga? Saya sampai kirim email ke Help Desk Information Visa India dan tidak berbalas juga. Sempat baca blog orang juga soal proses e-visa India dan ada yang baru dapat jawaban 2 minggu kemudian.

Malam sebelum keberangkatan (jadwal pesawat kami keesokan paginya pukul 9), kami berdua sudah mulai pesimis meski masih menaruh sedikit harapan bahwa visa kami lolos dan trip India-Nepal ini lancar. Mules, keringat dingin semalaman hingga sekitar pukul 11 malam, satu notifikasi email meluncur ke mailbox saya. UWOOOOOO! E-VISA INDIA GRANTED! 

Waaaaaaaaa!!!!!

Kami berdua berjingkrak-jingkrak kegirangan! Senang betul tak ketulungan! Masih teringat jelas betapa girang (dan norak) nya kami malam itu. Bersyukur, bersyukur, bersyukur…

Jadilah sebelum ke Bandara Soetta subuh-subuh kami ke percetakan 24 jam untuk nge-print e-visa dan membuat foto copy passport. Masih mesem-mesem karena terlalu senang carrier kami tak perlu dibongkar karena tidak jadi berangkat, hahahaha…

Kita terbang dari Jakarta ke Delhi via Bangkok, naik Garuda Indonesia + Jet Airways. Harga tiketnya 1,6 juta PP per orang. (dapat promo murah hahahaha)


Oke, kembali ke cerita ketibaan di India…

Selesai urusan imigrasi, kami berencana untuk langsung membeli local simcard (karena sewa wi-fi portable untuk 1 bulan mahal juga mak!) tetapi counter-nya ternyata baru buka jam 11 pagi, sedangkan kami harus mengejar kereta ke Jaipur jam 04.50 pagi. Aih, tak mungkin kan kami menunggu? Jadi kami aktifkan saja free wifi di bandara yang ternyata hanya 45 menit saja masa berlakunya. Lah yaaa, lewat 45 menit sudah nggak bisa dipakai lagi kecuali punya local number. Kok pelit bener. Hahahaha.

Jadi kami meluncur ke ATM saja untuk ambil uang tunai. Kami tidak menukar rupee sewaktu di Indonesia biar praktis. Saya tarik tunai di ATM yang menerima International Card seperti “Indusind Bank” (warna merah) dan “SBI” (warna biru). Jumlah maksimal dalam satu kali penarikan tunai itu 10.000 rupee atau setara Rp 2.020.000 (saat ini kurs-nya 1 rupee = Rp 202). Untuk biaya penarikan tunai-nya Rp 25.000 per sekali transaksi tarik tunai.

Tinggal tarik tunai di ATM yang ada tulisan "International Card Accepted Here"


Saya menyesal karena tidak sempat set-up aplikasi Uber sebelum internet gratis di airport mati. Jadi saya tidak bisa order Uber ke stasiun Delhi Cantt dan mau tak mau naik Prepaid Taxi yang ada di depan arrival terminal. Ada beberapa operator dan harga-nya berbeda-beda tiap counter padahal destinasinya sama. Jadi setelah berkeliling dan bertanya ke semua counter, kami memilih paling murah (tentu saja!). 

Taksi di India ini mungil-mungil sekali macam mobil Mr Bean. Jadi kalau bawa carrier besar, paling cuma muat buat dua orang. Jadi kalau ngetrip bertiga sepertinya harus dua taksi kalau ditambah barang bawaan. Tapi kalau barangnya sedikit atau cuma daypack kecil bisalah muat.



Taxi Driver kami tak fasih berbahasa Inggris jadi tak bisa saya ajak ngobrol. Saya hanya menunjukkan ponsel saya untuk memberitahuan tujuan kami, Delhi Cantt. Ada 17 stasiun besar di Delhi jadi pastikan kalian cek lagi keberangkatan keretanya dari stasiun yang mana ya. Kebetulan kereta dengan jam yang paling dekat dengan kedatangan kami di Delhi itu ya kereta jam 4 pagi dari Delhi Cantt.

Oh iya, semua tiket kereta di India sudah saya beli sebelumnya saat masih di Indonesia jadi tiket sudah di tangan. Memang bisa beli on the spot di stasiun kereta tapi agak ribet dan was-was pastinya memikirkan dapat tempat atau tidak. Apalagi kalau jadwalnya subuh, ticket counter di stasiun kan juga belum buka.

Nah, bagaimana cara beli tiket kereta api India online?

Saya pakai website www.12go.asia yang melayani pembelian tiket kereta, bus, pesawat, ferry di beberapa negara seperti India, Thailand, Vietnam, Filipina, Kamboja, Singapore, Malaysia, Myanmar. 


Nanti dapat email seperti ini, komplit. Aku sukaaaa website ini! Banyak yang bilang beli tiket kereta di India ribet, jadi gampang kalau beli di sini. Charge-nya lumayan tapi kalau beli on the spot (buat turis) juga sama ternyata harganya dengan harga total (plus charge) di atas.


Sama seperti mesin pencarian tiket online lainnya, kita tinggal masukkan destinasi, tanggal keberangkatan dan jumlah penumpang. Nanti akan diberikan opsi transportasi yang tersedia, tinggal pilih yang paling cocok jamnya dan budgetnya hahaha. Untuk kereta India sendiri ada 4 kelas, Class 1-Class 2-Class 3-Sleeper Class. Untuk kelas yang terakhir, gerbongnya tidak pakai AC sedangkan 3 kelas lainnya dilengkapi AC. 

Butuh waktu yang lumayan waktu saya menyusun itinerary trip ke India ini karena akan menentukan jadwal kereta yang akan saya ambil. Sampi seharian duduk di depan layar laptop, riset peta, destinasi yang mau dikunjungi, transportasi, akomodasi, hingga cerita perjalanan blogger lain yang sudah pernah berkunjung ke India. 

Pembayarannya bisa pakai CC, PayPal dan kartu Jenius (sudah punya kartu Jenius belum?). Tiket bakal dikirim ke kita via email dan voila, cus berangkat. Pastikan tidak terlambat karena hampir semua kereta di India on time (katanya kadang delayed) tapi sejauh pengalaman saya kemarin tidak pernah delayed.

Untuk kereta di India ini nanti akan ada artikel sendirinya ya biar saya bisa bercerita lebih detil soal perjalanan kereta dari satu kota ke kota lainnya. Banyak pengalaman serunya. Termasuk cerita yang tidak mengenakkan di salah satu stasiun di India.

Kami tiba di stasiun Delhi Cantt sekitar pukul 02.30 pagi. Sepi. Banget.

Sempat deg-degan bener nggak ya keretanya berangkat dari stasiun ini karena tak ada satu pun petugas yang bisa ditanya. Hanya ada beberapa orang yang tidur beralaskan kardus dan menutup seluruh badannya dengan selimut. Temperaturnya sekitar 11 derajat jadi kami menunggu di stasiun sambil mengenakan jaket agar tetap hangat tapi kursinya terbuat dari besi jadi pas didudukin, rasanya tetap dingin semriwing. Nggak ada pilihan lain ya terima saja. Yusni sempat tertidur di kursi dan saya asyik baca buku. Ya kalau mau tidur memang harus bergantian agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. 

Jam 4 pagi sudah mulai banyak orang yang datang ke stasiun. Para pedagang minuman dan makanan juga sudah datang. Bayar 20 rupee sudah dapat satu gelas kecil kopi panas atau chai (teh susu India). Mereka memandangi kami berdua karena tak ada orang asing selain kami saat itu. Tak apa, santai saja dan senyum kalau mata kita saling bertemu ya. '







Ketika sudah mendekati jam keberangkatan, akan ada suara dari pengeras suara untuk memberitahukan di peron nomor berapa kereta kita akan tiba. Kita juga sudah tahu posisi gerbong kita dari rambu yang ada di tepian gerbong. Ada tulisan kelas-kelasnya jadi kalau di tiket tulisannya 2A, carilah tanda 2A dan itulah titik gerbongmu. Keretanya hanya berhenti beberapa menit saja jadi pastikan sudah ada di titik itu beberapa saat sebelum keretamu tiba agar tidak ketinggalan ya.

Kereta berangkat tepat pukul 04.55, seperti yang tertera di tiket. Tentu sudah ada penumpang lain di dalamnya dan karena masih subuh, banyak yang masih tidur. Jadi berjalanlah pelan, berbicara pelan, jangan grasak grusuk. Setelah menemukan tempat kami, barang diletakkan di tempat tidur dan kami sepelan mungkin naik ke tempat tidur dan rebahan. 



Tertidurlah kami selama perjalanan 5,5 jam dari Delhi ke Jaipur…

10.13 pagi kereta kami tiba di Jaipur. Dengan muka bantal kami keluar dari kereta, tersilaukan cahaya matahari yang cukup terik. Kami berdua berpandangan dan saling tos!

Mari kita eksplorasi kota pertama di India!


Namaste Jaipur!

(bersambung...)




Cheers,



Cerita Dua Madam Menyapa Jaipur, The Pink City

$
0
0




Ah, akhirnya sampai juga kami di Jaipur setelah 5,5 jam perjalanan dari Delhi. Berangkat jam 5 pagi dan tiba pukul 10.30. Saya hirup udaranya dalam-dalam, sejuk terasa karena memang sudah mendekati akhir tahun. Temperaturnya hanya 17 derajat celcius saja.

"Madam, tuktuk madam, taxi madam, cheap cheap", ujar semua lelaki yang mengerubungi kami saat baru keluar dari stasiun Jaipur. Wajarlah setiap orang yang keluar ditawari transportasi lanjutan seperti taxi atau tuktuk ya. 

"No thank you, we just want to go to find some food", jawabku sambil berlalu.

"Ah, after finish your lunch, go with tuktuk, my tuktuk is the best, cheap. I can take you everywhere Madam", celetuk salah satu dari kerumunan itu.

Hahaha... Awalnya saya merasa aneh dipanggil Madam oleh mereka. Kenapa bukan Miss? Kan paras (paras) kami berdua masih muda. Madam oh Madam... Beberapa hari kemudian, saya sadar, ternyata mereka memang memanggil semua turis perempuan dengan "madam” tak peduli usia tua atau muda.

Masuklah kami ke salah satu rumah makan di depan stasiun Jaipur dan meletakkan carrier di sudut ruangan lalu melenggang ke bagian kasir untuk memesan makanan. Di etalase terpampang banyak makanan India yang terlihat lezat (oh yaaaa saya penyuka makanan India, jadi setiap lihat makanan di sana air liur saya menetes terus). Saya pesan satu menu thali komplit yang harganya Rs (rupee) 138 saja alias Rp 28.000,-. Murah kaaaaaannnn....

Karena itu pertama kalinya Yusni mencoba makanan India, saya deg-degan apakah dia suka atau tidak. Ternyata....

Dia tidak suka.

Hahahahaha. 

Ya wajar, bisa dimaklumi, tak semua orang suka makanan India. Rasanya agak aneh di lidah kita, padahal buat kita seharusnya biasa saja karena bumbu masakannya mirip. Gulai dan kari yang kita santap di Indonesia kan kurang lebih sama, meski memang lebih kental di India sih.

Karena masih hari pertama dan perkenalan rasa pertama ya nggak apa-apa. Semoga saja untuk beberapa minggu ke depan lidah Yusni akan terbiasa dengan bumbu India, harap saya.

Selepas brunch (breakfast-lunch), kami menuju prepaid taxi booth dan menunjukkan alamat tujuan kami. Sebelumnya saya sudah menyimpan screenshot alamat hostel yang akan kami tempati agar tetap bisa ke sana meski tidak ada sinyal internet karena belum punya simcard lokal.

Kami menginap di Chillout Hostel Jaipur yang kalau di peta tidak terlalu jauh dari Pink City area, tapi ternyata tetap harus naik tuktuk / taxi kalau mau pergi eksplorasi. Bisa sih jalan kaki kalau kamu mau jalan-jalan sambil lihat pemandangan jalanan Jaipur, tapi kalau bawa barang banyak repot juga. Naik tuktuk di sana tidak terlalu mahal kok. Untuk jarak sekitar 5 kilometer dari hostel kami menginap ke area Pink City, satu kali jalan bayar Rs 100 saja atau sekitar Rp 20.000,-.




Harga hostel kami di Jaipur per malam sekitar Rs 600 untuk berdua. Kami memilih private room, bukan dormitory. Jadi dengan harga sekitar Rp 120.000 rupiah untuk berdua sudah include breakfast, good deal banget kan? Saya sudah booking hostel ini dari situs booking.com. Nggak harus bayar di depan kok dan cancellation-nya bisa sampai H-1. 





Untuk perkara makan, pagi dan malam biasanya kami makan di hostel karena lebih terjamin kebersihan makanannya dan harganya normal, berkisar Rs 100 – 300 (sekitar 20.000 – 60.000 rupiah) per porsinya. Mau makanan India ada, mau western food juga ada. Tinggal pilih sesuai selera. Oh iya kalau sarapan pagi nggak perlu bayar lagi kan sudah include dengan harga penginapan. Menu vegetable cheese omelette jadi favorit Yusni dan saya selama menginap di Chilout Jaipur kemarin. Enaaaaaakkkk!


Tipikal sarapan pagi di hostel kami ; Veggie Cheese Omelette, Toast + Jam dan Masala Chai


Nah kalau siang hari, kami biasanya makan kalau bener-bener lapar. Kalau nggak ya dirapel (digabung) sekalian makan malam. Pas menulis artikel ini dan mengingat perjalanan yang lalu di Jaipur, saya baru ngeh kalau kemarin itu kami berdua jarang makan siang. Hahahaha. Mungkin karena porsi sarapannya besar jadi cukup kenyang sampai malam. 

Selama di Jaipur pun saya baru ngeh kalau kami hanya makan di luar hostel hanya di satu tempat saja, di Wind View Café yang lokasinya di depan Hawa Mahal Palace. Makanan di sana enak-enak dan aku bisa minum Masala Chai nya lebih dari 5 gelas. Porsi makanannya juga besar jadi bisa dibagi sama Yusni biar habis. Karena lidah Yusni sudah cocok dengan makanan di restoran itu jadi kita balik ke situ saja setiap hari untuk makan. 

Oh iya, bersiaplah sakit kepala dan sakit telinga di Jaipur. Desibel suara tuktuk, motor, mobil, truk, bus, semua kendaraan lah pokoknya, bikin telinga kita berdenging. Sudah menjadi kebiasaan di India untuk menekan klakson kuat-kuat dan berkali-kali. Entahlah, saya pun tidak mengerti. Masa sih tidak bisa klakson sekali saja. Apakah semua orang di India punya masalah pendengaran sampai mereka harus diklakson kuat-kuat agar minggir saat berjalan kaki? 


Kalau melihat ini, teringatkah satu kota? Yaaa Jakarta....


Buat yang punya masalah jantung, kagetan atau semacamnya, saya sarankan bawa penutup telinga atau ear-plug.No kidding. Buat kebaikanmu sendiri. Saya dan Yusni juga selalu bawa wireless headset di dalam ransel. Jadi kalau memang sudah nggak tahan banget sama bisingnya kendaraan saat kami sedang duduk di mana gitu, kami berdua pasang headset dan dengerin musik kesukaan masing-masing. Kemarin itu menolong banget biar nggak emosi di jalan hahahaha. Tapi jangan dipakai kalau sedang jalan kaki di jalan raya ya. Nanti pas diklakson tuktuk malah nggak denger dan (amit-amit) diserempet. 




Jaipur ini salah satu kota yang paling banyak didatangi turis karena masuk dalam "Golden Triangle" Delhi-Jaipur-Agra


Menyenangkan memang untuk mendengarkan suara-suara di jalanan India, karena saya sendiri suka sekali mendengarkan orang India berbicara. Saya senang memerhatikan mimik wajah mereka dan gestur tubuh mereka. Namun ada saatnya saya ingin menikmati pemandangannya saja tanpa harus mendengarkan suara di sekitaran. Apalagi kalau suaranya itu bising kendaraan yang keterlaluan bisingnya. Hahaha.

Tapi ya begitulah India.


Jangan heran banyak sapi / lembu berkeliaran di jalan karena sapi adalah hewan suci yang tidak boleh disakiti atau dimakan di India.


Nah sebelum kita jalan-jalan keliling kota, apa yang pertama kali disiapkan saat tiba di Jaipur?

Ini dia...

Download Aplikasi Map Offline.


Di ponsel saya sudah ada apps offline map. Yang saya pakai itu namanya “maps.me”. Jadi setiap sampai di kota baru, bisa pakai free wifi di airport / hostel untuk download peta kotanya. Jadi tanpa koneksi internet di jalan pun aman nggak bakal tersesat. 





Beli Simcard Lokal


Pertimbangan saat beli simcard lokal sewaktu trip di India adalah harga. Sebenarnya bisa sewa portable wifi yang sekarang ada di mana-mana. Tentunya lebih gampang karena nggak harus ribet-ribet registrasi kartu prabayar. Tapiiii kalau buat traveling untuk waktu lama di sekitaran India (kalau ditotal kemarin jadi 5 minggu), mahal banget jatuhnya untuk sewa wifi dari Indonesia. 

Jadi saya dan Yusni sepakat untuk beli satu simcard lokal saja dan nanti kami share personal hotspot. Itu salah satu cara kami untuk berhemat. Hahaha. Meski ribet untuk urus simcard di India dan bisa saja mengandalkan wifi di hostel, tapi yaaaaa demi kelancaran berbagi cerita perjalanan, kami beli sajalah.

Sebenarnya paling mudah beli simcard di Bandara New Delhi tapi mereka bukanya jam 11 pagi (saya nggak ngerti kenapa mereka bukanya siang banget) jadi kalau kamu tiba sebelum jam tersebut dan nggak bisa menunggu selama itu (termasuk kami yang mendaratnya jam 1 subuh), bisa beli di counter resminya di kota-kota besar di India. Saat itu yang paling dekat dari hostel kami adalah counter-nya Airtel, salah satu provider besar di India selain Vodafone. 

Pergilah kami ke sana dan ternyata cukup banyak orang yang sedang mengantri untuk dilayani. Cukup lama kami menungu hingga satu petugas mendatangi kami (tidak ada nomor antrian kayak di Indonesia). Kami diminta untuk isi formulir lalu menyertakan foto copy passport dan visa (bisa difoto copy di counternya) dan juga pas foto ukuran berapa saja. Lumayan banyak juga persyaratannya ya. 


Ini formulir yang harus diisi untuk pembelian simcard-nya.
Setelah simcard-nya dimasukkan ke ponsel saya, petugasnya bilang butuh 4 jam sampai data internet-nya bisa digunakan (tapi ada yang DM di instagram katanya setelah 24 jam baru aktif). Yaaaaa nggak mungkin kan kita nunggu 4 jam di counternya. Ya sudah kami keluar jalan-jalan dong setelah membayar Rs 229 (setara Rp 46.000) untuk pembelian simcard. Memang benar 4 jam kemudian sudah  ada sinyal Airtel 4G muncul di sudut kiri atas ponsel. Tapi ternyata tidak semudah itu Ferguso!

Nggak bisa langsung dipakai internetnya Maaaasss, Mbaaak. Ada beberapa step lagi yang harus kita lakukan sesuai instruksi petugas, harus telpon ini, masukin nomor ini dan itu. Tapi tenang saja, sudah dituliskan di secarik kertas oleh Masnya jadi saya nggak bingung meski makan waktu juga.

Setelah semua proses aktivasi selesai, saya berharap sudah bisa dipakai itu internetnya. Ternyata belum bisa juga karena….

Belum ada paket internetnya. Hahahahaha.

Ya, saya dan Yusni tertawa terbahak-bahak. Kami sedang menikmati makan malam kami waktu itu. Sudah hampir jam 9 malam jadi tidaklah cukup waktu untuk kembali ke counter Airtel itu. Jadi mau tak mau harus menunggu keesokan harinya. 

Keesokannya kami beli paket internet di konter di tepi jalan saja supaya cepat dengan harga Rs 299 (setara Rp 61.000) untuk paket internet unlimited 28 hari. Tapi satu hari pemakaian maksimal-nya 1.5 GB. Lha, katanya unlimited? Piyeeee tooo? Hahahahaha.

Ah yang penting internetnya sudah bisa dipakai! Hurray!

Download aplikasi “Olacabs”


Jadi kalau di Indonesia ada moda transportasi online “Go-Jek” dan “Grab”, di India ada dua yang paling besar; “Olacabs” dan “Uber”. Namun yang paling banyak dipakai adalah “Olacabs” karena pilihan moda transportasinya beragam mulai dari tuktuk, taksi dan juga mobil rental. Persyaratan utamanya hanya harus punya nomor lokal. Kalau nggak punya kamu nggak bisa aktivasi aplikasi ini. Berguna sekali kalau punya aplikasi ini. Aman karena bisa dipantau perjalanannya (semua transportasi online juga begitu kan) dan juga lebih murah dibanding nego di tepi jalan langsung. Tapi kalau jaraknya dekat sudah langsung saja cegat tuktuk, paling masih sekitar Rs 100 (Rp 20.000) harganya. Masih normal kok.


Yeay! Perdana naik tuktuk di Jaipur.



Nah kalau yang di atas semuanya sudah beres, artinya kita sudah siap untuk eksplorasi Jaipur. Apa yang bisa dilihat dan dicoba di Jaipur, Pink City yang tersohor itu?




