Quantcast
Channel: Travel Journal of Satya
Viewing all articles
Browse latest Browse all 119

Menjejak Puncak Gunung Kinabalu, Batu Persemayaman Dewa

$
0
0
Road to Low's Peak. Photo by Rivan Hanggarai
Layaknya kita di Indonesia memercayai bahwa gunung adalah tempat bersemayamnya dewa-dewa, begitu pula di Sabah, Malaysia. Telah berabad-abad lamanya, kaum Kadazandusun yang menetap di wilayah Kundasang, Ranau (kaki Gunung Kinabalu), menghormati betul Gunung Kinabalu sebagai lokasi menetapnya roh-roh leluhur mereka yang telah berpulang.

Mitosnya, ada seekor Naga juga yang mendiami Kinabalu dan menjaga mutiara dewa. Mungkin saja mitos itu tercipta karena jika puncak Kinabalu sedang tertutup lingkaran awan, terkadang bentuknya mirip dengan seekor naga.

Di kawasan puncak Kinabalu juga terdapat beberapa kolam kecil yang diyakini sebagai kolam suci tempat dewa-dewi mandi. Konon katanya jika membawa air kolam ini dan diminum, akan membuang sial. Jadi apakah saya membawa air kolamnya juga kemarin?

Tidak.

Hahahaha.

***

Grasak-grusuk orang lalu lalang membangunkan saya. Lirik jam, ternyata sudah hampir pukul dua pagi. Saatnya bersiap untuk summit attack ke Low’s Peak, puncak Gunung Kinabalu. Berat sekali rasanya keluar dari selimut hangat. Tapi masa sudah jauh-jauh sampai ke Laban Rata tidak ke puncak? Yuk yuk bangun!

Saya kenakan pakaian untuk summit ; baselayer, jaket lapis polar dan down jacket. Bawahannya memakai legging latex dan jogging pants. Tak lupa memakai buff di leher dan kupluk. Sehabis cuci muka, gosok gigi dan mengepak barang bawaan seperti kamera, cemilan dan air mineral, saya turun ke restoran dan bersiap untuk makan pagi bersama teman-teman. Penting sekali untuk sarapan sebelum mendaki ke puncak agar energi kita terisi penuh meski harus memaksa tubuh untuk makan jam 2 pagi.


Situasi sebelum summit attack. Muka masih ngantuk semuaaaa...
Rombongan pendaki lain terlihat sedikit tergesa-gesa menghabiskan makanan mereka. Tampaknya mereka ingin cepat-cepat berangkat agar tidak melebihi Cut Off Time dan bisa melihat sunrise dari puncak Kinabalu.

Bobby, local mountain guide kami mengajak semuanya untuk segera bersiap-siap. Tak lupa ia memberikan briefing sebelum mendaki ke puncak seperti kami harus berjalan dalam satu grup dan tidak boleh terpisah. Jika angin kencang, kita harus tetap berjalan pelan dan fokus pada langkah, dan sebagainya.

Pendakian ke puncak Kinabalu dimulai pukul 02.30 dan kami berangkat pukul 03.00. Langit cerah bertaburan bintang, pertanda aman untuk mendaki ke puncak. Kaki kami menapaki tangga kayu satu per satu, seiring dengan nafas yang juga satu-satu. Di ketinggian lebih dari 3000 meter di atas permukaan laut, kadar oksigen mulai menipis dan akan membuat kita agak sulit untuk bernafas. Jadi, atur nafas sebaik mungkin, seiring dengan ritme kaki.


Capek di tengah jalan? Ya isthirahat dulu.
Tujuan pertama kami adalah Pos Sayat-Sayat, di mana seluruh rombongan harus melakukan check-in sebelum naik ke puncak. Cut Off Time (COT) untuk tiba di  Pos Sayat-Sayat ini adalah pukul 05.00 pagi. Jika kita tidak berhasil, kita tidak diperbolehkan melanjutkan perjalanan ke puncak.

“Tuh Pos Sayat-Sayatnya sudah kelihatan, yang ada merah-merah” ujar Kak Abex selaku ketua rombongan dan sudah berkali-kali mendaki Kinabalu.

