Duduk manis di atas perahu kok seperti orang sedang meriang ditutup dari atas hingga bawah?
Panas Kak.
Suhu di Nyaung Shwe mencapai 40 derajat hari itu dan kami diajak berkeliling Inle Lake dengan perahu panjang berkapasitas 4 orang lengkap dengan kursi-kursi kayu kecil yang diletakkan pelampung dan selimut di atasnya.
![]() |
Mengantri di dermaga untuk naik ke perahu |
Dengan temperatur sepanas itu, pemandu kami Minmin bahkan mengingatkan kami untuk membalurkan sunscreensebelum berangkat menyusuri danau terbesar kedua di Myanmar ini.
Pengemudi kapal kami adalah seorang ‘Intha’, sebutan bagi penduduk lokal yang hidup di sekitaran Inle Lake. Ia tidak mengerti bahasa Inggris dan saya tidak bisa berbahasa Burma. Jadilah kami ‘lost in translation’, tak berbicara kata lain selain ‘mingalabar’ dan ‘kyaayyjuutainpartaal’. Kami cukup bertukar senyum saja.
Perahu melaju pelan membelah air danau yang kecokelatan. Perahu kami kerap berpapasan dengan perahu berisikan wisatawan lain maupun penduduk lokal. Bagi Intha, perahu adalah moda transportasi utama mereka. Rumah mereka bergaya rumah panggung yang dibangun di atas air. Hal ini mengingatkan saya dengan suku Bajo yang juga membangun rumah di atas air, air laut.
![]() |
Rumah panggung di atas air yang sedang dibangun dengan perahu sebagai transportasi utama di Inle Lake |
Meski berlindung dari sengat panas matahari, saya begitu menikmati pemandangan di sepanjang jalur danau yang kami susuri. Bunyi baling-baling kapal tua memang sedikit bising namun buat saya tak mengganggu.
Pemandangan yang bisa kita nikmati adalah perbukitan yang mengelilingi Inle Lake yang membuat saya berasa ada di Danau Toba. Lalu rumah-rumah panggung di atas air danau yang seperti saya bilang tadi seperti suku Bajo. Namun yang benar-benar membuat saya tertarik dengan Inle Lake adalah ladang hidroponik dan keunikan nelayan-nelayan nya yang sering disebut ‘Intha-Go’.
Intha-Go sangat terkenal dengan atraksi dayung mereka yang hanya menggunakan satu kaki saja. Rasa-rasanya hanya di Myanmar kita bisa menemukan atraksi unik nelayan ini. Ketika saya mencoba untuk mendayung dengan satu kaki, ternyata susahnya luar biasa. Sedangkan Intha-Go mendayung dengan sangat santai dan bisa menyeimbangkan badan sempurna di ujung perahu panjangnya.
![]() |
Bayangkan betapa susahnya menjala ikan sambil mendayung perahu, pakai kaki.... |
Di waktu pagi dan sore, Intha-Go ini sering mepertontonkan kebolehan mereka layaknya anggota sirkus yang sedang melakukan akrobat. Mereka berdiri (bahkan jongkok) dengan satu kaki, memegang dayung di tangan kanan dan mengangkat jala besar (seperti bubu) dengan tangan serta kaki kiri. Skill yang membutuhkan latihan lama sepertinya ya. Hahaha.
Siang itu kami diajak makan siang di tengah-tengah danau, namun bukan di atas rumah panggung, melainkan di atas perahu. Tentu perahunya berbeda dengan perahu yang kami naiki untuk berkeliling danau. Restoran perahu (kami menyebutnya begitu) ini lebih besar dengan meja di tengahnya. Proses pindah dari perahu motor ke restoran perahu cukup mendebarkan. Kita harus bergerak perlahan agar tetap bisa seimbang dan pindah ke perahu restoran tanpa membuat perahunya bergoyang-goyang. Setelah semua duduk manis di dalam restoran perahu, barulah makanan dihidangkan.
Tentu saja makanannya dihidangkan lagi pakai perahu.
Meski waktu itu agak berombak, tetapi para waiter-waitress nya sangat lihat membawa makanan di perahu mereka sambil mendayung. Makanan-makanan yang akan kami santap sudah tersedia di satu perahu besar dan lalu didistribusikan ke perahu restoran dengan perahu kecil. Padahal begitu saya mendengar kami akan diajak makan di atas perahu, saya sempat mengira bahwa perahu nya seperti kapal Live On Board dimana Chef nya juga on board. Ternyata sudah disiapkan sebelumnya toh.
![]() |
Restoran perahu yang sudah ditata serapi dan semenarik mungkin agar tamu nyaman. |
![]() |
Semua makanan diantarkan memakai perahu yang didayung manual ini. Susah pastinya menjaga keseimbangan agar makanan dan minuman yang dibawa tidak tumpah ya. |
Makanan yang disajikan terbagi-bagi dalam porsi kecil. Ada salad, dumplings dan beragam makanan lainnya. Ternyata seru juga menyantap makanan di atas perahu yang bergoyang-goyang. Banyaknya perahu yang melintas di Inle Lake membuat air danau beriak-riak dan gelombangnya membuat perahu bergoyang.
![]() |
Mridula dari India dan Asoka Remadja si teman gila dari Indonesia xD |
![]() |
Saya, Waitress yang imut dan Uncle Prasad dari India |
Selain merasakan sensasi makan siang di atas restoran perahu, masih ada beberapa destinasi di sekitaran Inle Lake yang patut kamu sambangi. Apa saja? Silakan dibaca di blogpost berikutnya ya (tayang besok!).
![]() |
Ketika perahu sudah melaju lambat menuju hotel, maunya foto di depan perahu xD |
Special Notes Inle Lake :
1. How to Get Inle Lake?
Ada dua jalur yang bisa dipilih, jalur darat atau udara. Inle Lake ini berjarak 660 KM dari Yangon dan 330 KM dari Mandalay. Kemarin saya mencoba jalur udara yang menjadi opsi tercepat sekitar 1,5 jam penerbangan dari Yangon Airport ke Heho Airport. Jika mau mencoba jalur darat, bisa baca cerita Winny Marlina ke Inle Lake ya ;)
2. Temperatur di sekitaran Inle Lake terkadang dingin, terkadang panas. Jadi saya tetap membawa pakaian hangat untuk berjaga-jaga jika Inle Lake dingin. Saya ingat sekali begitu turun di Heho Airport, udaranya dingin sekali tetapi begitu menyusuri Inle Lake, temperaturnya 40 derajat. Hati-hati meriang ya. Hahaha…
3. Untuk masuk ke area Inle Lake, setiap wisatawan dikenakan entrance fee USD 10 per orang.
4. Biaya untuk menyewa perahu untuk berkeliling Inle Lake seharian sekitar 30.000 MYK (kalau di Rupiah kan sekitar Rp 300.000,-) yang bisa dishare 3-4 orang satu perahu.
5. Meski panas, tetaplah memakai pakaian yang sopan dan tertutup karena untuk menghargai masyarakat lokal di sana. Untuk masuk ke temple dan monastery pun kita harus berpakaian yang santun.
Cheers,