Silakan dibaca di artikel berikutnya ya (besok)…



Cheers,









Hawa Mahal, Istana Angin & Puteri-Puteri Berpurdah

$
0
0



Jaipur, Rajasthan, bisa dikatakan sebagai area paling warna-warni di seantero India. Dari cerita yang saya tahu, bangunan di Jaipur dulu dicat merah muda atas instruksi Maharaja Ram Singh untuk menyambut Prince Albert of Wales yang berkunjung ke sana pada tahun 1876. Warna merah muda atau merah jambu dianggap sebagai simbol keramahtamahan sehingga seluruh bagian Old City Jaipur dicat dengan warna itu. Padahal menurut saya warnanya lebih ke terakota, warna peach yang hangat dan bukanlah pink. Tapi kalau dianggap pink ya bolehlah.

Terbayangkah oleh kalian ketika berjalan kaki lalu di depan mata memantul warna bangunan-bangunan pastel manis ditimpa sinar matahari pagi atau sore? Warnanya persis seperti filter “Jaipur” di Instagram Story. Cantik sekali.

Destinasi pertama saya dan Yusni ketika tiba di Jaipur adalah Hawa Mahal, bangunan yang sudah saya impi-impikan dari dulu. Karena itu saya menuliskan satu artikel khusus tentang Hawa Mahal ini. Menghabiskan 3 hari di Jaipur, kami selalu ke Hawa Mahal setiap hari, tak bosan-bosan menatapnya meski hanya satu kali saja masuk ke bagian dalamnya. 






Bangunan yang menjadi icon kota Jaipur ini dibangun tahun 1799 oleh Maharaja Sawai Pratap Singh (memerintah kerajaan sejak 1778 – 1803) khusus untuk para perempuan berdarah biru, putri kerajaan, istri-istri raja. Bangunan ini seklias mirip seperti sarang lebah, meski sebenarnya desainnya terinspirasi dari mahkota Dewa Khrisna dengan gaya bangunan campuran Islam Mughal dan Hindu Rajput. Arsiteknya sendiri bernama Lal Chand Ustad.

Dahulu, seluruh perempuan kerajaan dilarang menampakkan diri di depan umum, tinggal di "zenana" dan harus mengenakan cadar atau purdah. Itulah mengapa saya menyebut istana ini sebagai istana puteri ber-purdah. 

Hawa Mahal sendiri berarti Istana Angin (Hawa = Angin ; Mahal = Istana). Bangunannya terdiri dari 953 jendela kecil yang disebut “jharokhas”. Dirancang sedemikian rupa, “jharokhas” ini berfungsi sebagai ventilasi udara sehingga di dalam istana selalu terasa sejuk. Meski sejak 2011 jendela-jendela kecil itu kebanyakan ditutup karena turis yang kerap buka tutup sembrono sehingga berpotensi merusak. Jadi, tak terasa lagi angin-angin semilir di dalam Hawa Mahal.




Selain menjadi ventilasi istana, jendela-jendela kecil itu berfungsi sebagai tempat para putri-putri serta istri Raja duduk menikmati pemandangan di luar istana tanpa diketahui oleh rakyat biasa. Dikarenakan larangan menampakkan diri di depan umum, mereka harus berpuas diri menikmati festival atau menonton aktivitas warga dari jendela kecil itu saja. 

Di zaman ini, saya hidup sebagai perempuan bebas dan diperbolehkan melakukan apa saja selama saya mampu bertanggung jawab atas pilihan saya sendiri. Oleh karena itu saya sedih sekali ketika membaca cerita tentang puteri-puteri yang ber-purdah itu yang hanya boleh tinggal di dalam istana, tak boleh menampakkan diri hingga nanti tiba saatnya ia dipersunting lelaki yang setara kastanya. 

Saat masuk ke bagian dalam Hawa Mahal, saya duduk di tepian satu jendela kecil, ingin merasakan dan melihat pemandangan yang dinikmati putri-putri itu dan berandai-andai menjadi salah satu dari mereka. Meski berbalut sutera terbaik dengan hiasan permata serta emas berlimpah dari ujung kepala hingga ujung kaki, saya mungkin tak sepenuhnya bahagia. Saya lebih memilih tak jadi putri bangsawan dan bisa beraktivitas di luar (meski pun jarang sekali perempuan India, apalagi anak gadis berada di luar rumah pada zaman itu). Andai ada mesin waktu saya ingin sekali mewawancarai mereka apa yang mereka rasakan sebenarnya.




Saya kan penasaran, tidak adakah salah satu dari mereka yang memberontak dan memaksa keluar dari Hawa Mahal? Tak adakah yang berani mendobrak pakem-pakem itu? Saya masih mencarinya. Mungkin saja ada putri seperti itu kan? 

Dari yang saya baca, ada satu putri kerajaan Jaipur yang menarik hati saya, yaitu Princess  Gayatri Devi of Cooch Behar / Her Highness Maharani Devi Gayatri, Maharani of Jaipur. Jika kalian sempat, bacalah sejarah tentang beliau. Sungguh menarik, beda dengan putri-putri berpurdah yang ada di “zenana” (tempat tinggal para perempuan istana) Hawa Mahal.

Sebenarnya gambar-gambar Hawa Mahal yang bersliweran di Mbah Google itu adalah bagian belakang Hawa Mahal, tidak terlihat ada pintu masuk di bagian kanan atau kirinya kan? Yang ada malah pertokoan yang menjual souvenir khas Rajasthan.

Jadi kita bisa masuk dari bagian depan, dan bayar Rs 200 (setara Rp 40.000,-) untuk tiket masuk per orangnya. Loketnya hanya terdiri dua jendela kecil sekaliiii yang dimana jalurnya dibagi dua, jalur perempuan dan jalur pria. 

Masuk ke bagian dalam Hawa Mahal, kita bisa menelusuri lorong-lorong dan naik hingga titik balkon teratas Hawa Mahal alias lantai 5. Saat terbaik untuk menikmati bagian dalam Hawa Mahal menurutku saat sore hari menjelang sunset. Dari balkon lantai 5, kita bisa melihat matahari terbenam. Kekurangannya cuma satu, ramai dan sesak. Orang-orang berbondong-bondong masuk ke Hawa Mahal saat sore hari untuk menikmati sunset seperti kami. Tak lupa mereka membawa selfie-stick kemana-mana untuk mengabadikan momen di dalam Hawa Mahal. 







Tetapi spot favorit kami berdua (dan hampir semua turis asing) adalah di seberang Hawa Mahal. Ada satu café namanya Wind View Cafeyang selalu ramai menjelang sore hari jadi harus nge-tag tempat sebelum jam 5 sore. Letaknya ada di lantai 3 ruko kecil yang sempat membuat kami bngung di mana pintu masuknya. Meski café-nya kecil, pengunjungnya ramai sekali dan rata-rata wisatawan asing. Ada Tattoo Café yang juga ramai pengunjung. Letaknya bersebelahan jadi kalau tidak dapat spot di Wind View tinggal ngesot ke Tattoo Café. Sama saja kok viewnya. Namun yang membuat saya dan Yusni sampai kembali ke café yang sama hingga 3 kali adalah makanannya. Chai nya juga! Enak banget! 

Kelihatan kan Wind View Cafe, seberang Hawa Mahal persis.


Bayangkan menyeruput Masala Chai (teh susu India) sambil menikmati matahari terbenam di balik Hawa Mahal lalu melihat pergantian warna langit dari jingga merona menjadi biru lalu berganti keemasan dari pancaran lampu Hawa Mahal. Benarlah itu view paling mahal dari Hawa Mahal.





Untuk harga makanan dan minuman di Wind View Café, terhitung murah. Saya sempat mengira harganya akan mahal sekali karena tempat ini semakin popular di kalangan wisatawan asing. Ternyata tidak. Meski memang harganya lebih mahal daripada rumah makan kaki lima, tapi ya masih wajar. Harga makanannya berkisar Rs 100 – 300 (sekitar Rp 20.000 – 60.000). Saya dan Yusni menghabiskan berjam-jam di Wind View Café hingga tutup karena memang menyenangkan duduk di sana. Sampai berkenalan dengan pemilik café serta staff-nya yang super ramah. Mereka senang sekali berbicara dengan tamu, mengulik cerita-cerita dari Negara nan jauh yang belum pernah mereka sambangi. Setelah menunjukkan foto-foto Indonesia, mereka bilang nanti juga mau berkunjung ke Negara kita! Yeay! Saya bilang bahwa Jaipur mirip dengan Jakarta hahahahaha… (untuk masalah bising dan macetnya).






Saking senangnya dengan staff di Wind View Café, saya sampai bernyanyi dan berjoget dengan mereka saat hanya saya dan Yusni pengunjung yang tersisa. Mereka biasanya buka hingga jam 8 saja, tetapi karena 2 malam berturut-turut kami di sana, mereka buka hingga jam 9 malam. Hiburan yang menyenangkan mereka katanya setelah seharian melayani banyak pengunjung. Hahahahaha…

Ini website dan kontaknya jika kalian mau reservasi (kalau bepergian dalam grup lebih dari 4 orang ada baiknya reservasi dulu ya) https://wind-view-cafe.business.site



Masih ada beberapa tempat yang menarik untuk dikunjungi di Jaipur... Saya akan menuliskannya di artikel setelah ini ya...


Cheers,

Satu Hari di City Palace Jaipur, Albert Hall dan Nahargarh Fort

$
0
0


“Tuktuk saya parkir di depan City Palace ini ya. Sampai jumpa 1,5 jam lagi” ujar supir tuktuk yang kami sewa seharian untuk berkeliling Jaipur.  Untuk satu hari penuh, kami sepakat di harga Rs 700 atau sekitar Rp 140.000. Harganya okelah untuk dibagi berdua ya. Daripada capek-capek negosiasi lagi dengan supir tuktuk yang kurang fasih berbahasa Inggris, kami iyakan tawarannya (meski pada akhirnya menyesal. Kenapa? Karena di akhir dimintain extra jadi Rs 1300 dan mau nggak mau harus bayar).





Rencananya hari itu kami akan berkeliling ke beberapa tempat yang menjadi destinasi wisata sejarah dan budaya di Jaipur, diantaranya City Palace, Albert Hall, Amer Fort & Nahargarh Fort. Ternyata setelah ditilik lagi, terlalu ambisius untuk mendatangi semua tempat itu dalam satu hari karena lokasinya agak jauh (Amer Fort & Nahargarh Fort lokasinya jauh dari pusat kota) dan nantinya malah tidak menikmati sama sekali. Akhirnya Amer Fort kami jadwalkan keesokan harinya saja dan memutuskan hari itu hanya berkunjung ke City Palace, Albert Hall & Nahargarh Fort.

Di setiap objek wisata tentunya kita harus beli tiket dulu sebelum masuk. Sebenarnya ada tiket terusan yang dijual online di website ini tetapi setiap masuk ke bagian payment dan saya masukkan nomor kartu kredit saya selalu gagal. Sampai minta tolong ke teman di Indonesia untuk booking-in dengan kartu kredit dia juga sama tetap tidak bisa. Ternyata memang ada aturan sendiri di India soal pembayaran via kartu kredit internasional ini. Katanya hanya kartu kredit yang dikeluarkan di India yang bisa dipakai di website itu. Ya… nasib, jadinya harus beli tiket on the spot.

Tiket objek wisata di India itu relatif mahal buat wisatawan asing apalagi kalau belinya satuan bukan tiket terusan. Di City Palace, wisatawan lokal hanya membayar Rs 100 dan wisatawan asing Rs 500. Lumayan juga ya kalau dirupiahkan, sekitar Rp 100.000 dan hanya untuk melihat eksterior City Palace. Kalau mau masuk ke bagian museumnya dan lihat interior istana harus bayar Rp 100.000 lagi. Hiks. Agak berat juga ya berdua harus bayar empat ratus ribu cuma buat satu tempat. Kami urungkanlah niat untuk masuk ke museumnya dan hanya melihat-lihat bagian luar saja.




Sebenarnya ingin sekali datang ke City Palace saat pagi dan masih sepi namun tentu itu mustahil malihhh… Istananya saja baru buka jam 9.30 dan itu sudah ramai sekali. Dari yang saya amati, orang India agaknya memang suka jalan-jalan baik itu di hari biasa maupun di akhir pekan. Wisatawan lokalnya banyak sekali dibanding wisatawan asing. Jadi sewaktu kami di sana, agak susah untuk mendapatkan spot yang kosong untuk ambil foto dan video. Saat ada area sepi langsung jeprat-jepret rekam secepat kilat. Dua jam ternyata tidak cukup di sana teman-teman. Hahahaha…

Lho memang tempatnya sebesar apa sih sampai dua jam tidak cukup berkeliling?

Sebenarnya bukan alasan luas atau besar bangunannya, melainkan detilnya. Duh Gusti, detil-detil bangunan di City Palace Jaipur itu benar-benar cantik sekali. Tak bosan-bosan saya melihatnya sambil berpikir betapa telatennya para seniman mengukir dan mewarnai pahatan di dinding-dinding istana itu di zaman dulu. 3 tahun waktu yang dibutuhkan untuk membangun istana ini (1729-1732) di bawah pemerintahan Maharaja Sawai Jai Singh II. 

Kompleks istana dibuat sedemikian rupa dan terdiri dari beberapa bangunan ; Diwan I Khas, Diwan I Aam, Chandra Mahal, Mubarak Mahal, Mukut Mahal, Maharani’s Palace, Bhaggi Khana & Shri Govind Dev Ji Temple. Desain dan arsitektur bangunan ini dikerjakan oleh Vidhyadhar Bhattacharya yang berasal dari Bengali.




Yang paling membuat saya menarik adalah pintu empat musim yang ada di City Palace yang juga dipersembahkan untuk empat dewa dewi. Leheriya Gate untuk Spring (musim semi) persembahan untuk Ganesha, Lotus Gate untuk Summer (musim panas) persembahan untuk Dewa Siwa, Peacock Gate untuk Autumn (musim gugur) persembahan untuk Dewa Wisnu, dan Rose Gate untuk Winter (musim dingin) persembahan untuk Dewi Devi. 












Nah karena saya berkunjung ke City Palace, tempat yang spesial di hati saya ini, tentu saja saya ingin memakai sari yang spesial juga. Sejujurnya itu sari sutra yang saya belikan untuk Mama, tetapi saya pakai duluan. Hahaha. Ada banyak sekali toko yang menjual sari di Jaipur. Kami diantarkan ke pabrik pembuatan sari oleh supir tuktuk dan ternyata itu tempat sari yang cukup mahal. Hiks. Harga termurahnya sekitar Rp 400.000 dan harga tertingginya bisa lebih dari belasan juta rupiah. Akhirnya saya pilih yang termurah saja. Belakangan saya baru tahu ada lagi yang lebih murah, harganya sekitar Rp 150.000-250.000. Tapi ya sudah terlanjur beli, pakai sajalah apa yang ada. 







Mungkin terlihatnya norak atau ikut-ikutan trend memakai sari di India dan berfoto ala-ala wanita lokal. But hey, saya menyukainya, jadi tak mau peduli dengan apa kata orang. Hehehehehehe. Dari pertama kali menonton Bollywood saat saya berumur 8 tahun, memakai sari saat berjalan-jalan India sudah menjadi impian saya. Ketika benar terwujud, rasanya sungguh menyenangkan sampai ingin menari-nari di jalan. 

Selain itu, karena mengenakan sari, semua orang lokal mengajak selfie. Semua umur, dari anak kecil sampai orang tua ngajakin foto bareng. Sampai bingung awalnya tapi sadar juga ujung-ujungnya di Negara kita semua orang lokal senang minta selfie bareng wisatawan asing kan? Atau sebenarnya mereka senang foto dengan perempuan aneh? Hahahaha… entahlah.

Saat berkeliling di City Palace, saking banyaknya orang, saya senang memperhatikan apa saja yang mereka lakukan, ada yang tiap sudut foto (tentu saja kami juga), ada kios-kios kecil yang menjual souvenir di bagian dalam City Palace dan beberapa orang berbelanja di sana. 

Ada juga Puppet Show yang sudah jarang sekali ditemui. Mereka menyajikan tontonan teater boneka dengan iringan musik accordion. Ada kotak diletakkan di depan mereka mana tahu penonton berbaik hati memasukkan beberapa rupee ke dalamnya kan. Yang bikin seru itu mereka juga bikin efek-efek suara ular dan anak-anak menjerit saat menontonnya. Kalau saya mealah tertawa terbahak-bahak. Goyangan pinggul bonekanya bisa pas begitu juga. Memanglah kalau urusan tarian dan pertunjukan seni, India adalah salah satu yang terbaik. Betul kan? 

Lucunya, ada beberapa petugas penjaga dengan sorban dan kumisnya yang otentik mungkin sedikit bosan dengan pekerjaannya dan menawarkan untuk mengambil foto kami. Awalnya kami tersenyum dan menolak halus namun bapaknya terus memaksa dan akhirnya saya menyerahkan kamera ke tangannya. Hasilnya? Ya jangan ditanya, blur semua. Hahahaha. 




Tidak terasa sudah 2 jam lebih saya dan Yusni menghabiskan waktu di City Palace ini. Kami harus bergegas ke tempat berikutnya, Albert Hall dan mengejar sunset di Nahargarh Fort. Sayangnya kami hanya lewat sebentar saja di Albert Hall, tidak sempat masuk ke dalamnya karena kami ingin tiba di Nahargarh Fort tepat waktu. Saya tahu kelakuan saya kalau sudah masuk museum, akan lama sekali selesai tur museumnya karena melihat, membaca, menikmati satu-satu, tiap sudut museum, dua jam pasti tidak cukup. Jadi meluncurlah kami ke Nahargarh dengan tuktuk yang masih setia menunggu di parkiran. 






Setelah selintas melihat Albert Hall dari halaman belakang, kami lanjutkan perjalanan menuju Nahargarh Fort yang bisa dicapai kurang lebih 30 - 45 menit berkendara. Memang lokasinya agak jauh di pinggiran kota dan terletak di perbukitan tinggi. Katanya bisa melihat view Jaipur dari atas sana dan paling bagus dikunjungi saat sunrise dan sunset. Tapi bentengnya juga baru buka jam 10 pagi, jadi kalau mau menikmati matahari pagi bisa tapi dari bagian luar bentengnya.

Juga kalau kalian mau ke Nahargarh untuk mengejar sunrise, supirnya minta extra charge karena mereka harus bangun dan bekerja dari subuh. Sedangkan orang India tidak terbiasa bekerja dari pagi-pagi sekali. Toko saja tidak ada yang buka pagi gengs...



Jalan menuju ke Nahargarh Fort ini menanjak dan berliku-liku melewati pegunungan dan kadang ada tuktuk yang mogok karena mesinnya tidak sanggup naik. Tuktuk yang kami tumpangi syukurnya baik-baik saja dan bang supirnya lihai.  Namun di tengah perjalanan kami menjumpai dua gadis asal Inggris yang tuktuknya rusak dan lalu kami tawarkan untuk naik ke Fort bersama-sama. Ya susah pasti mencari tuktuk pengganti di jalanan kosong sepi begitu. Akhirnya kami berempat duduk berpangku-pangkuan agar muat. Saya bongsor, mereka berdua lebih besar dan bongsor lagi. Kasihan juga Yusni kejepit hahahaha...

Kami tiba sudah hampir pukul setengah lima sore dan membayar tiket masuk Rs 200 (sekitar Rp 40.000). Menjelang matahari terbenam, akan lebih banyak wisatawan yang datang ke benteng yang arti namanya adalah "tiger". 

"Dulu di sekitar benteng ini ada banyak sekali harimau, karena itulah benteng ini dinamakan Nahargarh atau tiger. Sampai sekarang, saya mesih percaya meraka ada", ujar Bang Siraj, driver tuktuk kami. 








Saat kami tiba di sini, terlihat banyak sekali petugas yang sedang memarahi beberapa wisatawan asing yang memanjat dinding benteng Nahargarh. Setelah ngobrol-ngobrol dengan Bapak petugas, beliau menjelaskan larangan untuk memanjat dinding. Memang cukup tinggi dindingnya dan tidak ada tangganya. Jadi yang memanjat biasanya memang sudah lihai seperti Spiderman memanjat dinding rata. Katanya kalau tidak ada petugas ya manjat aja silakan tapi saya dan Yusni tidak mau. Ya buat apa juga.

Kita duduk-duduk saja menikmati matahari tenggelam dan ketika matahari sudah balik ke peraduan, kami juga berjalan ke pintu gerbang karena sudah janji akan turun jam 18.30. Daaaan dua gadis asing tadı masih menumpang. Kami pergi ke tempat tuktuknya mogok dan ternyata tuktuknya sudah hilang, mereka ditinggal supirnya. Kasihan juga. Hal-hal ini lumrah terjadi kalau plesiran ke India, jadi ya slap-siap saja ya.

Setelah sehalian jalan, kami kembali ke hostel kami di Jaipur, Chillout Hostel dan memutuskan makan malam di sana saja. Sebenarnya bisa kok dalam satu hari lebih dari 4 tempat tapi pasti nggak menikmati, pulang ke penginapan keburu capek.


Okay, masih ada beberapa tempat yang mau saya ceritakan, setelah ini ya...


Cheers,




Pelecehan Seksual yang Saya Alami di Agra, India

$
0
0


Kalian tahu? Menulis artikel blogpost yang ini berat sekali rasanya.

Saya sebenarnya tidak suka mengingat-ngingat hari itu.

Saya masih ingat amarah dalam diri yang memuncak ketika dilecehkan di stasiun Agra.

Saya masih ingat betapa saya kesal kepada si pelaku.

Saya masih ingat betapa saya tidak nafsu untuk melakukan apa pun sehari setelah kejadian itu berlangsung. 

Saya berantakan. 

Kekecewaan sempat saya ungkapkan via Instagram Story dan banyak teman-teman menanyakan kronologi kejadian yang saya alami.

Butuh waktu agak lama hingga saya memutuskan untuk menuliskan artikel ini. Sebenarnya pelecehan seksual kepada wanita bisa terjadi di Negara mana pun. Di Indonesia, tanah air sendiri, saya juga pernah dilecehkan dan sebenarnya lebih parah dari yang saya alami di India. Jadi saya tidak mengatakan bahwa India berbahaya untuk pelancong wanita dan tidak usah pergi ke sana. Di Negara mana pun kita harus waspada karena "kucing garong" selalu ada. Saya tidak setuju ketika ada yang bilang bahwa pelecehan seksual  itu terjadi karena perempuan memakai pakaian terbuka dan mengundang fantasi lelaki.

Hey! Saya dilecehkan ketika saya memakai celana panjang gombrong, jaket lengan panjang tanpa memperlihatkan lekuk tubuh, apakah itu terbuka? Kurang tertutup apa lagi?

Kalau pikirannya kotor dan niatnya jahat ya memang begitu saja adanya. Jangan disangkut pautkan dengan pakaian yang dikenakan korban. 

Namun perlu juga saya jelaskan tidak semua lelaki di India seperti itu. Saya tidak membuat stereotype tentang lelaki India. Di perjalanan saya kemarin, saya juga berjumpa dengan banyak lelaki India yang baik, ramah, sopan dan menjadi teman baik saya hingga sekarang. Saya menuliskan ini agar hanya teman-teman perempuan yang berencana ke India, mempersiapkan diri dengan baik agar terhindar dari hal-hal yang tidak kita inginkan. 

Baiklah, saya ingin bercerita tentang kronologi pelecehan seksual yang saya alami.

Kami tiba sekitar pukul 10 malam di stasiun Agra setelah menempuh perjalanan 5 jam dengan kereta api dari Jaipur. Kami turun dan sebelum keluar dari stasiun memutuskan duduk sebentar di kursi.

"Sebentar ya, tarik nafas dulu sebelum keluar, capek" kata saya pada Yusni, partner jalan saya.

"Oke" jawab Yusni singkat sambil mengecek ponselnya.

Selama di kereta, saya asyik baca buku dan tanpa sadar ketiduran. Jadi begitu saya tiba di Agra, saya mengecek ponsel saya dulu, membaca pesan masuk dan mengecek alamat hostel yang akan kami tumpangi malam itu di google maps.

Sekonyong-konyong seorang pria berusia sekitar 30an tahun datang menghampiri kursi kami dan duduk di sebelah saya. Duduknya terlalu dekat dan menempel ke bahu saya. Saya heran karena di kursi panjang itu hanya kami bertiga dan masih ada banyak ruang yang tersisa, kenapa dia harus duduk bersentuhan dengan saya?'

"Sorry Sir, I'm not comfortable that you sit too close with me. Can you move?" ujar saya kepada pria itu yang hanya direspon dengan raut muka bingung.

Ah, mungkin dia tidak mengerti bahasa Inggris pikir saya. Toh selama dia tidak berlaku aneh-aneh, biarkan sajalah ya. Anggap saja sedang berdesak-desakan di Commuter Line Jakarta-Bogor. 

Lalu....

Dia berbisik di telinga saya "Hey, you are sooooo sexy. Sex is life you know" dengan nada mendesah.

SAYA JIJIIIIIKKKKKKKK!!!!!!

Saya memandangi dia dengan tatapan melotot tidak senang dan langsung mengajak Yusni berjalan cepat keluar stasiun.

"Ni, yuk keluar sekarang, bapak di sebelahku ini aneh dan menyeramkan sekali", kata saya sambil menggendong backpack besar.

Saya menghidupkan GoPro dan bercerita tentang kejadian yang baru saya alami di depan kamera. Lalu saya merasa ada yang mengikuti kami dan bilang ke Yusni untuk menengok ke belakang, jangan-jangan pria itu ikut.


Yusni menengok ke belakang. Gambar ini di-screenshot dari video GoPro...


Benar saja, terekam di kamera dia mengejar kami dari belakang dengan setengah berlari.

Reflek saya mematikan kamera dan bersiap memasang kuda-kuda pertahanan jika pria ini kurang ajar melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. 

Salah Satya! Seharusnya kau nyalakan saja tetap GoPro nya agar muka si pelaku terlihat jelas. Huh! 

Ya, seharusnya dinyalakan saja ya. Namun waktu itu saya berpikir saya akan lebih awas dan bisa lebih siap untuk melawan / membela diri jika kamera dimatikan karena tangan saya bebas. 


Apakah kalian melihat lelaki di tengah-tengah kami yang pakai baju merah garis-garis itu? Ya, dia pelakunya.


Tadinya dia berlari dari arah kanan saya sehingga saya bersiap untuk membela diri jika dia datang dari arah itu. Tahu-tahunya dia datang dari kiri dan langsung meremas kedua pantat saya bulat-bulat.

Saya kaget.

Saya berbalik dan mendapati dia menyentuh buah dada saya. 

Saya marah sekali dan ingin menonjok langsung di mukanya. Namun posisinya saya sedang membawa carrier yang beratnya hampir 20 kilogram dan posisi jalanannya menanjak. Saya kesusahan untuk bergerak mengejar dia dan hanya bisa berteriak "F*** YOUUUU!" sekencang-kencangnya. Laki-laki itu berlari keluar stasiun dan menghilang.


"Sekali lagi kau berani memunculkan wajahmu di depanku, kuhajar kau" teriak saya lagi. 

Saya marah, malu, kesal! Campur aduk. Kenapa saya yang kena? Kenapa dengan beraninya dia menyentuh saya?

Beberapa orang di stasiun mendekati saya dan bertanya apa yang terjadi. Saya jelaskan kronologinya dan mereka meminta maaf karena hal itu kerap terjadi kepada wisatawan wanita di India, khususnya yang berjalan tidak bersama laki-laki. 

Air mata saya menetes sedikit saking kesalnya. 

Lelaki bajingan, umpat saya dalam hati.

Kami berdua keluar dari stasiun dalam diam. Yusni memandang saya prihatin dan pasti tidak tahu harus berujar apa. Saya juga tidak ingin berbicara apa-apa dan hanya ingin tiba di hostel secepatnya lalu tidur. 

Di Prepaid Taxi Booth saya menunjukkan alamat tujuan kami dan tanpa banyak bicara supir membawa kami ke sana. Kami menginap di Zostel Agra yang direkomendasikan teman. Chain-Hostel Zostel ini ada di hampir seluruh kota-kota besar di India. Saya pun merekomendasikannya kepada kalian jika kalian mencari penginapan murah, aman dan nyaman di India.

Begitu tiba di hostel, saya disambut ramah oleh pegawai Zostel dan langsung  saya menceritakan kejadian yang baru saya alami karena mereka pasti mengerti bahasa Inggris. Dengan wajah prihatin mereka mengatakan turut sedih atas kejadian yang menimpa dan mengucap syukur juga bahwa saya masih sehat, selamat dan tidak mengalami hal yang lebih dari itu. Ya, bisa saja saya dibekap, diperkosa, yang lebih buruk dari sekedar diremas pantat dan buah dadanya. 

Saya bisa merasakan ketulusan mereka saat mengungkapkan rasa prihatin dan mereka laki-laki juga. Jadi, tidak semua lelaki India bajingan kok. 

"Di negara kami, pelaku pemerkosaan bisa dihukum mati namun kasus pelecehan dan pemerkosaan tetap tinggi setiap tahunnya. Tidak hanya gadis, anak balita dan wanita lansia pun sering jadi korbannya" celoteh pegawai Zostel lagi sambil meng-copy passport saya. 

"Mari, saya antar ke kamar kalian. Kalian dapat kamar paling besar malam ini. Semoga kalian bisa beristhirahat dengan nyenyak setelah kejadian yang tidak mengenakkan tadi" lanjutnya. 

Ya, memang setiap tahunnya ada ratusan ribu kasus pelecehan dan pemerkosaan di India.  Pemerintah sudah berusaha semampunya untuk membuat undang-undang terkait perlindungan wanita dan anak tetapi tetap saja kasus itu masih sulit dikurangi. India benar-benar darurat kejahatan seksual. Coba kalian cari kasus pelecehan di India, pasti akan menemukan banyak sekali kasus yang bahkan membuat kita menangis saat membacanya. Biadab. 


Sapi dianggap suci dan tidak tersentuh, sedangkan perempuan hanya dianggap seonggok tubuh.


Namun bukan berarti saya tidak menyarankan teman-teman perempuan untuk tidak menjadikan India sebagai destinasi untuk plesiran. India itu indah, menawan sekali dan sempatkanlah minimal satu kali untuk mengunjunginya. 

Saya menyarankan teman-teman perempuan yang ingin ke India agar tidak mengenakan pakaian yang terlalu terbuka, pakai yang panjang dan agak longgar. Bawa syal untuk menutup dada dan bahu. Tidak usah yang tebal-tebal agar tidak berat dipakai dan dibawa.  

Juga jangan keluyuran malam-malam sendirian atau hanya dengan teman perempuan ya. Di atas jam 10 sebaiknya sudah di penginapan.


Mungkin butuh ya bawa Pepper Spray atau alat-alat untuk melindungi diri di India? Selama ini saya tidak bawa karena barang-barang itu hanya akan membuat saya parno kalau dibawa. Namun berikutnya butuh ya kalau ke India. Bagaimana pendapat kalian? Apakah butuh sebenarnya?





Menikmati Agra yang Tak Hanya Taj Mahal

$
0
0


Hampir semua orang di dunia pasti memasukkan Agra di dalam daftar tempat yang harus dikunjungi ketika plesiran ke India. Setiap hari ada ribuan orang yang datang untuk melihat salah satu World 7 Wonders ini. Ya termasuk saya yang baru pertama kali menginjakkan kaki di India. 

Beberapa teman yang sudah pernah ke India sebenarnya menyarankan untuk tidak berlama lama di Agra karena katanya tidak banyak yang bisa dilihat. Saya akhirnya memutuskan hanya akan tinggal dan mengeksplorasi Agra selama 3 hari 2 malam. Sepertinya sudah cukup waktu segitu.



Untuk Taj Mahal sendiri nanti akan saya ceritakan khusus di satu artikel. Di sini saya hanya menuliskan soal hal-hal yang saya lihat di Agra, sesuatu yanhg mungkin kamu juga belum pernah lihat. Ya sebenarnya hanya kehidupan sehari-hari mereka yang mungkin tidak terlalu menarik bagi sebagian orang tapi tetap menarik buat saya dan mau saya bagikan ke kalian.


Hanya saja, satu yang membuat saya cukup terkejut saat tiba di Agra. Sebagai destinasi kelas dunia, kotanya kurang rapi dan agak kumuh (ini opini saya pribadi ya) padahal pendapatan daerahnya tinggi sekali. Kenapa tidak dipakai dananya sebagian untuk menata kotanya agar lebih cantik, secantik taman-taman di Taj Mahal? Taj Mahal bagaikan satu-satunya oase di tengah gurun kering. Iya oase untuk mata kita.

Bahkan di beberapa sudut-sudut kota Agra saya melihat banyak sekali tunawisma dan tidur hanya beralaskan kardus. Katanya banyak gelandangan dan pengemis yang datang dari seluruh penjuru Negeri hanya untuk mengemis di Agra karena mereka tahu banyak wisatawan asing yang datang ke sana. Ya kurang lebih seperti yang terjadi di Jakarta dan Pemerintah di sana memang tidak bisa berbuat banyak. Agak sia-sia usaha memulangkan mereka ke kampungnya karena nanti pasti akan kembali lagi.



Jika ke Agra (atau kemana pun) mampirlah ke pasar lokal setempat karena di sanalah kau bisa melihat jantung kota dan melihat kehidupan masyarakat di luar destinasi wisata. Pasar di sana kadang lebih sering disebut "Bazaar" dan dari beberapa bazaar kami  hanya sempat menyambangi satu namanya "Sadar Bazaar" yang tidak jauh lokasinya dari Taj Mahal. Meski pun tempat ini populer, sebenarnya pasar ini pasar biasa saja, bukan pasar yang dikhususkan untuk turis dan menjual banyak pernak-pernik untuk jadi oleh-oleh. Tapi justru di situ daya tariknya untuk saya pribadi. Saya memang senang memerhatikan orang lalu lalang di pasar dan menangkap ekspresi mereka. Di sisi lain kita bisa mencoba makanan khas lokal sana yang mungkin kamu belum pernah tahu.



Di pasar ini ada banyak macam barang yang diperdagangkan seperti "Kohlapuri Chappals" atau sepatu, chaats, puri-puri, food stall dan es krim seharga 20 rupee atau 4000 perak rupiah saja. Banyak yang jualan sari juga dan beberapa miniatur Taj Mahal. Hati-hati juga banyak yang menjebak ingin mengantarkan berkeliling tetapi ujung-ujungnya malah ke toko kain dan mereka dengan sedikit memaksa kita untuk membeli.

Saya ingat ada abang becak menawari kami naik becak dayungnya dan mengantarkan ke satu tempat menarik katanya. Biaya naik becaknya hanya 20 rupee (4000 perak) dan saya tentu kasihan dan memberikan lebih pada akhirnya. 

Tapi tempat yang dia bilang menarik itu adalah toko kain sari. Yaaa.... ya nggak apa-apalah. Kami hanya senyum dan mengucapkan terima kasih sambil berlalu. Untuk apa marah-marah sama tukang becaknya. Toh dia hanya berusaha untuk cari uang, untuk isi perut. 




Favorit saya ketika berkeliling Sadar Bazaar adalah "Gol Gappa" di Agra Chaat House (Pride of Agra). Makanan ini adalah snack favorit di sana yang terbuat dari kentang tumbuk yang dimasukkan ke dalam roti sus kering lalu disiram kuah hijau pedas. Rasanya agak asam namun lezat di lidah saya. Yusni mencoba satu Gol Gappa dan katanya cukup. Hahahaha. Sedangkan saya maunya makan lagi dan lagi. Habisnya harganya cuma 10 rupee atau 2000 perak saja untuk 3 potongnya. Mungkin saya makan sekitar 10 biji dan itu sudah kenyang banget.



Awalnya saya juga ingin mencoba es serut yang dijual di depan pedagang "Gol Gappa" itu. Tapi niat itu saya urungkan ketika saya melihat ada seorang laki-laki membawa es balok yang dibalut karung goni kotor dan lalu diputar-putar sebelum dipecah dan diserut. Meski saya suka makanan jalanan tapi kok melihat proses es serut ini saya jadi agak mual jijik sendiri. Itu es serutnya kotor sekali dan dijamin akan bikin sakit perut kalau dimakan. 



Kami pun berjalan-jalan lagi dan menjumpai toko buku tua yang sudah ada sejak 1946 dan berisikan banyak buku-buku tebal berbahasa Hindi yang tentu tidak saya mengerti. Tetapi saya tetap senang melihat-lihat toko buku itu, meski tak membeli satu. Tidak beli karena saya sudah beli di tempat lain. Hehehehe...



Oh iya kalian harus tahu satu fakta bahwa di India, harga buku itu murah murah banget kalau dibandingkan di negara kita, terutama buku terjemahan Inggris. Saya sempat membeli buku di bandara Delhi dan mendapati harga bukunya murah banget. Di India memang banyak buku bajakan terutama di stasiun atau toko buku di pasar. Tahu dari mana itu palsu? Ya yang sering baca buku pasti bisa membedakan mana buku asli mana buku palsu dari kertas dan baunya.

Tapi toko buku yang saya datangi di bandara itu WHSmith yang tentu saja tidak pernah menjual buku palsu. Saking tidak percaya dengan label harga yang tertera di buku, saya bertanya kepada kasir langsung dan mereka bilang memang harganya segitu, tidak sedang diskon.

Saya pun terperangah. Buku yang biasanya di Indonesia kisaran harganya Rp 300.000, di India cuma 400 rupee atau Rp 80.000. Ya kan murah banget ya. Rasa-rasanya ingin memborong semua buku yang ada di sana tapi sadar bawaan hanya ransel dan sudah penuh barang, diurungkanlah niat itu. Saya hanya beli 5 buku saja selama di India (ya itu juga sudah banyak kan ya). Tapi ya itu juga setelah proses pilah pilih yang lama sekali.




Oh iya, di Sadar Bazaar juga pasti lumrah kamu melihat sapi berkeliaran bebas dan hampir seluruh negara bagian India seperti itu. Tapi kemarin itu aneh aja melihat sapi hampir masuk ke stall ice cream dan menunjukkan pantatnya yang besar ke arah kita, yang ingin membeli. Lucu saja menurut saya. Kalau kalian di situ, apakah akan tetap membeli es krimnya? Hahahaha...

Oke, itu cerita soal keliling kota Agra. Di post berikutnya aku akan bercerita soal Taj Mahal ya, lengkap dari matahari terbit sampai matahari terbenam. Penasaran kan?


Cheers,





Berkunjung ke Ujung Langit Hong Kong bersama Ngong Ping 360

$
0
0






Hah? Ujung langit Hong Kong? Di mana itu Sat? 

Pasti kalian bertanya seperti itu sewaktu membaca judul artikel blog ku ini. Hahahaha.

Ya, kusebut ujung langit karena memang lokasi yang saya kunjungi ini jauhhhhhhhh sekali sampai melewati semua gedung pencakar langit di Hong Kong. Bayangkan, adakah tempat yang lebih tinggi dari itu? Ya ada, di pegunungan laaah.

Sebenarnya nama aslinya Ngong Ping Village, desa kecil yang terletak di area pegunungan di Hong Kong, tepatnya di Pulau Lantau. Negara ini ternyata tidak hanya terdiri dari bangunan beton saja kok seperti yang kita lihat di foto-foto. Masih terdapat area hutan hijau asri yang juga menjadi tempat favorit warga Hong Kong bersantai saat akhir pekan. Memang betul lari ke hutan itu nikmat kan?

Bersama dengan Firza dari Dwidaya Tour, saya, Yusni Mustafa dan Mega Iskanti, kami berempat berangkat ke Ngong Ping Village dengan naik MTR (Mass Transit Railway)  menuju stasiun Tung Chung dan lalu dilanjutkan ke terminal Ngong Ping 360 untuk naik cable car.

Kami tiba di terminal Cable Car Ngong Ping masih pagi, sekitar pukul 9. Namun antrian orang-orang yang juga ingin naik ke Ngong Ping Village sudah mengular padahal hari biasa, bukan akhir pekan. Makin-makinlah saya penasaran seperti apa Ngong Ping Village ini.

Hanya butuh sekitar 25 menit perjalanan naik Cable Car ke Ngong Ping Village. Ada dua pilihan Cable Car, Regular Cabin dan Crystal Cabin. Supaya lebih terasa serunya, kami naik Crystal Cabin yang lantai dasarnya kaca transparan. Jadi serasa terbang gitu. Saya senang banget menaikinya karena memang penyuka ketinggian. Jadi teman-teman bisa coba juga dan rasakan sensasi kaki melayang di udara hahahaha. Makanya disebut Ngong Ping 360 karena memang bisa lihat full view dari seluruh sisi karena transparan.




Tenang saja, pasti aman kok naik Cable Car-nya karena memang sudah memenuhi standar. Biasanya satu cable car diisi maksimal sepuluh orang, namun kemarin kami hanya berempat jadi bisa lebih leluasa untuk foto-foto. Meski begitu, 25 menit nggak cukup karena pengen foto dengan banyak angle di dalam cabin. Lagi asyik ambil gambar, eh tahu-tahunya sudah sampai. Hahaha.

View favorit saya adalah runway Hong Kong Airport yang terlihat jelas saat cable car sudah bergerak naik. Waw, bisa melihat pesawat-pesawat itu take off dan landing dari udara dan tidak jauh jaraknya bikin serasa lagi lihat kota mainan. 

Oh ya, untuk biaya naik cable car ke Ngong Ping Village ini sekitar Rp 426.000 untuk round trip standard cabin dan Rp 571.000 untuk round trip crystal cabin. Harga ini tentu bisa berubah sewaktu-waktu ya tergantung kurs Hong Kong Dollar terhadap Rupiah. Bisa cek juga di website Ngong Ping 360 nya ya.

Ngapain saja di Ngong Ping Village?

x
x

Nah, Ngong Ping ini meski disebutnya village / desa, dia bukan desa yang ada di gambaran umum, melainkan desa wisata buatan yang sudah ditata rapi dengan beragam atraksi dan juga kedai makanan. Tenang, banyak pilihan makanan halalnya juga kok.




Dikelilingi pegunungan, desa wisata Ngong Ping ini hawanya sejuk dan asri sehingga menyenangkan untuk dikelilingi berjalan kaki. Pantas saja banyak yang membawa anaknya ke sini karena pasti jadi area bermain yang menyenangkan untuk mereka. Bisa bebas berjalan tanpa harus takut tertabrak kendaraan. Begitu juga para lansia yang terlihat bahagia berjalan kaki pelan-pelan di sana.






Bagi kamu yang senang dengan beragam atraksi permainan, bisa cobain VR 360 yang ada di Ngong Ping Village. Dasar memang Indonesia ya, hebohnya nggak ada yang ngalahin. Saking serunya permainan di sana, semuanya teriak heboh dan tertawa-tawa. Mas dan Mbak operatornya pasti geleng-geleng kepala melihat tingkah kami. Ya habisnya seru!




Selesai main VR 360, kami diajak untuk makan siang dengan menu kebab (tentunya halal) di Ebenezer's Kebabs & Pizzeria. Porsinya besar dan enak. Saya hanya makan setengah dan sisanya dimakan sore-sore hahahaha. Firza, Mega pamit sebentar untuk ibadah sholat dan saat mereka kembali, kami sudah siap untuk ikut tur ke Tai O Fishing Village, desa nelayan di Pulau Lantau. Awalnya saya sangat bersemangat untuk foto-foto wajah penduduk di sana namun urung ketika mendengar arahan dari local guide kami. 

"Jangan mengambil foto-foto orang lokal di Tai O nanti ya, apalagi lansia. Mereka sangat tidak suka difoto dan merasa tersinggung jika ada yang mengambil foto mereka diam-diam. Jadi, berkeliling saja dan nikmati pemandangan ya" ujar beliau saat kami masih berada di perjalanan bus dari Ngong Ping ke Tai O. 

Yah. Sedikit kecewa saat mendengar arahan itu tapi ya tetap harus ditaati. Memang tidak semua orang suka difoto dan kita harus hargai.

Di Tai O Village, kami diajak berkeliling rumah-rumah nelayan yang dibangun di atas air. Bisa saya bilang ini desa nelayan paling bersih dan rapi yang pernah saya kunjungi. Biasanya kan bau amis ikan menyeruak di tiap sudut kampung nelayan, namun Tai O ini berbeda. Kampung nelayannya bersih sekali dengan banyak jajanan lokal di sepanjang lorongnya.






Lucunya, saat saya dan teman-teman sedang menyusuri kampung, ada suara yang tidak asing di telinga saya. Suara cekikikan perempuan yang tampaknya sedang asyik berseloroh dengan bahasa Jawa Timur. Lho kok di perkampungan Hong Kong ada yang 'boso jowo'? Oh mungkin wisatawan dari Surabaya, pikir saya.

Ternyata salah. Mereka adalah dua Mbak TKW yang berasal dari Jember dan bekerja di Hong Kong. Kami sempat ngobrol sebentar sebelum melanjutkan perjalanan lagi berkeliling kampung.

Oh iya, yang menyenangkan dari kunjungan ke Kampung Tai O ini adalah kita diajak naik kapal kayu ke bagian teluk untuk melihat White Dolphin yang juga dijuluki "Chinese Dolphin". Saya kira maksud mereka adalah 'Beluga', namun setelah dicek, white dolphin itu memang ada dan ada di perairan Cina. Meski tak sempat melihat mereka berloncatan di permukaan air, kami sempat melihat bagian atas badannya sedikit. Memang putih warnanya. Waw keren betul...


Andai saja saya diperbolehkan menyelam, wah pasti senang banget bisa ketemu dengan lumba lumba putih. Tapi mereka pemalu, pasti tidak suka didekati manusia jika kita mendekat. Padahal sudah mengeluarkan jurus pemanggil lumba-lumba. Hahahaha. Mungkin harus dalam bahasa Mandarin ya, kalau siulan pakai bahasa kita gak dimengerti.

Selain lumba-lumba, highlight dari kampung Tai O ini adalah jajanan ikan asin-nya. Sekonyong konyong aku jadi ingat kampung halamanku, Sibolga yang juga jadi penghasil ikan asin terbaik di Sumatera Utara. Wah, wangi ikan asinnya itu lho. Jadi bikin pengen masak ikan asin goreng dimakan sama lalapan hahaha.




Waktu yang diberikan untuk keliling kampung Tai O ini tidak lama, jadi kami berjalan cepat agar bisa mengelilingi banyak tempat. Jam setengah 4 sore kami sudah naik bus lagi kembali ke Ngong Ping Village.

Lanjutlah kami menuju ke "Po Lin Monastery" yang ada di area Ngong Ping. Bangunan yang juga dikenal dengan nama "Big Hut" ini didirikan tahun 1906 oleh three monks di sana. Areanya cantik untuk dijelajahi dan ada patung dewa pelindung empat juru mata angin di gerbangnya. Sayang bagian dalamnya tidak boleh difoto jadi teman-teman langsung ke sana saja ya. Hahahaha...






Yang tidak boleh dilewatkan juga adalal patung Big Buddha yang ada di seberang Po Lin Monastery. Nama aslinya sebenarnya The Tian Tan Buddha of Po Lin. Ada lebih dari seratus anak tangga yang harus dinaiki untuk mencapai ke puncak patungnya.






"Kalian tahu patung Buddha itu menghadap ke mana? India? Nepal? Ayo tebak", tanya local guide kami.

Saya tidak tahu mau menjawab apa karena sampai sekarang saya juga tidak tahu mana yang benar, Buddha lahir di India atau Nepal karena dua negara itu mengklaim negara merekalah yang menjadi tempat lahirnya Buddha.

Ternyata yang menjawab Nepal atau India semuanya salah. 

Jadi, menghadap ke mana?

Mainland China.

Hahahahaha, itu jawaban dari local guide saya karena katanya bagaimana pun, ekonomi Hong Kong berkembang karena negara induknya, jadi Buddha nya menghadap ke sana sebagai tanda penghormatan.

Yang membuat saya kagum adalah kawasan Ngong Ping ini semuanya bersih sekali dan tidak ada sampah yang saya lihat di tepi jalan. Semua orang berjalan santai, menikmati makanan dan minuman yang mereka beli namun juga tertib untuk membuang sampah pada tempatnya.

Oh iya, di kawasan Big Buddha ini juga ada lembu yang dilindungi. Katanya lembu-lembu itu suci dan tidak boleh disakiti atau diberi makan. Lucunya, semua orang ingin ber-selfie ria dengan para lembu tambun itu.

Setelah India, di Hong Kong lah saya melihat ada lembu yang hidupnya makmur, diberi makan dan dibiarkan hidup bahagia sampai tua dan tidak dipotong. Hahahaha.

Di Ngong Ping ini, saya sarankan kalian di sana sampai tutup. Hahaha. Bener lho, sayang sekali kalau ke sana tapi kita tidak menikmati total secara keseluruhan. Datang dari pagi sekali dan pulanglah ketika sudah menjelang tutup.

Cable Car terakhir itu jam setengah 6 sore jadi pastikan kalian sudah tiba di sana sebelum jam tutup. Antriannya panjang sekali namun karena kami dapat akses khusus, langsung menyeberang balik ke Tun Chung.

Satu yang tidak akan membuat kalian menyesal ketika naik Cable Car saat sore hari adalah kalian bisa melihat sunset keemasan menyinari perbukitan Lantau dan juga Big Buddha sera jembatan bawah air baru yang ada di Hong Kong. Jadi dari ketinggian, kita dapat menikmati view mahal yang memang bisa dilihat kalau cuaca sedang cerah. Bisa saya katakan ketika berkunjung ke Hong Kong kemarin kami sedang beruntung, dikaruniai cuaca bagus sepanjang perjalanan.




"Huuuu pas aku kemarin ke Ngong Ping kabut hujan, Sat. Hiks hiks" ujar teman saya ketika melihat update di IG Story. 

"Waaaaa itu artinya kamu harus kembali lagi ke Ngong Ping", balas saya. Hahahaha.

Iya, sayang kalau kalian jalan-jalan ke Hong Kong tanpa mengunjungi Ngong Ping ini. Bisa dibilang ini atraksi yang paling saya suka dari semua atraksi wisata yang ada di sana. 

Apalagi buat kamu yang sudah berkeluarga dan masih punya anak balita, pasti senang sekali diajakin keliling ke Ngong Ping. Pertengahan tahun adalah bulan-bulan terbaik untuk berkunjung ke sana. 

Pssttt, kalau ke sana naik Crystal Cabin saja ya biar sensasinya menuju ke Ngong Ping nya makin terasa. Kayak terbang melayang. Hoohoohoho...

Jika teman-teman mau ke Ngong Ping bersama keluarga atau orang tersayang, bisa kontak Dwidaya Tour ya. Mereka akan dengan sangat senang hati menyusun perjalanan seru ke Hong Kong. Ajak aku lagi juga ya nanti. Hahahaha.



Cheers,










Kenapa Traveling Bareng Teman Selalu Jadi Wacana?

$
0
0






Pertanyaan itu pasti bukan hanya muncul untukku namun kalian juga. Kita semua. Ya kan? 

Kenapa sih kalau mau jalan bareng sahabat itu kadang hanya jadi wacana saja? Yang diawalnya semangat 45 untuk traveling bareng, mendekati hari H tidak menyisakan siapa-siapa alias batal alias "wacana tok". Pernah begitu juga nggak? Hahahaha...

Saya sendiri mengalami itu, sering, sering sekali.

Sejak jadi freelancer 3 tahun lalu, rasa-rasanya susah betul janjian traveling sama sahabat yang bekerja kantoran. Susah betul nyari waktu yang semuanya avaliable dalam satu waktu. Kalau mereka lagi kerja, saya libur. Ketika giliran mereka bisa libur panjang, gantian saya yang harus bekerja. Kadang mau menertawakan betapa lucunya persahabatan kami, 10 tahun berkawan sejak kuliah tahun pertama hingga sekarang mereka sudah mau menikah dengan pujaan hati, trip kami tidak pernah terealisasi. Hahahahaha.

Kalau lihat whatsapp group, rasa-rasanya ada banyak sekali grup yang dibuat untuk merencanakan trip bareng namun pada akhirnya jadi ya begitu saja. cuma ngobrol-ngobrol dan tak pernah jadi juga jalan barengnya.

Tapiiiii, ada satu grup yang enak diajak koordinasi jadwal ngetrip bareng. Mereka adalah Eaz, Rizal dan Guri, diving buddies saya. Sejak kami ngetrip tahun lalu, sampai sekarang rencana trip kami hampir terlaksana. Hebat banget kan? 

Kok bisa?

Karena kami semua pekerja lepas aka freelancer, empat-empatnya. Hahahaha. Jadi ya masih cukup mudah untuk koordinasi dengan mereka, meski itu juga sudah harus dari berbulan-bulan sebelumnya supaya bisa 'ngelock' tanggalnya nggak menerima kerjaan di periode waktu itu. 


Geng diving tersayang yang lancarnya cuma kalau mau diving trip aja....


Cuma yaaa nggak semuanya seperti kami kan? Tentu masih lebih banyak teman-teman yang bekerja kantoran atau punya usaha yang nggak bisa ditinggal. Semacam dua sahabatku yang aku ceritakan di awal. Tahun ini, sebelum mereka menikah dan diboyong suami mereka, aku ingin sekali trip kami terealisasi. Entah ke mana pun terbangnya ya jadilah. Asal jauh dari Jakarta. Hahahaha...

Memang agak susah karena satu berprofesi sebagai Flight Attendant dan satu lagi Manager di salah satu perusahaan maskapai penerbangan. Sibuknya luar biasa.


Ini nih dua gadis yang kalau mau diajak jalan wacana mulu dari 10 tahun yang lalu...


"Aku rasa kita bertiga butuh liburan deh, ke mana gitu. Kalian berdua sudah hampir jadi 'Bridezilla' ucap saya di grup chat kami.

Hampir setiap hari, mereka selalu bercerita soal persiapan pernikahan mereka di bulan Agustus dan Oktober nanti. Semuanya pusing, stress dan karena cuma saya di grup itu yang belum berencana menikah, jadi paling netral dan bertugas untuk membuat mereka tenang dan tidak jadi 'gila' dengan semua wedding plans & preparations.

"Tapi susah banget ini kita jadwalin bertiga, satu di mana, satu lagi di mana" seloroh salah satu teman saya di grup.

"Weeehhh bisa kok kalau kita obrolin dari sekarang. Nggak harus cari long weekend banget lah biar jadi nih ngetrip barengnya. Kabarin aja kapan kalian lowong, ada hari libur dan cus langsung" jawab saya lagi.

"Tapi kan kalau nggak jauh-jauh hari, mahal tiketnya Yong", timpal teman saya.

Woooo, saya lupa belum kasitahu mereka kalau saya ingin ngajak mereka traveling pakai SCOOT. Ada 66 destinasi menarik yang bisa kami pilih dan selalu ada reguler promo dari maskapai kuning ini. 





Harga tiket Scoot ini sudah termasuk bagasi kabin 10 kilogram jadi buat short trip kemana gitu cukup banget, nggak perlu beli bagasi lagi. Tapi kalau mau nambah pun, gampang banget prosesnya saat pembelian tiket. 

Saya tadinya mau ajak mereka ke Athens, Yunani karena tiket sekali pergi ke sana cuma 3 jutaan rupiah. Woooooo, bisa ke Santorini juga sekalian kan.

Selain Athens, Scoot juga terbang ke Berlin. Wowowowowoow! Saya pantengin websitenya dan lihat-lihat tanggal yang pas buat liburan kami di musim panas nanti. Pokoknya sebelum Agustus (salah satu menikah), kami harus jalan-jalan. Titik.

Pas banget bulan ini, Scoot lagi ada promo "Jalanin Aja" dengan memberikan diskon hingga 25% untuk kelas ekonomi. Cukup masukin kode promo : SCOOT25. Gampang banget kan?




Promonya sampai 31 Maret 2019 ini, jadi langsung cepat-cepat berburu tiket promonya ya. Saya juga masih berburu nih.

Kalau teman-teman mau tahu info lengkapnya soal promo ini, langsung saja klik www.flyscoot.com/jalaninaja atau kunjungi facebook page SCOOT ya...





Cheers,






Hari Pertama Keliling Eropa, 1 Hari Penuh Kejutan di Berlin

$
0
0



"Summer, summer apa ini?" ucap saya dalam hati begitu kaki melangkah keluar pesawat yang saya tumpangi dari Jakarta ke Berlin (transit Singapore).

Ya habisnya dinginnya menusuk kulit sekali. Syukurnya saya memakai jaket dan syal namun tetep tidak bisa menghalau dingin pagi itu. Saya rapatkan kancing jaket dan sabar menunggu giliran untuk naik shuttle yang mengantarkan kami ke terminal kedatangan.

"Kamu beneran sendiri aja Sat? Buset nggak takut apa?" tanya teman saya via DM Instagram.

Hahahaha ya beneran ini berangkat dan pulang sendirian tapi sepanjang perjalanan kan akan bertemu dengan banyak orang, teman-teman baru di perjalanan. Jadi, kenapa harus takut?

Saya mendarat di Berlin Tegel Airport yang benar-benar biasa saja dan kecil. Loket pengecekan imigrasi-nya juga kecil sekali. Setelah menjawab pertanyaan sekenanya seperti akan tinggal berapa lama dan apa tujuan ke Berlin, saya lolos dan bergegas mengambil carrier saya di conveyor belt.

Di Eropa, trolley berbayar ya jadi gotong sendiri barang-barangmu kalau mau hemat. Lumayan juga harus bayar 1 EUR, bisa beli roti. Jangan berpikir akan ada porter seperti di Indonesia juga ya.

Saya keluar terminal kedatangan dan langsung menyalakan JavaMifi, portable wi-fi yang akan jadi teman saya di perjalanan panjang keliling Eropa 1,5 bulan ini. Karena tahu akan selalu ada sinyal internet makanya saya nggak khawatir sama sekali soal berjalan sendiri. Selama internet ON ya pasti aman. Meski juga kemampuan kita berkomunikasi berbahasa asing, minimal bahasa Inggris, juga penting agar bisa bertanya jika tersesat di jalan.

Langsung saya mengabari keluarga dan orang terdekat bahwa saya sudah tiba dengan aman, sehat dan selamat. Saya duduk di kursi di depan terminal kedatangan dan melihat orang yang lalu lalang.

Ini dia portable wi-fi kecil nan praktis yang aku pakai untuk jalan-jalan ke Europe.


Perasaan saya campur aduk sebenarnya ketika tiba di Berlin karena rencana awal akan bertemu kakak sepupu harus berubah karena dia harus pulang mendadak ke Indonesia, tepat di hari saya terbang ke Jerman. Padahal kami sudah berencana akan eksplorasi Bavaria, daerah selatan Jerman yang cantik sekali. Jadilah saya harus berpikir cepat apa yang harus saya lakukan kalau kakak sepupu saya tidak ada.

Akhirnya saya memutuskan untuk ke Houten, Utrecht, Netherlands (Belanda) karena ada teman yang tinggal di sana. Dikarenakan dia juga akan pulang ke Indonesia untuk lebaran di minggu depannya, saya langsung memutuskan untuk mengunjungi dia langsung di hari-hari awal perjalanan saya.

Jadilah transit kurang dari 24 jam di Berlin karena saya tiba pukul 7 pagi dan bis ke Utrecht-nya pukul 9 malam. Hmmm, enaknya kemana yaaaa selama waktu transit ini?

Saya berpikir untuk ke AlexanderPlatz, city centre Berlin. Mungkin akan menyenangkan pergi ke Central dan minimal melihat kehidupan orang-orang di Berlin. Ya kan?


Begitu keluar dari terminal kedatangan dan menggotong carrier saya seberat 17 kilo dan daypack saya seberat 8 kilo (total 25 kilo), saya naik tangga penghubung ke bus stop. Lumayan juga berkeringat di pagi yang dingin (sekitar 12 derajat).

Setelah ngecek bus apa yang harus saya ambil untuk pergi ke AlexanderPlatz, saya membeli tiket di ticket machine yang berbahasa Jerman. Awalnya cengo dulu di depan layar hingga ada petugas yang menghampiri dan membantu saya membeli tiket ke tujuan. Saya tinggal bayar 2,8 EUR pakai kartu JENIUS saya karena mesinnya menerima pembayaran pakai debit card / credit card atau cash tapi recehan koin saja.

40 menit perjalanan menuju AlexanderPlatz dari Airport sama sekali tidak terasa karena saya terbuai pemandangan Berlin yang... cantik... sekali.






Di depan saya duduk seorang Nenek yang melempar senyum ketika mata kami beradu. Saya bergumam dalam hati kalau sebenarnya ada kok orang Eropa yang ramah kepada pendatang. Tidak semuanya dingin dan tidak murah senyum. 

Di dalam bus saya mengecek google maps agar tahu di mana saya harus berhenti. Begitu mendekati area AlexanderPlatz saya bersiap dan turun di halte yang dekat dengan central park-nya. Saya letakkan tas dan duduk di kursi taman. 

Dalam beberapa jam saja sudah ada kejadian aneh yang mewarnai hari pertama saya.

Yang pertama adalah scam-trick yang dilakuin 3 orang perempuan yang nggak berhenti bilang "Oooo you are so beautiful" tapi habis itu minta donasi untuk anak-anak disabilitas tapi sama sekali tidak terlihat bisa dipercaya, nggak bisa nunjukin id-card juga. Awalnya cuma minta aku tandatangan di atas selembar kertas petisi, tapi ujung-ujungnya mereka minta aku buat bayar 15 EUR (itu banyak banget buat kita). Eh ternyata mau tipu-tipu mereka. Uang yang tadinya sudah ada di tangan mereka berhasil aku ambil lagi. Syukurlah...


Yang kedua, saya bertemu dengan sepasang suami-istri dari Serbia yang duduk di sebelah saya tidak berapa lama setelah gadis-gadis tukang tipu itu pergi. Saat aku foto-foto dengan tripod yang aku bawa, si Bapak bertanya asal saya.

"I'm from Indonesia" jawabku sambil tersenyum.

"Ah, I see. I'm bit unsure because you look like Thai / Philippine girl" ujar Bapak itu lagi.

Tidak lama kemudian kami tenggelam dalam pembicaraan soal kehidupan. Senang sekali rasanya dapat banyak "wejangan" dari mereka. Soal hidup, hubungan spiritual, hubungan antar manusia dan alam. Semuanya benar-benar jadi auspan yang berguna untuk diri. Tak lupa mereka juga memberikan nasihat soal hubungan percintaan, hahahahaha. Mereka menjelaskan hal-hal apa saja yang menjadi kunci sukses dan langgeng sebuah hubungan. Kalian penasaran apa saja yang kami obrolin?

Tak terasa kami mengobrol hingga 1,5 jam dan mereka pamit untuk menjemput anak perempuan mereka.

"Iya, anak perempuan kami sedang jalan-jalan di Berlin dengan teman-temannya setelah menonton konser BlackPink" kata Ibunya. 

"Iya kami juga ikut menonton konser BlackPink itu" ujar Bapaknya lagi. 

Eh buset, keren sekali mereka ikut nonton konser K-Pop padahal usia mereka sudah tidak terbilang muda. Hahahaha...

Kami bertukar kontak agar bisa saling berkomunikasi dan mana tahu saya ada rejeki ke Serbia, rumah mereka terbuka lebar untuk saya katanya. Aihhhhh baik sekali pasangan itu. Saya memang ingin sekali ke Serbia karena itu adalah negara asal para paraglider (penerbang paralayang) yang selalu ada di jajaran juara dunia. 

"Terima kasih ya Rodo dan Vera. It was really nice to meet you" ujar saya sambil memeluk mereka. 

Aku mengambil foto Rodo & Vera dari belakang.


Saya melihat mereka hilang di kejauhan dan kembali menikmati pemandangan orang-orang yang asyik berfoto di depan air mancur. Tidak sadar bahwa di tempat saya ada seorang lelaki muda yang duduk juga dan lalu menyapa saya.

Tentu saya heran karena biasanya orang Eropa tidak suka menyapa orang asing namun pemuda itu dengan ramah tersenyum dan menanyakan asal saya dari mana.

Pemuda yang ternyata bernama Marty itu ternyata pernah tinggal di Jepang beberapa tahun dan awalnya mengira saya adalah orang Jepang (orang Jepang eksotis iya hahahahaha). Namun karena dia juga fasih berbahasa Inggris selain bahasa Jerman, kami malah jadi mengobrol tentang banyak hal.

Beruntung sekali Marty tinggal dekat dengan AlexanderPlatz jadi saya diperbolehkan untuk menaruh carrier besar saya di apartemen dia dan kami akan jalan-jalan ke beberapa tempat menarik di Berlin seperti Berliner Dom dan juga Brandenburg Gate. 

Danke schön Marty!

Foto diambil oleh Marty dan agak blur tapi ya sudahlah ya...


Kami juga pergi ke bakery enak di dekat AlezanderPlatz namanya "Zeit für brot" dan nyobain the famous cinnamon apple bread mereka yang harganya 2.8 EUR dan espresso harga 1.8 EUR. Harganya masih normal lah buat kita di Indonesia ya.



Beneran enak cinnamon apple bread-nya <3


Di hari pertama keliling Eropa, saya boia bilang hari saya menyenangkan dan juga baru pertama kali merasakan langit masih terang sekali hingga pukul 10 malam. Hari terasa panjaaaaaaang sekali.

Saya naik U-bahn dari AlexanderPlatz ke ZOB Berlin, bus station tempat saya akan naik Eurolines ke Utrecht. Ongkosnya 27.9 EUR jadi terbilang murah dibandingkan naik kereta atau pesawat. Bus di Eropa-nya juga enak karena kursinya empuk, ada colokan, toilet bersih dan wi-fi (tapi saya nggak bisa akses wi-fi nya). Maaf lupa foto interior bus-nya. Di perjalanan berikutnya yaaa akan saya ulas soal bus keliling Eropa.

Enaknya pakai Jenius Card ini. Kartu Debit yang bisa dipakai buat beli macam-macam di Eropa, termasuk tiket kereta.

Sejenak sebelum bus bertolak ke Utrecht. Nah, kelihatan kan jam 9 malam masih terang banget.

Bus bertolak dari Berlin dan saya terlelap dengan cepat karena capek juga jalan kaki keliling Berlin. Capek tapi senang karena dipertemukan dengan orang-orang menyenangkan. Hari pembuka perjalanan yang menghangatkan hati. 

Wir sehen uns wieder, Berlin! Nanti akan lebih banyak eskplorasi Berlin yaaaa...




Cheers,






Horas! Ahoi! Festival Pesona Lokal Medan Seru Kali!

$
0
0




Senang betul saya begitu tahu Medan juga menjadi salah satu dari sembilan kota yang dipilih Adira Finance untuk menjadi lokasi perhelatan Festival Pesona Lokal 21 Oktober silam. Begitu tiba di Medan, tepat di malam sebelum acara  festival saya puas-puaskan untuk  menyantap bakmi pangsit merah dan pancake durian bersama Mama dan teman-teman tersayang. Senang kalilah pokoknya, rasanya  kayak pulang ke rumah.

Lho kan memang pulang ke rumah ya?

Kalian tahu kan kalau kampung halamanku itu di Sumatera Utara? Hahahaha.

Oleh karena itulah perhelatan Festival Pesona Lokal di Medan ini menjadi salah satu favoritku karena aku ikut festival budaya di kampungku sendiri. Istana Maimun dipilih sebagai lokasi festival karena selain strategis, istana ini adalah salah satu icon Kota Medan dan Sumatera Utara. Sejak jam 7 pagi, Istana Maimun dipadati warga kota Medan dan juga kota sekitarannya yang ingin menikmati FPL (Festival Pesona Lokal). Ada sekitar 4000-5000 orang yang hadir lho. Ramai betul! 




Acara dibuka jam delapan pagi oleh Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin, didampingi Wakil Wali Kota Medan Akhyar Nasution, bersama-sama dengan Direktur Sales and Marketing MNC Group Surya Hadiwinata, serta Direktur Keuangan Adira Finance I Dewa Made Susila. Untuk pembukaan pawai, semua bapak-bapak walikota dan jajaran direksi mengenakan topi khas dari Mandailing, senang betul saya melihatnya. 

Rangkaian festival terdiri dari beragam tampilan pawai kostum adat Batak-Melayu-Nias, variasi tarian tradisional (kalau mendengar alunan musik gondang batak, saya juga pasti langsung ikut  bergoyang) dan tak lupa mencicipi kuliner khas yang diperlombakan. Pengunjung juga bisa berkeliling di sekitaran booth kerajinan / UMKM, mencoba serta membeli jajanan serta kerajinan khas Sumatera Utara. Sebagai orang Sumatera Utara, bangga sekali lho saya dengan tampilan booth, ragam produk yang ditawarkan dan juga atraksi budaya yang dibawakan.








Pernah lihat tradisi lompat batu dari Pulau Nias? Nah, di FPL kemarin Sampai dibuatkan replika batu untuk diloncati para pemuda kuat yang langsung datang ke Medan. Semua orang bertepuk tangan mengagumi kemampuan mereka untuk meloncati batu yang cukup tinggi itu, termasuk saya. Meski sudah berkali-kali mengunjungi Nias, saya nggak akan pernah bosan atau menolak kalau diajak menyaksikan atraksi budaya dari sana. Kalau boleh jujur, Nias adalah favorit saya! 





Mama dan adik saya ajak untuk menyaksikan festival ini. Mama saya sampai betah sekali ngider ke sana ke mari dan berjoget riang waktu Siti Badriah berdendang. Iya, ada Sibad! Hahahaha. Karena memang konsep Festival Pesona Lokal ini ya pesta untuk rakyat dan dangdut adalah hal yang tentu tak bisa dipisahkan. Ada penyanyi Fani Vanilla juga yang turut memeriahkan festival di Medan kemarin. Asyique kan~




Paling asyik ke festival bareng Mama dan adek!


Tahun depan semoga Festival Pesona Lokal Adira Finance diadakan lagi dan semoga makin meriah tumpah ruah ya! Yang ketinggalan festivalnya tahun ini, jangan sampai ketinggalan yang tahun depan okay?


Cheers,













Bagaimana Cara Menjadi Traveler yang Nggak Gampang Sakit

$
0
0




Selama hampir 11 tahun ngeblog dan wara-wiri traveling, salah satu pertanyaan yang paling sering saya dapat adalah:

"Kok lo jarang sakit sih Sat padahal jalan mulu, bentar-bentar loncat sana loncat sini?"

Kalau dipikir-pikir iya juga ya. Sudah beberapa tahun ini saya jarang sekali sakit. Paling cuma kelelahan terus dibawa tidur. Saya tahu bahwa bekerja sebagai Travel Content Creator itu harus punya stamina yang baik karena pekerjaan ini sangat mengandalkan fisik. Harus tahan panas dan kuat dingin.

Tapi, terkena sakit yang agak parah juga pernah kok. 

Masih terekam jelas di ingatan saya, 5 tahun lalu terbaring di rumah sakit setelah demam beberapa hari. Tetap "keukeuh" bilang ke diri sendiri itu cuma demam biasa, satu teman menyeret saya ke Rumah Sakit untuk diperiksa dokter.

"Lo emang bebal ye kalau disuruh merhatiin kesehatan, disuruh ke dokter saja susah", omelnya sambil membonceng saya di belakang motor ke rumah sakit. Saya hanya diam saja tak membantah sambil menggigil meriang.

Setelah selesai cek darah, diketahui saya terkena demam tifoid (tipes) dan harus opname karena saya sudah membiarkannya berhari-hari dan menjadi agak parah.

Kondisinya waktu itu saya baru saja pulang roadtrip dari Flores, naik motor sendirian, makan sesuka hati, nggak peduli sama sekali soal bagaimana makanan itu dimasak. Toh, sudah biasa jajan kaki lima, ngapain peduli? Dari dulu sehat-sehat aja dan nggak pernah sakit.

Dan...

Dor! 

Kena juga akhirnya, hahahahaha...

Syukurlah setelah opname 4 hari, saya sudah diizinkan pulang, lengkap dengan resep obat yang harus dihabiskan dan wejangan dokter untuk tidak sering-sering makan di kaki lima.

"Hati-hati ya Satya, kalau sudah sekali kena tipes, dia bisa kambuh lagi kalau kepancing dengan makanan yang kurang bersih. Jadi jangan sepele", ujar dokter saya waktu itu.

Akhirnya dikurangilah makan gorengan dan mie ayam gerobakan di tepi jalan. Tapi kalau lagi kepengen ya dimakan juga hahahaha. 

Ya soalnya susah untuk saya mengontrol makanan yang dimakan harus bersih dan sehat karena seringnya bepergian. Kadang kalau sempat ya masak sendiri tapi tetap saja lebih sering beli makanan yang sudah jadi.

Masak sendiri paling sering ya kalau pas naik gunung.


Pun nggak lengkap kan rasanya kalau traveling ke suatu tempat tapi nggak nyobain kuliner lokalnya?

Masalahnya, kita juga harus waspada dengan penyakit-penyakit yang mengintai kita saat traveling, khususnya pas wisata kuliner. Kita biasanya pengen nyoba semuanya, apalagi yang street food karena Katanya yang punya rasa otentik itu ya yang di tepi-tepi jalan.

Mana bisa aku menahan godaan jajanan di Food Street Market!


Siapalah yang bisa menolak kelezatan sup ikan ini ya kan?

Makanya waktu traveling ke India kemarin saya sebenarnya ketar-ketir ketika mau mencoba makanan di pinggir jalan. 'Gol Gappa' adalah penganan favorit saya yang dijajakan di setiap sudut. Enak banget! Jadilah ketagihan makan makanan itu sambil berbisik ke diri sendiri, jangan sampai sakit ya, tipes kamu jangan kambuh ya.



Biasanya penyakit yang sering menghampiri kita saat traveling adalah Hepatitis A dan Demam Tifoid karena kedua penyakit ini ditularkan lewat makanan atau peralatan makanan yang kurang bersih. Kita yang sering traveling ini beresiko 19 kali lebih besar untuk tertular.

Eh, nggak cuma lewat makanan atau peralatan makan saja sebenarnya, Kita bisa tertular lewat makanan mentah / kurang matang, es batu, makanan matang yang sudah terkontaminasi, tidak cuci tangan sebelum makan, saat sikat gigi (kalau pakai sikat gigi orang lain) dan saat pakai toilet umum.

Jika kita terkena kedua penyakit tadi, Hepatitis A dan demam tifoid, dan tidak segera ditangani medis segera, bisa berakibat fatal untuk kita seperti infeksi hati atau usus bocor.

Bagaimana kita tahu kalau kita terkena Hepatitis A dan demam tifoid ini?

  • Gejala penyakit hepatitis A adalah demam, lesu, mual, hilang nafsu makan, kulit dan mata berwarna kuning, sakit perut, muntah, tinja dan urin berwarna gelap.
  • Faktor yang berpengaruh terhadap keparahan penyakit ini adalah usia. Dimana semakin tua umur seseorang, semakin berat gejalanya.
  • Hepatitis A biasanya berlangsung selama 3-6 minggu dan masa penyembuhan secara klinis dan biokimiawi memerlukan waktu selama 6 bulan.

Untuk demam tifoid, biasanya gejalanya adalah:

  • Suhu tubuh perlahan tinggi setiap harinya (step ladder) terutama menjelang sore dan sulit turun walau sudah diberikan penurun panas serta adanya bercak merah sehingga dibutuhkan pemeriksaan lab untuk memastikan (nah ini yang terjadi sama aku kemarin)
  • Gejala umumnya adalah demam tinggi, sakit kepala, mual, sakit perut, hilang nafsu makan, sembelit atau diare.
  • Gejala muntah dan tidak mau minum malah bisa menyebabkan dehidrasi yang berakibat pada penurunan kesadaran dan gejala yang lebih berat. 
  • Di akhir minggu kedua atau awal minggu ketiga sering kali muncul komplikasi seperti peritonitis dan perdarahan pada saluran cerna, bahkan bisa terjadi kebocoran usus.


Saya memang sudah terkena demam tifoid dan baru sekali saja. Semoga tidak kambuh lagi ya dan tidak sampai terjangkit Hepatitis A dari aktivitas saya yang selalu bepergian.

Nah, kalau di atas tadi sudah membahas gejalanya, mari kita obrolin cara pencegahannya. Ini dia beberapa yang bisa kita lakukan.


  • Mencuci tangan sebelum makan. Cuci tangan yang baik dan benar adalah yang durasinya 40 detik dan melakukan 7 gerakan.
  • Tidak mengonsumsi makanan sembarangan (nah ini dia yang agak susah ya).
  • Merebus air hingga mendidih dan makanan dimasak matang sempurna.




Selain cara-cara di atas, salah satu cara pencegahan yang ampuh adalah dengan vaksinasi. Kita bisa mendapatkan vaksin Hepatitis A dan demam tifoid di rumah sakit besar. Baiknya dilakukan 2 minggu sebelum traveling atau wisata kuliner agar vaksinnya bisa bekerja dengan sempurna.

Vaksin ini diberikan lewat suntikan dan menimbulkan kekebalan dalam darah untuk melindungi kita dari resiko penyakit Hepatitis A dan demam tifoid, mencegah penyebaran penyakit dan meningkatkan antibodi tubuh. Vaksin adalah langkah awal untuk pencegahan terhadap penyakit-penyakit tersebut dan melindungi kita hingga puluhan tahun. Vaksin Hepatitis A bisa bertahan hingga 30 tahun dan vaksin demam tifoid bertahan hingga 2 tahun.

Begitu dapat informasi itu, saya langsung mengontak rumah sakit di dekat tempat tinggal untuk membuat janji vaksinasi. Kabar terbarunya saat ini mereka sedang mengusahakan untuk mendatangkan stok vaksin. Semoga bulan ini sudah bisa vaksin yah dan nanti dikabarin. 

Biar jadi traveler yang nggak gampang sakit ya memang harus kembali lagi ke kebiasaan hidup sehat dan vaksin sebagai tindakan preventif. Amit-amitttt ya terkena demam tifoid lagi atau Hepatitis A. Ya nggak cuma dua penyakit itu saja karena masih banyak penyakit lainnya dan semoga kita terhindar dari semuanya ya.

Mungkin ada dari teman-teman yang belum mengerti betul manfaat dari vaksin ini, mungkin bisa baca-baca informasinya di akun IG @kenapaharusvaksin yaaaa...


Cheers,





Ku Ngai Ko Selayar Island, Pantai Tosca Memesona di Ujung Selatan Sulawesi

$
0
0



"Kak Sat, rencana ke Latimojong-nya ditunda aja, mending ke Selayar yuk!", ujar Rafdy via DM Instagram.

Hmmm. Selayar. Menarik!

"Mau sama siapa aja? Aku cuma punya 4 hari free nih sebelum terbang ke Jogja. Memangnya cukup waktunya?", jawab saya.

"Iya cukup kok, coba aku tanya teman-teman dulu siapa yang mau ikut ya!", jawab Rafdy lagi.

Begitulah percakapan awal kami tentang rencana eksplorasi Kepulauan Selayar, yang sudah lama ada di daftar bucket list saya. Mungkin beberapa dari kalian lebih familiar dengan nama Takabonerate ya? Atau bahkan belum pernah mendengar dua-duanya?

Oke, semoga artikel yang ini membuat kalian tergoda untuk berkunjung ke Kepulauan Selayar ya!

Akhirnya kami sepakat berangkat ke Selayar berempat saja; Rafdy, Alam, Erwin dan tentu saja saya. Dengan adanya 4 supir alias semuanya bisa menyetir, tidak perlu khawatir untuk road trip yang agak jauh karena bisa gantian kan.

Kami berangkat meninggalkan Makassar menuju Selayar tepat jam 12 malam. Alasannya? Supaya tidak terkena macet di jalan dan memang karena kami baru pulang dari acara Festival Pesona Lokal Makassar yang baru selesai pukul 11 malam.

Untuk menuju Selayar dari Makassar sebenarnya ada dua jalur, udara dan darat+laut.  Ya, ada bandara kok di Selayar dan ada dua maskapai yang melayani rute Makassar - Selayar (bisa dari Jakarta juga) yaitu Lion Air dan Transnusa. Namun kami memilih untuk menyetir dengan mobilnya Alam dilanjutkan menyeberang dengan kapal ferry. Selain bisa membawa barang lebih banyak, juga akan mempermudah kami untuk berkeliling pulau Selayar dan tidak mengeluarkan biaya ekstra untuk sewa mobil / motor lagi di sana.

Untuk menyeberang ke Selayar, kita harus menuju ke Pelabuhan Bira dulu. Dari Makassar, waktu tempuhnya sekitar 4-5 jam saat malam hari dan bisa lebih dari itu saat siang hari. Kami sempat mampir ke rumah teman baik kami, Dian, di Bulukumba, namun saya hampir tidak ingat apa-apa karena saya berjalan sambil tidur sepertinya. Hahaha.

Pelabuhan Pamatata, Selayar


Begitu tiba di Pelabuhan Bira, ternyata kami dapat antrian mobil nomor 24. Waaaaaa! Kapal masih berangkat 3 jam lagi (jam 9 pagi) tapi kok antriannya sudah panjang sekali. Ternyata memang ada banyak mobil, bus dan truk yang menyeberang dan bahkan mereka sudah menginap dari malam sebelumnya.

Jadwal kapal penyeberangan Bira - Selayar ada dua yaitu pukul 9 pagi dan 2 siang dan waktu penyeberangannya sekitar 2 jam. Kami berencana untuk naik kapal pagi agar bisa langsung eksplor Selayar di hari itu juga dan nggak kesorean.

Namun melihat nomor antrian kami dan banyaknya mobil yang sudah antri semalaman, kami tidak yakin bisa dapat giliran menyeberang pagi.

Harap harap cemas pun sirna ketika nomor antrian kami dipanggil lewat toa. 2 nomor di depan kami ternyata tidak muncul ketika dipanggil dan kami masuk ke kapal pagi sebagai mobil terakhir, penutup! Beruntung sekali ya! Hahahahaha.

Saking lelahnya karena kurang tidur dari Makassar, kami ketiduran dengan kepala tertelungkup di meja atas kapal dan terbangun saat klakson kapal berbunyi 3 kali, pertanda kapal akan segera sandar di Selayar. 

Walau masih setengah mengantuk, saya mencoba berdiri dan begitu melihat warna lautnya langsung segar dan menjerit dalam hati. 

"Waaaaaaaa bagus sekali warna biru lautnyaaaaaa!"




Cuaca di Selayar sedang cerah-cerahnya seolah-olah menyambut kedatangan kami dengan gembira. Pelabuhan Pamatata sudah penuh dengan mobil yang akan menjemput penumpang dan mengantar ke Benteng, Ibukota Kabupaten Selayar yang bisa dicapai dengan kendaraan bermotor selama 1 jam.

Sampai di Benteng, kami bertemu dengan teman-teman di Selayar; Bayu dan Amal yang juga menemani kami eksplor Selayar. 

Nah, eksplor apa saja yang enak di Selayar ya?


Ini dia...

Di hari pertama saat baru tiba, kami memang hanya bersantai di Benteng, makan, ngobrol dan santai-santai di tepi pantai sambil makan pisang goreng dan "Saraba" (bandrek telur). 



Di hari kedua kami island hopping ke beberapa pulau di sekitaran Selayar. Iya, Selayar ini memang terdiri dari gugusan pulau dan tidak bisa dikunjungi semuanya dalam satu hari. Jadilah Bayu menyusunkan itinerary dan merekomendasikan untuk pergi ke Pantai Balojaha, Goa Balojaha / Liang Bodong, Pantai Liang Kareta, Pantai Liang Tarusu saja di hari pertama dan butuh waktu seharian di sana. 

Begitu kami bertolak dengan kapal klotok / jukung dari Pelabuhan Padang, wuwuwuwu biru lautnya menggoda sekali. 





Sampai di Pantai Balojaha, kami harus berjalan sekitar 15 menit ke bagian dalam pulau untuk melihat Liang Bodong, goa dengan air jernih yang dingin. Kami pun berenang gembira di Liang Bodong, senang karena tidak ada orang lain selain kami waktu itu. Puas-puasin deh! 


Dari Liang Balojaha, kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Liang Kareta dan Liang Tarusu. Sama-sama cantik pantainya, enak untuk berjemur dan berenang santai karena lautnya tenang sekali.



Sore harinya, sepulang dari island hopping, kami menanti senja di Sunari Resort yang bisa ditempuh 20 menit dari pusat Benteng. Ada ayunan  besar yang memang diinginkan Rafdy untuk menjadi spot foto dan kami memang tidak menyesal karena senja dan ayunan di pulau kelapa membuat hari itu ditutup sempurna.




Di hari ketiga kami island hopping ke sisi lain Pulau Selayar yaitu Pulau Bahuluang, Makam Karang, Liang Lipang. Jaraknya memang cukup jauh dari Benteng karena kita harus berkendara sekitar 1,5 jam dulu ke sisi pantai tempat kita akan dijemput kapal dan bertolak ke Bahuluang. Usahakan berangkat dari jam 7 pagi agar tidak terlalu kesiangan dan pulangnya tidak kesorean karena air pantai yang surut jauh akan menyulitkan kapal untuk sandar dan ingat perjalanan daratnya masih cukup jauh untuk pulang ke Benteng. 





Di hari keempat kami sudah harus menyeberang ke Bira dan melanjutkan perjalanan ke Makassar jadi saya cuma sempatin mampir ke Pasar lokal dan ke Kampung Tua Bitombang (nanti ada artikel sendiri ya untuk ini). Kami putuskan begitu agar tidak was-was tidak kebagian slot kapal ferry dan saya tidak ketinggalan pesawat ke Jogja. Hahahaha.

Inginnya sih berlama-lama di Selayar karena sebenarnya ada banyak sekali destinasi cantik luar biasa yang belum kami datangi. Apalagi kemarin cuaca sedang bagus-bagusnya, cerah biru dan visibility laut juga bagus betul!

Masih ada Pulau Palossi, Tinabo, Takabonerate dan banyak lagi! sebenarnya yang ingin kami kunjungi. Namun karena waktunya tidak cukup jadi ya harus legowo buat menjadwalkan ulang hahaha.

Oh iya, untuk penginapan, kami berempat menginap di "Rumah Teman", bukan rumah teman ya. Hahahaha.

Memang nama homestay-nya "Rumah Teman" dan kami suka sekali dengan penginapan ini karena kayak di rumah sendiri, kamarnya cukup besar, bersih dan wangi sekali, sudah termasuk makan pagi dan harganya hanya Rp 200.000 per malam atau jadinya Rp 100.000 per orang. Super good deal kan?



Untuk makanan, satu orang merogoh kocek kurang lebih Rp 35.000 per sekali makan dan itu enak binggow! Favorit kami sih Nasi Santan dan Ikan Kerapu Goreng di RM Nasi Santan Agus, yang lokasinya tepat di depan homestay kami. Cuma beberapa langkah saja sudah sampai.

Overall, perjalanan kami di di Selayar sangat-sangat menyenangkan. Bulan terbaik untuk berkunjung sebenarnya di bulan April - September. Jadi kami bisa bilang kami sedang beruntung sekali karena Oktober biasanya sudah mulai masuk musim hujan. Oh iya ada Festival Takabonerate di Kepulauan Selayar yang diadakannya tanggal 24-28 Oktober 2019 ini lho.

Mana tahu kalian mau datang ya boleh banget karena pasti bisa dapat seremonial tarian daerah dan bisa selebrasi meriah bersama masyarakat lokal. Tapi kalau mau menjadwalkan kunjungannya tahun depan juga monggo!

Saranku sih 5 hari ya minimal kalau mau eksplorasi banyak tempat di Selayar. Kalau mau lama ya boleh juga, sebulan gitu, hahahaha.

Untuk gambaran biaya kemarin pengeluaran kami :


Biaya menyeberang pakai ferry dengan mobil : Rp 475.000 per mobil, per sekali nyeberang (Sudah termasuk dengan penumpangnya). Jadi PP Rp 950.000.

Biaya bahan bakar Makassar - Selayar - Makassar : Rp 500.000 karena tiga kali isi.

Biaya akomodasi : Rp 200.000 per malam, dengan maksimal 2 orang per kamar.

Biaya Island Hopping : Untuk sewa kapal harganya berkisar Rp 350.000 sampai Rp 1.5 juta tergantung Jenis kapalnya dan destinasinya mau ke mana saja.

Biaya makan : Sekitar Rp 35.000 per orang per sekali makan. Ada banyak sekali tempat makan di Selayar yang bisa kamu pilih dengan menu utamanya tentu saja seafood! Wow segar sekali semua hidangan lautnyaaaaaa.

Kalau mau naik pesawat, Tiket PP Jakarta - Selayar itu sekitar 3,7 - 4.5 juta rupiah dan pastinya harganya berubah-ubah tergantung musimnya. Silakan dicari tiketnya di Traveloka ya!

Jadi, sudah lengkap ya info yang kalian butuhkan? Mau ke Selayar? Langsunggggggggg cus aja (nabung dulu tapi ya) dan silakan menikmati keindahan pulau paling paling selatannya Sulawesi Selatan ini.


Cheers,



7 Tips Jenius Menghalau Rasa Takut Solo Traveling untuk Perempuan

$
0
0



"Sat, Jenius BTPN beneran enak dipakai di luar negeri nggak sih? Agak was-was nih aku takut kartu debitku nggak bisa dipakai nanti buat ngetrip sendiri ke Eropa", tanya salah satu teman saya di DM Instagram. Saya jawab saja, berdasarkan pengalaman selama ini traveling ke berbagai negara, saya selalu pakai Kartu Debit Jenius BTPN untuk beragam transaksi dan sejauh ini puas dengan fitur-fiturnya. Buat yang sering solo travelling macam saya, Kartu Debit Jenius BTPN ini-lah yang jadi travel mate, travel buddy terbaik. Hahaha. Traveling jadi nyaman karena tinggal tap tap tap untuk bayar dan bisa kontrol pengeluaran via aplikasi Jenius.

Tapi sebagai perempuan yang senang berjalan sendiri, nggak cuma itu pertanyaan itu yang sering ditanyakan oleh dari teman-teman.

"Sat, nggak takut jalan-jalan di luar negeri sendirian, bahaya nggak sih buat perempuan?", adalah contoh pertanyaan lain yang sering ditanyakan.

Bukan hanya satu, ada banyak pesan serupa yang masuk di IG yang tentunya 100% penanya adalah perempuan. Bahkan ada juga yang bertanya tips agar diberikan izin untuk solo traveling oleh orang tua atau pasangannya.

Memang, jadi pejalan yang lebih sering solo, apalagi perempuan, adalah sebuah tantangan.

Dan, saya sangat suka tantangan! Hahahaha...

Entahlah, ada sesuatu yang membuat saya selalu bergairah ketika ingin melakukan solo traveling. Rasa cemas tentu ada, tapi rasa senang lebih mendominasi, karena setelah perjalanan selesai, ada perasaan puas, bangga pada diri sendiri karena berhasil  menyelesaikan tantangan itu.

Apakah setiap momen solo traveling yang saya jalani menyenangkan?

Oh tentu saja tidak!

Ada banyak pengalaman tidak mengenakkan yang saya alami dan tentu membuat kesenangan perjalanan saya berkurang. Mulai dari travel scam sampai pelecehan seksual pernah saya rasakan.

Apakah hal yang tidak enak itu membuat saya ingin berhenti traveling?

Oh tentu saja tidak! (2)

Karena saya menganggap semua itu bumbu perjalanan. Saat kejadian tidak mengenakkan itu, selalu ada suara di kepala "ngapain sih di sini? Ngapain sih mengundang bahaya buat diri sendiri?".

Namun, seiring waktu, saat saya mengingat masa-masa itu, saya malah tertawa dan menyadari kalau hal-hal itu nggak pernah terjadi, cerita perjalanan saya jadi kurang seru. Iya nggak sih? Hahahaha.

Jalan-jalan sendirian itu menyenangkan tapi kadang kalau foto sedih juga nggak ada yang fotoin hahahaha.


Tentunya saya tidak ingin hal-hal yang tidak mengenakkan itu terjadi lagi meskipun hal-hal tersebut kadang terjadi di luar kontrol kita. Saya belajar lagi, menganalisa kenapa hal tersebut terjadi, di saat kapan, di mana saya lalai dan berusaha untuk mengantisipasinya.

Antisipasi?

Antisipasi itu adalah hal-hal yang kita lakukan untuk menghindari hal-hal buruk terjadi kepada kita. Ketika kita akan berjalan sendirian, kita butuh perencanaan yang matang, nggak langsung "go show" aja ketika sudah punya tiket. 

Nah, apa saja sih yang harus disiapkan oleh perempuan ketika ingin solo traveling atau bepergian sendirian?

Ini dia beberapa tips dari saya yang semoga berguna untuk kalian semua;

1. Riset Perjalanan itu Penting

Setiap ingin bepergian ke luar negeri, saya pasti akan melakukan riset tentang destinasi yang ingin saya kunjungi. Di era teknologi canggih ini, saya senang betul risetnya semakin mudah dengan membuka peta via google maps / google earth untuk tahu posisi serta jarak tempuh. Dilanjutkan dengan riset cerita perjalanan lewat travel blog, instagram atau nonton travel vlog di youtube. Kenapa menurutku riset itu penting? Karena setidaknya kita punya gambaran tentang destinasi yang akan kita datangi jadi minimal nggak terlalu buta soal negara yang bersangkutan dan mengetahui beberapa tips tentang bepergian aman di negara tersebut.

2. Perencanaan Outfit Perjalanan yang Tepat

Ini sebenarnya bagian dari riset juga karena kita harus tahu di daerah tersebut bagaimana sih perempuan berpakaian sehari-hari. Kalau bisa kita mengikuti gaya berpakaian mereka, tetap sopan namun tetap catchy, menarik (karena kalian pasti pengen foto-foto cantik lalu posting dengan hashtag #OOTD kan? Hehehehehe). Destinasimu juga menentukan jenis outfit yang harus dipakai karena misalnya kamu ingin memasuki bangunan cagar budaya atau rumah ibadah, kamu sudah tahu pakaian seperti apa yang harus dikenakan? *wink

Ya semacam menentukan pakaian trekking di luar negeri juga harus riset dulu soal medan dan cuacanya seperti apa, jangan salah kostum ya.


3. Pilih Penginapan yang Ramah dan Aman buat Perempuan

Ketika traveling ke luar negeri sendirian, kita pasti ingin memilih penginapan yang nyaman dan harganya ramah di kantong. Nah, dilema pasti ada karena biasanya yang nyaman, harganya lumayan. Kemarin, saya memilih untuk menginap di AirBnB dan hostel yang punya ruangan khusus "female dormitory" yang biasanya hanya 6-8 perempuan di satu kamar. Tapi, belum tentu aman juga lho ya. Kejahatan itu juga bisa dilakukan oleh sesama perempuan. Jadi, kalau bisa di dalam hostel Jangan membiarkan barang terserak sembarangan, selalu bawa gembok kecil sendiri jika ingin menyimpan barang di locker ya.

Selama di Eropa kebanyakannya aku memilih hostel dan AirBnB untuk menghemat hehehe, carinya yang female dormitory ya...


4. Ramah Boleh, Waspada Harus

Ini juga menjadi salah satu tantangan bagi pejalan solo, baik buat perempuan maupun laki-laki. Karena kita sendirian, kita lebih leluasa berjalan, berkenalan dengan orang baru dan berinteraksi, tapi kita juga harus hati-hati. Orang Indonesia terkenal dengan keramahtamahannya dan sayangnya saat ini menjadi titik lemah yang dimanfaatkan orang-orang jahat di luar negeri. Dicopet, dihipnotis dan beberapa kemalangan lainnya sering terjadi, terutama kepada solo traveler dari Asia, khususnya Asia Tenggara. 

Syukurlah hal-hal tersebut belum pernah terjadi kepada saya (dan semoga tidak pernah terjadi). Kalau sudah mengenal saya atau bertemu saya langsung, pasti tahu bahwa saya sangat senang mengobrol dengan siapa saja karena memang saya senang bisa bertukar cerita dengan siapa saja. Namun ketika saya bepergian ke luar negeri, saya mengasah naluri saya untuk merasa apakah orang yang mengajak saya ngobrol itu punya intensi baik atau buruk. 

Sewaktu saya jalan sendirian, pasti ada saja yang menghampiri dan mengajak saya ngobrol namun saya tahu tidak semua dari mereka itu ingin menjadi teman saya. Ada yang juga berusaha atau terlihat berniat jahat karena tahu saya perempuan dan berasal dari Asia. Nggak cuma laki-laki lho, tapi perempuan juga bisa memanipulasi. Jadi, selalu awas dan waspada ya dimana pun kita berada. 

Syukurlah selama di perjalanan, saya lebih banyak dipertemukan orang baik. From stranger turns to family, more than friends.



5. Travel Cashless with Jenius BTPN

Nah, yang aku maksud ini bukan traveling tanpa uang ya hahahaha, melainkan kita harus bisa menyimpan uang dengan cerdas saat melakukan perjalanan. Di beberapa negara maju, rata-rata sudah cashless, cukup pakai kartu debit atau kredit. Saya sendiri sudah memercayakan transaksi perjalanan saya pada Kartu Debit Jenius yang selalu jadi andalan ketika sendiri bepergian, di mana saja.

Sebagai contoh, selama di Eropa 1,5 bulan saya hanya membawa cash EUR 200 dan sisanya tinggal pakai Kartu Debit Jenius untuk bayar public transport, pesan akomodasi, bayar makanan di restoran sampai bayar toilet umum! Hahahahaha, gila, multi fungsi sekali kan?

Berkat Jenius BTPN, aku merasa nyaman melakukan transaksi di luar negeri dan merasa sangat terbantu dengan fitur-fiturnya, it's definitely my favorite card, my travel buddy! Simpler life, happier you!

6. Bawa Tas Anti Maling

Perempuan yang berjalan sendirian biasanya menjadi sasaran empuk kejahatan sehingga kita harus lebih ekstra proteksi diri sendiri. Selama jalan, biasanya saya selalu membawa ransel yang isinya kamera dan perintilannya, botol air minum, buku dan topi. 

Sewaktu di Eropa (yang terkenal dengan copetnya) aku bawa gembok khusus untuk tas ranselku dan membawa tas kecil di bagian depan untuk menyimpan kartu dan printilan semacam lipbalm, kacamata, dll. Oleh karenanya kita juga jangan menaruh semua uang kita (kartu kita) di satu tempat atau satu tas ya untuk mengantisipasi maling.

7. Pastikan Selalu Terhubung dengan Koneksi Internet

Saya pernah bertemu dengan seorang perempuan yang juga sedang jalan sendirian dan saat kami mengobrol, dia bilang bahwa dia hanya mengandalkan koneksi wifi di penginapan jika ingin berkomunikasi dari luar negeri atau update foto di social media. Rasa-rasanya itu adalah keputusan yang kurang tepat karena jika kamu jalan sendirian, pastikan ponselmu selalu punya internet aktif. Katanya mahal beli simcard di luar negeri, padahal ada opsi wifi portable lho sekarang yang harganya cuma sekitar 60-80 ribu saja per hari. 

Buat saya pribadi, lebih baik mengalokasikan sebagian dana makan untuk internet karena kalau ada apa-apa, kita bisa meminta bantuan segera lewat chat / telpon kan?

Nah, satu informasi penting buat teman-teman adalah tetap terhubung dengan negeri sendiri lewat menginstall aplikasi yang diinisiasi Kementerian Luar Negeri yaitu "Safe Travel" yang sudah tersedia di Apple Store atau Google Play. 

Dua aplikasi yang penting buat kamu yang suka solo travelimg, apalagi ke luar negeri.


Di aplikasi ini, kita bisa mengakses informasi tentang kondisi terkini tentang negara yang kita tuju, perbedaan waktu, kondisi keamanan, hukum dan kebiasaan setampat, persyaratan keimigrasian, kesehatan, pelayanan di KBRI / KJRI / KRI, tempat ibadah sampai kuliner Indonesia di negeri asing. 

Selain itu, ada dua fitur yang menurutku sangat berguna buat kita, terutama yang bepergian sendiri yakni fitur pelaporan yang berisi petunjuk untuk mendapatkan dokumen pengganti sementara jika paspor kita hilang (dijaga baik-baik yaaa makanya paspor kita) jadi tidak terlalu panik dan masih bisa pulang ke Indonesia.

Karena app-nya baru launching, saya belum sempat mengisi negara mana saja yang sudah saya kunjungi hahaha.

Ini dia beberapa fitur penting yang ada di dalam aplikasi Safe Travel. Berguna sekali untuk riset negara yang akan kita tuju.

Fitur satu lagi bernama fitur "Darurat" yang bisa kita gunakan untuk meminta pertolongan cepat dalam kondisi yang membahayakan jiwa. Pengguna bisa mengirimkan lokasi, merekam video dan menelepon KBRI / KJRI / KRI terdekat, agar kamu segera ditolong.

Jujur saya senang sekali ketika aplikasi ini diluncurkan, serasa terkena angin segar. Sebagai perempuan yang sering solo traveling, aplikasi ini penting sekali buat saya, buat kamu, buat kita semua. Tentu tidak hanya untuk para pejalan, tetapi juga masyarakat Indonesia yang sedang menjalankan studi atau bekerja di luar negeri.

Kalau sudah ada aplikasi "Safe Travel" ini di handphone kita masing-masing, pasti rasa AMAN saat traveling ke luar negeri lebih terjamin. 

Nah, ini dia link untuk download aplikasi Jenius ( Android | iOS ) dan untuk download aplikasi Safe Travel ( Android | iOS). Silakan kalian unduh jika memang belum punya dua aplikasi ini ya.

Semoga dengan mengikuti 7 tips di atas, kalian perempuan bisa berani untuk solo traveling ke benua nan jauh di sana dan tetap bisa jalan-jalan dengan aman dan nyaman!



Cheers,




Cerita Terbang dari Jakarta - Berlin Pakai Scoot Airline

$
0
0



Lampu temaram menerangi kabin pesawat dan saya sudah bersiap tidur dengan bantal leher ternyaman yang sudah menjadi teman jalan dua tahun terakhir. 

Saya bersiap untuk menikmati tidur di dalam penerbangan panjang 12 jam dari Singapore ke Berlin, Jerman. Sebenarnya lebih dari 12 jam ya jika menghitung total waktu penerbangan dari Jakarta ke Singapore dulu sebelum berangkat ke Berlin. Enaknya, keberangkatannya tengah malam dan sampai di Berlin saat pagi hari. Jadi sepanjang penerbangan, saya berencana untuk tidur saja.

Namun, tiba-tiba hidung saya terkaget dengan bau menyengat luar biasa. 

Bau.

Bau sikil (bau kaki).

Ternyata itu bau kaki Mbak bule yang duduk di sebelah saya yang baru saja membuka sepatunya. Saya tentu saja kaget dengan bau itu tapi saya juga nggak enak hati mau menegurnya. Saya sudah menutup hidung dengan selendang yang saya bawa tapi kok masih tembus baunya.

Saya coba alihkan pikiran ke yang lain dan saya ingat ada fasilitas wi-fi on board yang sudah dipesan sebelum berangkat. Saya aktifkan dan akhirnya merasa lebih baik ketika sudah bercerita kepada sahabat saya tentang kejadian itu melalui whatsapp. Ya tentu saja saya ditertawakan dan itu memang membuat saya tertawa juga. Hahahahaha.

Pada akhirnya saya memutuskan untuk tidur saja karena sudah sangat mengantuk sekali, sampai sudah tidak peduli lagi dengan bau kaki Mbak bule itu. Kasihan juga dia tertidur dengan mulut menganga, pulas sekali. Mungkin dia capek habis berjalan-jalan seharian atau mungkin bulanan (secara tampilan sih tampaknya sudah lama sekali dia berkelana).

Ya begitulah cerita lucu saat terbang bersama Scoot ke Berlin bulan Mei lalu. Saya sengaja pilih berangkat Mei dan pulang Juli agar bisa eksplorasi Eropa di musim panas, perjalanan yang paling seru di tahun 2019 ini untuk saya. Pas tahu ada penerbangan Scoot Jakarta - Berlin dengan harga tiket yang terjangkau, ya berangkatlah saya!


Penampakan kabin Scoot, Boeing 787 Dreamliner.

Sebelumnya, saya sudah pernah terbang dengan Scoot juga ke Sydney dan overall, pengalaman terbangnya menyenangkan. Ceritanya bisa dibaca di sini ya.

Dari Jakarta ke Singapore saya naik maskapai Scoot dengan Boeing A320 dan dari Singapore ke Berlin naik Boeing 787 Dreamliner. 


Sesaat setelah tiba di Berlin, Jerman.

Saya senang betul naik pesawat Dreamliner ini karena memang didesain untuk penerbangan jarak jauh. Keunggulannya itu udara di kabin tingkat kelembabannya lebih tinggi jadi terasa lebih nyaman, kulit juga jadi nggak kering. Suara mesin pesawat hampir tidak terdengar, benar-benar halus jadi, ditambah dengan jendela pesawat yang bisa kita atur tingkat cahayanya, gelap atau terang, sesuai dengan kenyamanan kita. Jadi nggak berasa kayak terbang pakai LCC (Low Cost Carrier).


Jendelanya nggak ada penutupnya dan cuma ada tombol untuk mengatur redup atau terangnya jendela. Awesome!

Terbang 12 jam direct apa nggak bosan, Sat?


Kemarin itu sudah saya duga pertanyaan di atas pasti akan muncul ketika saya berbagi cerita soal penerbangan saya di Instastory (Instagram). 

Saya sebenarnya senang aja long-haul flight karena sudah pasti kindle (untuk baca buku), laptop, headphone, neck pillow, nggak pernah ketinggalan untuk dibawa di tas saya. Jadi saat penerbangan jarak jauh, ya Kalau nggak baca buku, nonton Netflix yang sudah di-download, ya saya tidur.

Eh tapi kalau terbang pakai Scoot dan kalian 'matgay'(mati gaya) nggak tahu mau ngapain, ada opsi inflight entertainment service namanya ScooTV atau inflight wifi connectivity yang bisa disambungkan ke ponsel, laptop atau tablet kita. Beragam tawaran paketnya bisa teman-teman cek di sini ya. Oh iya, inflight magazine Scoot juga menarik untuk jadi teman baca selama penerbangan. 


Rasa makanannya gimana?


Sama seperti LCC pada umumnya, meal on board itu bisa dipesan atau dibeli langsung saat penerbangan. Tapi enaknya preorder dulu di websitenya maksimal 72 jam sebelum penerbangan karena lebih hemat jatuhnya.


Ini menu makanan saya saat penerbangan Berlin - Singapore - Jakarta.

Ini beneran jujur lho ya, semua menu yang saya makan sewaktu terbang di Scoot rasanya enak karena kaya bumbu dan porsinya juga pas, nggak terlalu banyak dan nggak terlalu sedikit juga. Ada empat porsi makanan yang saya dapatkan di perjalanan Jakarta - Singapore - Berlin PP dan semuanya enak. Biasanya kan inflight meal penerbangan domestik kita itu ya biasa aja ya, nggak bikin berselera banget gimana gitu tapi yang Scoot ini beneran deh enak! 

Legroom-nya lega nggak?


Karena tinggiku cuma 160cm, legroom-nya lega sekali untukku meski harus penerbangan direct jarak jauh. Namun buat yang tingginya lebih dari 180cm mungkin jadi terasa lebih sempit ya tapi tetap tergolong cukup lega untuk LCC. Kalau sudah terasa pegal biasanya aku jalan aja dulu di lorong pesawat, ke toilet meski kadang nggak mau buang air hahaha. Supaya nggak bengkak aja kakinya karena duduk terus kan. 


Ini ketika penerbangan dari Singapore - Berlin.

Ini sewaktu penerbangan Berlin - SIngapore. Dapat extra leg room seat!

Nah, satu tips dari aku, buat kalian yang memang mau memilih extra leg room, bisa ketika melakukan pemesanan. Memang untuk extra leg room ada biaya extranya juga. Bisa dicek ketika nanti kalian memesan mau di kursi yang mana ya. 



Ini kursi extra leg-room yang paling enak untuk long haul flight. Bisa selonjoran!

Harga tiketnya Scoot murah nggak sih?


Ya kalau LCC pastinya murah ya namun Scoot juga menawarkan produk full-service. Scoot memberikan beberapa pilihan harga yaitu; Fly (tanpa bagasi dan makanan, tapi termasuk jatah bagasi kabin 10kg), FlyBag (tambahan jatah bagasi check-in 20 kg), dan FlyBagEat (tarif FlyBag dengan tambahan makanan). Tinggal disesuaikan dengan kebutuhan kamu. 





Untuk Jakarta ke Berlin, harganya dimulai dari 3 jutaan saja lho. Jika ingin menghemat, bisa saja kamu tidak beli bagasi (kalau memang barang bawaan kamu sedikit) saat berangkat dan nanti baru beli bagasi saat perjalanan pulang. Tapi saya sih tetap beli bagasi karena membawa peralatan gunung yang lumayan berat, jadi nggak bisa cuma mengandalkan jatah bagasi kabin meski 10kg juga lumayan ya.

Saya juga tetap menyarankan kalian untuk order meal karena nggak mungkin kalian tahan nggak makan selama 12 jam penerbangan kan?

Saat ini Scoot sudah memiliki 15 pesawat Boeing 787 Dreamliners dan 23 Airbus 320 yang melayani Lebih dari 60 rute di 17 negara yang teman-teman bisa cek di sini. Pastinya akan terus bertambah nih dan rencananya Scoot akan membuka beberapa rute domestik di Indonesia juga tahun depan. 

Oh iya, satu yang saya suka dari Scoot ini adalah layanan Scootitude-nya, para flight-attendant yang ceria dengan kostum modern bernuansa kuning dan hitam. Meski lelah karena long haul flight, begitu tiba di Berlin, semua awak kabin tetap menyapa penumpang dengan gembira dan mengucapkan terima kasih. Super friendly!

Jadi, bisa dibilang bahwa penerbanganku ke Berlin dari Jakarta dengan Scoot sangat-sangat menyenangkan apalagi karena Scootitude-nya. Suasanya penerbangan jadi menyenangkan sekali karena Jika butuh apa-apa mereka dengan sigap membantu ditambah senyuman manis.

Oke, sudah tiba di Berlin, saatnya untuk eksplorasi. Cerita pertamanya sudah bisa dibaca di siniya!

Jadi, mungkin kalian bisa rencanain terbang hemat ke Berlin pakai Scoot Airline juga ya. Hahahaha. 

Ini ada beberapa pilihan rute menarik dari Scoot,  mungkin ada destinasi impian kalian di bawah ini? Semoga tercapai ya semuanya.

Happy flying with Scoot!





Cheers,






Melirik dan Menejelah Likupang, Primadona Baru Sulawesi Utara

$
0
0


"Likupang? Itu yang di Nusa Tenggara Timur kan?" tanya seorang teman saat saya beritahu akan berangkat eksplorasi ke sana.

Saya jawab pertanyaannya dengan tertawa tetapi maklum karena Kupang memang familiar di telinga kita, namun Likupang ya berbeda, ada 'Li' di depannya dan tidak sama sekali berdekatan lokasinya dengan Kupang Nusa Tenggara Timur. Likupang yang saya maksudn ini terletak di Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara yang ditempuh kurang lebih 2 jam berkendara dari ibukota Sulut, Manado.  Eh tapi di sana sedang ada pengerjaan jalan tol Manado - Likupang dan nanti setelah rampung, waktu tempuhnya jadi cuma 30 menit saja, mantap kan? 

Saya tertarik untuk eskplorasi Likupang karena destinasi ini masuk ke dalam daftar destinasi super prioritas Indonesia, berjejer dengan Danau Toba, Mandalika, Borobudur dan Labuan Bajo. Semuanya sudah saya kunjungi selain Likupang makanya saya penasaran betul seindah apa sih destinasi ini sampai jadi destinasi super prioritas?

Biasanya kan kalau kita ke Manado, pasti mikirnya Bunaken atau Tomohon yang wajib dikunjungi. Nah katanya Likupang nggak kalah cantiknya lho dengan dua destinasi tersebut. Dikelilingi perbukitan dan pulau-pulau kecil berpasir putih dengan laut biru jernih jadi 'highlight' dari Likupang ini. Makin-makinlah saya penasaran. Jadi tak lupa saya membawa peralatan diving karena ingin menjajal panorama bawah lautnya juga. Mana tahaaaannn nggak nyebur kalau ketemu laut biru jernih gitu kan? 

Terbanglah saya dari Bandara Soekarno Hatta ke Bandara Sam Ratulangi di Manado dan lanjut naik mobil sewaan menuju Likupang. Baru keesokannya saya memulai eksplorasi ke beberapa destinasi menarik di sana.

Menyelam di Pulau Lihaga

Destinasi pertama yang saya sambangi di Likupang adalah Pulau Lihaga dan pas sekali hari cerah terang benderang di hari itu. Rombongan kami berhenti di satu warung yang ada dermaga kecil di belakangnya yang dikenal dengan nama Pelabuhan Serei Likupang. Dari dermaga itu, kami bertolak ke Pulau Lihaga selama 30 menit dengan kapal berkapasitas 20 orang. Laut tenang membuat perjalanan kami tak terasa sama sekali. Saya asyik duduk di bagian depan kapal karena masih pagi dan matahari belum terik menyengat. Terbayang kan betapa enaknya angin laut sepoi-sepoi di atas kapal? Duh jadi pengen cepat ke pantai lagi jadinya.



Sebenarnya ada beberapa pulau di sekitarannya namun saya hanya sempat berkunjung ke Pulau Lihaga saja. Para pelancong bisa snorkeling / diving untuk menikmati keindahan bawah lautnya dan saya sarankan Datanglah pagi-pagi jika ingin menyelam agar tidak berarus kencang karena saya merasakan sendiri setelah jam 10 pagi, arusnya cukup kuat dan jadi sedikit keruh. 


Dive Guide saya sangat menyenangkan dan kami hanya menyelam berdua saja. Visibility yang baik, air pagi hari yang hangat, terumbu karang warna warni dan coral fish yang beragam membuat impresi saya pada Likupang luar biasa. Sebagai penyuka alam bawah laut, saya tentu merasa tidak salah memilih Likupang untuk dieksplor.

Kalau yang takut menyelam atau tidak bisa berenang, tetap bisa menikmati keindahan pulau Lihaga dan pulau lainnya dengan bersantai piknik di pantai. Duduk santai berjemur di pantai bersih sambil melihat pemandangan laut biru juga tak kalah menyenangkan bukan? Tapi saya sih pasti akan menyarankan kalian untuk nyebur di sana. Kan tanggung sudah datang jauh-jauh tapi nggak mencicipi bawah lautnya lho~




Santap Nikmat Seafood di Pantai Paal

Setelah Pulau Lihaga, kami bertolak menuju Pantai Paal yang tidak kalah cantiknya. Sayang siang itu agak mendung sehingga warna tosca lautnya tidak terlalu memancar padahal pantainya panjang dan luas untuk kita bersantai dan bermain. Tetapi untuk berenang disarankan untuk selalu waspada karena ombaknya cukup besar. Sambil menikmati panorama pantai, kami bersantap siang hidangan laut segar yang dibuat oleh warga setempat. Semua bahannya segar sehingga rasanya manis betul. Harganya terjangkau pula karena memang itu semua hasil tangkapan lokal. Duh beruntung sekali orang-orang yang tinggal di pantai atau di pulau bisa makan seafood segar setiap hari ya. Hahahaha...

Menanti Matahari Pagi di Pantai Bukit Pulisan

Setelah sehari sebelumnya eksplor Pulau Lihaga dan Pantai Pulisan, saya dan teman-teman bangun pagi buta untuk berangkat ke Pulisan, tempat dimana kita bisa menikmati matahari terbit dengan background view pantai pulisan. Kami tiba agak terlambat sedikit sehingga matahari sudah naik cukup tinggi, tetapi cuaca cerah dengan langit biru sedikit mengobati kekecewaan kami. Saya dengan gembira menerbangkan drone saya untuk berkeliling dan melihat panorama keseluruhan pantai dan bukit Pulisan. Sebenarnya lokasinya paling asyik buat bikin tenda dan menginap semalaman, jadi bisa menikmati matahari terbit dan terbenam di satu tempat saja. Bagaimana? Ada yang mau kemping ceria di Pulisan bareng saya? Dijamin seru deh, nanti dimasakin yang enak-enak juga. Mau mau?





Di Pantai Pulisan ini juga ada satu goa kecil yang saat air laut surut bisa dimasukin. Sayang Ketika saya di sana, air laut sedang pasang, jadi kapalnya tidak bisa merapat. Goanya memang tidak terlalu besar namun saya penasaran juga ada apa ya di dalamnya. Berarti saya punya alasan kuat untuk kembali ke Pulisan nih hahahaha...





Sebenarnya ada satu lagi destinasi yang ingin kami sambangi namun waktunya tidak cukup, namanya Ekowisata Bakau Bahoi. Di sana penduduknya sudah menyiapkan homestay yang bisa kita inapi dengan harga yang terjangkau, mulai dari Rp 200.000 - 500.000 per hari dan sudah termasuk makan serta snorkeling set. Good deal kan yaaaaa!

Untuk menuju Likupang sebenarnya bisa naik kendaraan umum dari Manado tetapi saya tetep menyarankan untuk menyewa mobil saja biar lebih luwes eksplorasinya. Untuk sewa mobil kisaran harganya Rp 350.000 - 700.000 per hari include driver. 




Saranku kalau kalian mau ke Likupang, datanglah di bulan Maret - Oktober, karena itu adalah waktu terbaik untuk berkunjung di mana curah hujan tidak tinggi seperti bulan November - Februari. 

Yuk ke Likupang yuk! Kalau kalian mau ke sana, colek-colek ya! Video perjalanannya nanti akan segera tayang di youtube!



Cheers,




RealFood Forever Young - Cara Jaga Imun Tubuh Kuat dan Kulit Sehat Meskipun Sering Bepergian

$
0
0


Beberapa dari kalian mungkin tahu bahwa dengan profesi sebagai full time travel content creator, saya selalu dituntut untuk selalu bepergian dan tidak boleh gampang sakit. Buat yang kenal baik, pasti tahu kalau saya selalu membawa botol air minum agar selalu ingat untuk stay hydrated / selalu terhidrasi karena sejak dulu, itu adalah kunci kondisi tubuh saya selalu fit.

Namun, air putih aja nggak cukup, apalagi di masa pandemi corona seperti ini. Saya harus menjaga asupan makanan, tidur teratur dan juga tidak lupa untuk minum vitamin. Nah, dari beragam vitamin yang saya coba, dikenalkanlah saya dengan produk konsentrat sarang burung walet yaitu Realfood. Penasaran juga karena banyak yang memberikan review soal khasiat baik setelah mengonsumsinya.

Kemasannya kecil dan praktis untuk dibawa kemana-mana. 


Memang sedari dulu, sarang burung walet diketahui memiliki beragam manfaat baik seperti melancarkan metabolisme, mempercepat proses regenerasi sel, 'booster' sistem imun tubuh, menjaga kesehatan kulit dan masih banyak lagi.

Ternyata Realfood ini memiliki beberapa program yang bisa kita sesuaikan dengan kebutuhan kita, diantaranya; Stay Fit, Forever Young, Forever Young+, Pure Wellness, Royal Wellness dan Wonder Mom. Program yang terakhir pastinya bukan buatku ya karena masih single, hahahaha.

Stay Fit untuk menjaga sistem imun kita agar tetap sehat dan bisa memaksimalkan kegiatan sehari-hari karena kesehatan adalah kunci utama kan?

Forever Young adalah program perpaduan sarang burung walet dengan asam amino serin yang membantu pembentukan kolagen yang sangat baik untuk menjaga kulit agar tetap sehat, kencang, kenyal dan lembab. Selain itu, berguna juga untuk menjaga kesehatan tubuh kita. Tubuh sehat, kulit berkilaulah jadinya.

Pure Wellness adalah program yang pas dan bermanfaat bagi yang ingin mencegah dan mengurangi diabetes melitus tipe dua dengan cara mencegah resistensi insulin dan bebas gula.

Royal Wellness adalah program nutrisi lengkap untuk segala usia yang dapat membantu imun tubuh tetap baik, menjaga metabolisme dan sistem pencernaan serta mempercepat proses regenerasi sel. Cocok untuk orang tua kita kalau kalian mau berikan untuk mereka.

Wonder Mom adalah program yang bertujuan untuk menjaga kesehatan ibu dan anak. Varian ini memiliki tambahan asam folat yang bermanfaat untuk mengurangi risiko cacat lahir pada bayi dan penting untuk pertumbuhan sel plasenta.

(Source : Instagram @fitwithrealfoodid )


Nah, setelah membaca beragam manfaat dari masing-masing program yang ditawarkan Realfood secara keseluruhan, saya memilih program Forever Young karena usia saya masih 28 tahun (bukan yang Forever Young+ karena itu untuk usia di atas 40 tahun). Buat teman-teman perempuan, ingatlah untuk menjaga kulit sedini mungkin agar tetap sehat dan berkilau. Moisturize, moisturize!  Punya kulit sehat berkilau cantik bukan untuk memuaskan siapa-siapa melainkan diri sendiri. Senang pastinya lihat kulit sehat sehabis bangun tidur kan? Dan Menurut saya pribadi kulit sehat itu nggak harus berwarna putih susu, melainkan kulit yang bebas jerawat, warnanya merata dan lembab kenyal. Makanya saya pilih Forever Young! 

Forever youuuungggg, I wanna be forever youngggg *you sing you lose* hahahaha...

Nah, bagaimana sebaiknya kita mengonsumsi Realfood?

Realfood ini baiknya dikonsumsi setelah bangun pagi (sebelum sarapan) atau sebelum tidur (2-3 jam setelah makan malam). Dalam kondisi perut kosong tubuh kita akan menyerap zat-zat aktif dari sarang burung walet, seperti asam sialat, Epidermal Growth Factor (EGF), asam amino dan mineral secara maksimal.

Saya pribadi memilih mengonsumsi Realfood saat baru bangun pagi. Setelahnya baru dilanjutkan olahraga pagi (nggak tiap hari juga tapi cukup rutin), mandi lalu beraktivitas. Satu jar kecil setiap pagi nggak boleh lupa karena untuk dapat hasil yang maksimal, mengonsumsinya nggak boleh bolong-bolong ya, rutin rajin minum 12 hari berturut-turut. Rasanya manis padahal nggak pakai pemanis buatan lho. Teksturnya juga kenyal namun bukan jelly, melainkan sarang burung waletnya. Paling enak kalau dimasukin ke kulkas dan diminum saat dingin, nyesssss segar banget!

Syukurlah kemasannya kecil dan gampang dibawa kemana-mana, jadi waktu saya mengonsumsi Realfood, saya harus latihan surfing di Cimaja (sekitar 6 jam dari Jakarta) dan waktu itu terhitung hari ke 5 ikut programnya, jadi yang 7 jar lagi saya bawa ke Cimaja saja. Selama di sana ya harus bangun pagi-pagi sekali untuk mengejar ombak bagus dan supaya fit seharian, saya mengonsumi Realfood dan nggak lemas meski pun belum sarapan berat sebelum surfing. 

Kebayang kan aktivitas outdoor begini terus, pastinya butuh perlindungan kulit yang baik, dari luar dan dalam.


Oh iya, Realfood ini adalah produk sarang burung walet pertama di Indonesia yang diproduksi secara modern dan steril sesuai standar ISO 22000 & BPOM. Realfood aman dikonsumsi siapa saja karena tidak mengandung bahan pengawet, pewarna serta pemanis buatan, steril serta tersegel dengan sangat baik sehingga ketika dibuka jar-nya akan bunyi "pop" begitu. Ketika segelnya sudah terbuka, harus segera dikonsumsi sebelum 24 jam ya.

Nah, sewaktu mengonsumsi Realfood selama 12 hari, saya selalu update di Instastory (Instagram Story) untuk kasitahu teman-teman yang ada di instagram tentang bagaimana rasa dan tekstur dari Realfood ini, lalu perubahan apa yang saya rasakan selama mengikuti program ini selama 12 hari.

Yang jelas, sampai saat ini, saya masih sehat bugar, belum pernah sakit lagi, badan nggak cepat lemas dan yang paling terasa memang di kulit sih. Kulitku lebih cerah dan bintik-bintik hitam di wajah memudar. Ini jujur karena aktivitasku yang kebanyakan di ruang terbuka dan terpapar sinar matahari, meski selalu pakai sunscreen, tetap akan ada bintik hitam yang muncul dan sempat ada bercak putih gitu (bukan panu ya). Senang banget rasanya pas lihat kulit wajah di kaca dan pegan kulit wajah yang Kenyal dan lembab, bikin jadi lebih percaya diri aja gitu keluar rumah. Makin makinlah saya jatuh cinta sama Realfood. Pastinya akan repurchase dan semoga bisa rutin beberapa bulan sekali mengonsumsinya.

Jadi, setelah ikut program 12 hari-nya Realfood, disarankan untuk kasih jeda 2 minggu sebelum memulai programnya lagi. Berikutnya aku mau coba program Realfood yang lain deh, mungkin yang 'Stay Fit' kali ya.



12 hari full mengonsumsi sarang burung walet Realfood! Nggak ada hari yang bolong!


Ini di hari ke 5 program Forever Young, kulit terlihat sehat banget kan?



























Untuk harga, pastinya bervariasi ya setiap program. Paket 12 jar x 70ml Forever Young dibanderol Rp 600.000,- tapi menurut saya worth it banget kok harga segitu karena sudah merasakan sendiri manfaatnya.


12 jar dikemas rapi dijamin nggak pecah dan sampai di rumah kalian dengan aman.


Jadi, kalian mau mencoba juga? Cobain deh yuk! Kalau ada yang mau ditanyain, bisa langsung kontak Fit With Realfood ya...



Cheers,






















Kepulauan Derawan yang Menawan dari Lautan hingga Daratan

$
0
0



"Kapalnya yang itu ya, nanti kita 3 jam perjalanan untuk sampai di Maratua. Dibikin enak aja posisi duduknya biar bisa tidur, oke?", ujar Abang yang menjemput kami dari Bandara Kalimarau, Tanjung Redeb ke pelabuhan kapal menuju Kepulauan Derawan.

Setelah hampir 3 jam menghabiskan waktu, duduk di kursi speedboat berisikan 12 orang, akhirnya saya dan rombongan tiba di Pulau Maratua. Cuaca sedang cerah bersahabat dan laut tenang sekali sehingga speedboat yang membawa rombongan kami melaju kencang tanpa hambatan dan saya tertidur pulas di perjalanan (bawalah bantal leher agar bisa nyaman tidur meski posisi duduk ya~).

Begitu menginjakkan kaki di  dermaga Green Nirwana Resort, akomodasi yang saya tempati selama berlibur di Maratua, sudah terlihat jelas jernih lautnya, warna-warni terumbu karang dan seekor penyu yang sedang asyik berenang di permukaan laut. Wow wow wow, rasa-rasanya mau langsung menceburkan diri ke dalam laut waktu itu namun akhirnya cuma bisa dadah-dadah sama penyu, haaiiii penyuuuu haiiii, nanti sama-sama yaaaa kita berenang!



Maratua atau Kepulauan Derawan memang dikenal sebagai salah satu habitat penyu hijau dan penyu sisik di Indonesia dan penyu memang sering menampakkan diri di dekat dermaga saat pagi dan sore hari. Pemandangan itu membuat saya juga tidak sabar untuk memakai perlengkapan scuba diving saya dan bertemu dengan semua makhluk hidup di bawah sana. Tak ayal, Maratua kini dikenal sebagai salah satu primadona lautan dan jadi destinasi impian bagi siapa saja yang menyukai keindahan bawah laut karena beragam diving spot yang beragam dan memesona. 

Bagi yang belum bisa menyelam, tak perlu khawatir karena pesona alam daratannya juga tak kalah indah kok. Bermain di pantai pasir putihnya atau snorkeling di perairan dangkalnya juga bisa menjadi pilihan aktivitas yang menyenangkan. Sayang sekali kalau sudah jauh-jauh ke Kepulauan Derawan namun tidak berenang di lautan kan ya?

Maratua adalah salah satu pulau dari gugusan Kepulauan Derawan di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Untuk mencapainya, kalianbisa memilih terbang ke Berau atau Tarakan lalu melanjutkan perjalanan dengan kapal speedboat selama kurang lebih 2-3 jam. Siapkan amunisi untuk bersantai selama perjalanan memakai kapal agar tidak bosan ya.

Plesiran di Pulau Maratua atau Derawan, kalian bisa memilih untuk menginap di rumah panggung atas laut, yang merupakan ciri khas dari akomodasi di Kepulauan Derawan. Ada sensasi berbeda ketika bisa tidur dengan buaian ombak yang pas untuk relaksasi saat liburan. Namun tetap ada banyak pilihan akomodasi di area daratan yang lebih dekat dengan pemukiman penduduk, memungkinkan kita untuk berinteraksi dengan masyarakat lokal, terutama di area Pulau Derawan.




Ada beragam destinasi menarik di Kepulauan Derawan yang bisa kalian sambangi. Di Maratua sendiri, ada beberapa diving spot yang menjadi destinasi favorit para penyelam seperti Turtle Traffic, Eel Garden, Lighthouse, Hanging Garden, Fusilier, Cabbage Garden, Jetty Dive dan masih banyak lagi. Yang paling diincar adalah spot The Channel, dikenal berarus kencang namun menjadi lokasi favorit untuk bertemu ikan-ikan besar dan gerombolan barracuda yang jumlahnya bisa mencapai ribuan. Wah, terbayangkah kalian rasanya berenang dengan ribuan ikan-ikan di satu tempat? Pasti luar biasa ya rasanya. Namun untuk mencoba aktivitas tersebut, penyelam harus memiliki lisensi diving minimal di tingkat advance dan harus berpengalaman menyelam di arus kencang ya.Bagi yang belum bisa menyelam, bisa snorkeling di beberapa spot juga kok, tetap terlihat jelas karena visibility yang jernih, mungkin sekitar 30 meter. 

Bercermin di Goa Halo Tabung


Selain berwisata di laut, kalian bisa berkunjung ke Goa Halo Tabung yang dulunya bernama Goa Haji Mangku. Goa ini memiliki kolam kecil dengan air kehijauan berkedalaman 40 meter. Goa Halo Tabung menjadi destinasi favorit di Maratua karena pengunjung bisa merasakan sensasi loncat dari bibir tebing dan menceburkan diri ke air dingin nan segar. Bila nyali ciut, bisa juga mencoba berenang dari mulut goa yang lebih rendah dengan turun perlahan lewat tangga. Begitu masuk ke dalam air, kalian bisa mencecap air payau-nya yang terasa sedikit asin. Silakan berpuas diri berenang di dalam air dan mungkin ada yang jadi sedikit gugup melihat dasar goa yang gelap. Tapi saking jernih airnya, kita bisa bercermin di permukaan airnya dan sebenarnya cocok dinamakan Goa Cermin saja hahahaha.






Bermain Bersama Ubur-Ubur Kakaban yang Tak Menyengat


Selain Pulau Maratua, Jangan lupa menyambangi Pulau Kakaban, Pulau Derawan, Pulau Sangalaki yang juga menyuguhkan pemandangan yang spektakuler. Favorit saya adalah Danau Kakaban yang dipenuhi ubur-ubur tidak menyengat. Siapapun boleh berenang dengan ubur-ubur tersebut namun harus menaati kode etik seperti berenang tanpa memakai fins atau kaki katak, tidak menggunakan tabir surya dan juga tidak meloncat dari dermaga ke danau saat akan berenang. Semua pengunjung diharapkan berenang dengan tenang agar ubur-ubur tidak terganggu. Pun semua aturan tersebut diberlakukan untuk menjaga keberlangsungan hidup mereka dikarenakan ubur-ubur tidak menyengat itu sangatlah rapuh dan mudah hancur jika terkena zat kimia atau tersepak oleh kaki katak kita. 




Jika sudah puas temu sapa dengan ubur-ubur, kalian bisa mengunjungi penyu di Pulau Sangalaki. Pulau ini memang dikenal sebagai habitat dan tempat bertelur penyu sisik dan penyu hijau. Jika datang di saat yang tepat, teman-teman bisa mengikuti kegiatan pelepasan tukik ke lautan lepas bersama dengan petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di sana. 

Selain yang disebutkan di atas, satu lokasi yang juga sedang naik daun di Kepulauan Derawan adalah area Talisayan di mana pengunjung bisa bertemu dengan Hiu Paus (whaleshark). Hiu Paus ini sering berenang di sekitaran bagan nelayan. Ketika nelayan melepaskan ikan-ikan kecil yang terjerat di jala mereka, biasanya akan dilepas lagi dan di saat itulah hiu paus sigap untuk memakannya. Bila bertemu dengan hiu paus, kita juga harus menaati kode etik seperti tidak berenang terlalu agresif dan menyentuh hiu paus. Jagalah jarak aman sekitar 5 meter jika berenang dengan makhluk laut yang terkenal ramah itu. Biasanya mereka terlihat di perairan Derawan di bulan-bulan Desember hingga April. 

Selamat menikmati Kepulauan Derawan yang menawan dari lautan hingga daratan ya.

Cheers,



Air Terjun Tumpak Sewu Lumajang dan Gunung Semeru yang Gagah Megah

$
0
0





Matahari masih belum tampak di ufuk timur ketika saya berjalan menuruni tangga-tangga untuk menuju satu destinasi yang kini banyak diperbincangkan para penikmat keindahan alam dan penyuka tantangan. Air terjun Tumpak Sewu namanya. Dua tahun ke belakang, destinasi ini sering sekali dibicarakan sejak berseliweran di tab explore instagram. Fotografer lokal dan mancanegara berlomba-lomba membuat potret terbaik dari air terjun ini, khususnya foto udara / aerial shot-nya. Saya tentu saja tidak mau ketinggalan, saya penasaran apakah memang benar sebagus itu ya? Atau cuma editan semata?


Kalian tahu nggak kenapa namanya Tumpak Sewu? Dinamakan 'Tumpak Sewu' karena air terjun ini terdiri dari banyak aliran mata air yang bertumpuk-tumpuk sehingga disebut “sewu” yang dalam bahasa Jawa sendiri berarti seribu, seribu aliran air yang bertumpuk. Lokasinya berada di Jawa Timur, tepatnya di Desa Sidomulyo, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang. Meski banyak juga yang bilang Air Terjun Tumpak Sewu ini masuk daerah administratif Kabupaten Malang. Memang benar kalau dilihat di peta, dia ada di perbatasan sehingga bisa dikunjungi dari pintu masuk Lumajang maupun Malang dan saya memilih masuk dari Lumajang.


Ada banyak air terjun di sekitaran Kabupaten Malang dan Lumajang. 3 hari kayaknya nggak cukup. 

Kami tiba malam hari setelah berkendara naik mobil dari Banyuwangi (iya waktu itu saya dan teman saya road trip keliling Jawa Tengah dan Jawa Timur selama dua minggu) dan Lumajang adalah destinasi terakhir kami sebelum Malang dan kembali ke Jogja (start point kami). Syukurlah seorang teman baik saya yang pernah ke sana merekomendasikan satu penginapan, "Win Homestay" namanya. Saya diberikan nomor telpon beliau untuk memberi tahu waktu kedatangan kami dan Ibu Win berbaik hati sekali menunggu kami yang baru tiba di Lumajang hampir tengah malam dan membukakan pintu gerbang. Oh iya, kalian harus tahu kalau jalanan menuju Lumajang di malam hari benar-benar gelap, berkelok-kelok pula. Jadi harus ekstra hati-hati menyetir di sana ya. Syukurlah homestay yang direkomendasikan teman saya ini, terletak persis di depan pintu masuk kawasan Air Terjun Tumpak Sewu, jadi keesokan paginya kami langsung meluncur  jalan kaki tanpa harus naik kendaraan lagi.


Ini 'Win Homestay' nya. Bersih dan rapi. Ibu Win nya juga masakannya enak-enak!

 

Dari pintu masuk kawasan, pengunjung wajib membayar retribusi Rp 10.000,- per orang baru dipersilakan melewati jalan setapak beton yang menurun, kurang lebih 10 menit untuk tiba di titik pos panorama Air Terjun Tumpak Sewu. Hampir seluruh wisatawan yang berkunjung ke sini akan berhenti untuk mengambil potret diri berlatarbelakang panorama air terjun Tumpak Sewu setinggi 120 meter itu. Selain pos panorama, kita juga bisa turun ke lembahannya untuk melihat air terjun lebih dekat lagi yang sering dibilang 'mangkok air'. Tak ayal Tumpak Sewu ini cocok bagi penyuka tantangan karena memang tidak mudah mencapai lembah mangkok air. Medannya cukup terjal dengan tangga bambu yang sudah reot dan ada bagian di mana kita harus pakai tali untuk menuruni batu yang dialiri air cukup deras dan licin. Saya tidak menyarankan untuk lansia atau anak balita menyusuri jalur ini, namun percayalah segala rasa letih terbayarkan begitu kita sampai di tujuan. 



Jika ingin leluasa berfoto datanglah saat pagi-pagi buta ketika belum banyak pengunjung. Kalau saya  berangkat pagi-pagi sekali dengan tujuan yang sedikit berbeda, bukan hanya sekedar mengambil foto selfie bersama air terjun, saya ingin menerbangkan ‘drone’ untuk melihat satu panorama yang tak tampak dari pos tersebut. Ya, memang foto-foto yang kalian lihat di Instagram itu, semuanya diambil pakai drone.

Begitu drone saya lepas untuk terbang dan menghadap ke air terjun, saya terus melihat pemandangan lewat layar ponsel hingga mendapatkan apa yang saya cari. Meski langit masih sedikit gelap karena belum waktunya matahari untuk terbit, saya sudah bersorak riang karena melihat sesuatu di kejauhan berdiri gagah dan megah. Ya, saya gembira sekali begitu melihat Gunung Semeru menjulang tinggi dengan air terjun Tumpak Sewu sebagai foreground-nya. Pemandangan itulah yang saya cari, gunung dan air terjun tampak dalam satu bingkai gambar yang rasanya surreal. Tak lama kemudian, matahari terbit dari timur dan menyinari langit dengan warna jingga keemasan dan harus saya akui itu adalah salah satu pemandangan tercantik yang pernah saya lihat di dalam hidup saya.




Untuk mendapatkan pemandangan Gunung Semeru yang bersih tak berselimut awan kabut, aku menyarankan untuk tiba di sana sebelum jam 7 pagi. Dari pos panorama, Gunung Semeru juga terlihat namun hanya sepertiganya saja dan pemandangan duapertiganya lagi memang hanya bisa dinikmati dari pantauan drone, pesawat tanpa awak.

Setelah puas menikmati panorama itu, saya sudah pasti sudah menuruni lembah untuk tiba di dasar Air Terjun Tumpak Sewu, nggak mungkinsaya lewatkan itu hohohoho. Kita sebaiknya memakai pakaian yang nyaman untuk trekking dan alas kaki yang tepat. Tidak disarankan menuruni lembah dengan memakai sandal jepit karena rawan tergelincir apalagi jalur yang akan dilewati cukup terjal dan basah licin. Sandal gunung atau sepatu trekking adalah pilihan alas kaki terbaik. Pakailah pakaian dry-fit atau bawa pakaian ganti karena siapapun yang berkunjung ke bawah sana harus bersiap basah kuyup. 


Butuh waktu sekitar 30-45 menit untuk turun ke lembah dengan meniti tangga-tangga bambu dan juga aliran-aliran sungai kecil. Kita harus berhati-hati dan bersiaplah untuk sedikit bergelantungan pada tali, merangkak, merayap di tengah jalur ya. Butuh waktu dua kali lipat untuk kembali ke atas karena jalurnya memang terjal dan melelahkan. Setelah tiba di ujung jalur, kita harus berjalan sedikit lagi ke arah kanan, mengikuti bunyi gemuruh air yang sangat jelas terdengar di telinga dan tibalah di mangkok air terjun Tumpak Sewu.




Begitu tiba dan berdiri dekat dengan air terjun, kita akan disambut dengan tempias air terjun yang dingin sejuk seolah-olah disambut angin segar setelah basah kegerahan berkeringat menuruni lembah. Akan tampak jelas tebing tinggi yang dikelilingi aliran air melimpah deras dari atas. Sungguhlah pemandangan yang menakjubkan dan kita bebas untuk berfoto di atas batu dengan latar belakang air terjun yang jauh terlihat lebih megah karena dilihat dari ‘angle’ bawah. Menurutku tak kalah megah kok dengan pemandangan dari pos panorama atas. Disarankan untuk membawa dry bag untuk melindungi barang elektronik yang dibawa dan pakai sarung pelindung anti air jika ingin memakai kamera atau ponsel untuk mengabadikan pemandangan Tumpak Sewu ya.


Nah, kita juga harus memerhatikan aturan untuk turun ke bawah hanya diperbolehkan maksimal jam 3 sore dan jika sedang hujan, siapa pun tidak diperkenankan untuk turun ke bawah, tak terkecuali. Tentu peraturan itu dibuat untuk menjaga keselamatan setiap pengunjung Air Terjun Tumpak Sewu dikarenakan debit air terjun akan lebih tinggi dan bisa meluap tiba-tiba jika sedang hujan deras. Kalau lagi meluap, besar kemungkinan kita akan tersapu air. Pokoknya kita harus ingat bersama-sama ya, safety first!


Ini dia penampakan jalur untuk turun ke bawah Air Terjun Tumpak Sewu. Terjal juga kan.

Semua dari kita pasti ingin punya foto bagus dan ciamik saat jalan-jalan, namun tetap yang harus diutamakan adalah keselamatan. Selamat menikmati eksotika Air Terjun Tumpak Sewu dan terkagum-kagum dengan kemegahannya.




Cheers,



[Review] Anessa, Sunscreen Dari Jepang yang Cocok Untuk Traveler & Adventurer

$
0
0


 “Kak Satya, boleh bagikan tips skincare nya dong, kok bisa main di bawah matahari terus tapi kulitnya tetap kelihatan sehat?", tanya seseorang di DM Instagram saya. Hmmm sebenarnya sudah banyak yang bertanya pertanyaan serupa. Sekalian deh saya jawab di blogpost ini saja ya. Meski bahasannya bukan 10 steps skincare, melainkan produk yang wajib dan penting untuk menjaga kulit kamu sehat meski sering plesiran dan main di bawah matahari. 


Kalau sudah dapat pertanyaan seperti itu, tentang rahasia supaya kulit tetap sehat meski sering main di bawah matahari plus naik gunung nggak pernah kebakar mukanya, yaaa jawabannya satu : pakai sunscreen! No doubt! 


Hampir segala aktivitas saya dilakukan di luar ruang, berada di bawah terik matahari, baik itu sedang ada di pantai atau di gunung. Kegiatan outdoor yang jadi kegemaran saya itu ternyata memiliki resiko juga, termasuk salah satunya kulit terbakar (sunburnt) yang rasanya sakit dan bikin kita kayak ular (re: mengelupas kulitnya untuk berganti dengan kulit baru). Saya ingat betul sewaktu awal-awal masih remaja, saya naik gunung dan belum mengenal apa itu sunscreen / tabir surya dan setiap turun gunung akhirnya harus menerima kondisi kulit wajah merah mengelupas dan hidung biasanya menghitam karena terbakar kulitnya. Urgghhh, jelek banget, nggak lagi-lagi mau kebakar begitu.


Saya nggak mau kulit saya malah jadi kisut dan jelek terbakar tapi masih pengen terus beraktivitas dan menjalani hobi saya di luar ruang. Inginnya kulit ya terlihat selalu sehat sampai tua nanti ya. Jadi, sudah menjadi ritual saya di pagi hari sebelum keluar rumah untuk memakai tabir surya dan tidak pernah sehari pun lupa karena memang sudah menjadi kebiasaan. Jadi nggak harus ketika mau naik gunung atau ke pantai saja ya. Pakai sunscreen itu wajib setiap hari, bahkan cuma ke warung dekat rumah sekalipun.


Sejak kejadian kulit terbakar waktu remaja itu, saya sudah memakai sunscreen wajah dengan SPF 50+ dan sudah tidak pernah lagi mengalami kulit terbakar atau terkelupas karena paparan sinar matahari. Lalu beberapa bulan lalu, saya melihat ada produk sunscreen yang belum familiar namanya untuk saya, "Anessa" yang ternyata produk dari Jepang, anak dari mother company Shiseido (pasti sudah familiar dong dengan produk skincare Shiseido yang bikin kulit glowing itu). Jadi secara brand, meski belum familiar namanya, saya punya ekspektasi baik terhadap Anessa.




Saya pribadi butuh sunscreen yang tahan dipakai di air / water resistant karena aktivitas berenang, scuba diving dan freediving juga biasanya saya lakukan di bawah terik matahari. Jadi butuh pelindung yang nggak luntur kalau kena air. Juga yang tidak luntur kalau berkeringat, nggak bikin muka kayak pakai topeng putih juga (istilah kerennya no whitecast) hahahaha. Kulit saya berwarna cokelat jadi tidak suka sunscreen yang bikin wajah terlihat putih dan belang dengan warna leher serta lengan. It's a BIG NO NO...


Sebelum menulis review ini, tentu saja saya sudah mencoba memakainya hampir 2 bulan supaya benar-benar bisa menulis review yang jujur dan semoga berguna buat kalian semua. 


Ada 3 produk Annesa yang saya coba; Anessa Perfect UV Sunscreen Skincare Spray SPF 50+ PA++++, Anessa Whitening UV Sunscreen Gel SPF 50+ PA++++, Anessa Perfect  UV Sunscreen Skincare Milk SPF 50+ PA++++.


Jadi ada Anessa spray berbentuk botol kaleng berwarna gold, Anessa gel yang berbentuk tube warna putih dan Anessa Milk yang berbotol plastik berwarna gold dan blue di bagian kepalanya. Packaging-nya simple namun elegan menurut saya. Apalagi logo mataharinya itu mengingatkan saya pada dewa matahari. Hahahaha...




Untuk Anessa spray pastinya saya tidak perlu menjelaskan bagaimana cara pakainya dan rasanya bagaimana, karena ya tinggal disemprot ke wajah namun pelan saja dan pastikan jaraknya 20-30 cm dari depan wajah, tutup mata dan tahan nafas sebentar saat menyemprot agar tidak masuk ke mata atau terhirup. Versi spray ini praktis karena tidak harus dioles ke wajah dan diputar agar meresap, cukup ditepuk-tepuk pelan di kulit wajah.




Anessa Gel teksturnya memang gel dan tidak bikin lengket di kulit. Biasanya untuk takaran pemakaian, saya pakai satu sendok sunscreen untuk mengoleskan gel ini di wajah. Sunscreen ini berbeda dengan serum / gel skincare yang satu ujung telunjuk aja cukup. Pastikan kalian benar-benar mengolesi setiap jengkal wajah. Kalau kita terlalu pelit atau menghemat-hemat pemakaian sunscreen, perlindungannya malah jadi nggak maksimal kan?


Anessa Milk teksturnya lebih sedikit kental dari yang gel tapi tidak lengket sama sekali kok di kulit. Tetap ringan dan nggak greasy. Meski agak kental, saat dioleskan ke wajah nggak butuh waktu lama untuk meresap sempurna di kulit. Enak betul. Padahal takarannya juga sama seperti kalau pakai yang gel, satu sendok makan untuk melindungi wajah berjam-jam. Jangan lupa untuk dikocok dulu sebelum dipakai ya karena di dalamnya ada bola (semacam bola tipe-x) untuk mengocok sunscreen-nya agar tercampur sempurna.




Biasanya saya selalu reapply / mengoleskan ulang setiap 2 jam sekali, apalagi ketika beraktivitas di bawah matahari yang super terik termasuk saat naik gunung. Banyak orang terkecoh dengan dinginnya hawa pegunungan dan merasa baik-baik aja, nggak perlu mengoleskan ulang sunscreen. Padahal itu salah. Semakin kita mendaki tinggi, paparan sinar UVA dan UVB juga semakin tinggi, jadi harus tetap proteksi kulit wajah dengan reapply ya. 



Untuk kandungannya, Anessa ini mengandung Zinc Oxide, Octocrylene, Titanium Dioxide, Uvinul A Plus & Tinosorb S Aqua. Di dalam produknya juga terdapat beberapa bahan seperti super hyaluronic acid, marine collagen, aloe vera, rosehip, green tea & tormentil yang dipercaya untuk menjaga kulit kita lembab terhidrasi.


Kulit wajah saya tergolong sensitif makanya saya butuh coba sunscreen Anessa ini untuk beberapa waktu untuk melihat reaksinya di kulit. Syukurlah setelah 2 bulan tidak ada efek apapun, kulit saya masih sehat, tidak ada ruam atau chemical affected, namunnnnnn ini kan buat saya ya, di kalian mungkin berbeda karena kondisi kulit kita berbeda, kalau saya jenis kulit normal (tidak berminyak, tidak berjerawat). Jadi silahkan dicoba sendiri ya. 


Kesimpulan akhirnya, saya memutuskan untuk berpindah hati dari sunscreen yang biasa saya pakai ke Anessa setelah mencobanya untuk waktu yang lumayan. Saya senang sekali dengan hasilnya di wajah; tidak lengket, tidak berminyak, tidak meninggalkan noda putih di wajah, tahan air dan keringat (ini penting banget buat saya!), kulit tetap lembab dan terasa ringan. Laffffff banget deh!


Untuk harga, Anessa ini berkisar 400an ribu rupiah dengan ukuran 60ml dan bisa mudah kalian temukan di drugstore semacam Watson tapi juga banyak yang jual di marketplace. Menurutku harganya masih terjangkau apalagi sunscreen ini memegang peranan penting untuk menjaga kulit kita dari penuaan dini, bercak hitam dan kanker kulit. Jadi sunscreen pun adalah investasi yang penting buat wajah kita. Tak peduli apapun jenis kelamin kalian, laki-laki atau perempuan, jangan lupa untuk pakai sunscreen setiap keluar rumah ya!




Cheers,







Viewing all 119 articles
Browse latest View live