Rasanya kaki berat sekali, namun karena Kabex bilang sudah dekat, kakinya dipaksa untuk terus melangkah. Ayo ayo ayo! Sebentar lagi jam 5 pagi.

Syukurlah sebelum jam 5 pagi, kami sudah tiba di pos Sayat-Sayat. Di dalam bilik kecil ditemani temaram cahaya lilin, seorang bapak mengecek dan mencatat name tag kami. Kami memutuskan untuk rehat sejenak, makan snack (favoritku itu Oat Chocolate Munchy’s, enak dan ngenyangin, kalau kalian sukanya snack apa pas naik gunung? Ini bukan iklan sungguh! xD) dan juga mengisi ulang botol minum yang kami bawa lalu mulai berjalan lagi.

Lepas dari Pos Sayat-Sayat, tibalah saat yang menegangkan buat saya.

Apa itu?

Memanjat batu andesit memakai tali tambang.

Sebelum tangan saya patah 5 bulan, memanjat itu perkara mudah. Tapi dengan adanya pen tertanam di lengan kanan, memanjat dengan tali itu jadi momok besar. Benar-benar takut saya waktu itu.

Bisa nggak ya bisa nggak ya?
Bisa, bisa, bisa, bisa, batin saya dalam hati.

Saya pindahkan tali ke sisi tangan kiri. Saya tarik badan dengan memusatkan beban di tangan kiri. Berhasil!

Rasa lega membuncah. Ternyata bisa kok pakai tangan kiri juga. Dan untuk titik-titik panjat berikutnya saya sudah tidak takut lagi. What doesn’t kill you makes you stronger right? ;)

Jalur tangga kayu, berganti menjadi jalur batu-batu andesit. Syukurlah ada safety line (tali tambang putih) yang menjadi pengaman jalur, menjaga-jaga agar kita tidak terpelanting jika angin kencang datang. Bergidik juga mendengar cerita dari local guide kami bahwa kecepatan angin bisa mencapai 80km per jam. Tak ayal jika Kinabalu atau Sabah mendapat julukan “The Land Below The Wind”, “Negeri Di Bawah Bayu”, negeri di bawah angin.


Ada safety line di sepanjang jalur. Jadi aman! Credit to : Abex
Meski terlihatnya datar, Low’s Peak itu jauhhhhhh. Karena ada banyak puncak di Kinabalu, kita terus menerka-nerka yang mana Low’s Peak itu. Tapi tak ada gunanya mempertanyakan, jalan saja terus pokoknya.

Dan ketika capek, saya selalu melihat ke belakang dan menikmati lautan awan yang terbentang luas layak samudera. Entah mengapa rasa capeknya jadi berkurang. Ketika tiba saatnya sholat subuh, Rizal, buddy saya, berhenti untuk menunaikan ibadah. Ada rasa haru saat memandang Rizal sholat di jalur. Damai betul rasanya saat itu.

Sembari menunggu Rizal selesai ibadah, saya duduk di batu sambil mengabadikan rona-rona merah yang mulai menghiasi langit, menunggu sang surya bangun. Benar saja, tak lama saya duduk, sinar-sinar hangat mulai menyapa pipi.

Selamat pagi!


Colourful morning sky!





What a bright warm morning it was!

***


Oh ya, salah satu tips saat mendaki Kinabalu adalah jangan terlalu terlena untuk mengambil gambar. Ingat waktu ya! Cut Off Time ke puncak itu pukul 07.00 pagi. Jika kita tidak berhasil, kita harus turun lagi ke Laban Rata. Nggak mau kan gagal ke puncak gara-gara keasyikan berfoto? Waktu itu local guide kami terus-terus mengingatkan sisa waktu yang kami punya. Tentu saja agar kami mempercepat langkah agar segera sampai ke puncak.



Bagian tersulit dari pendakian ke Kinabalu ini adalah saat sudah sekitar 200 meter dari puncak. Setelah berjalan tertatih-tatih dari jam 3 pagi, ini langkah final untuk sampai ke puncak dan harus memanjat batu-batu lagi. Mental kita benar-benar diuji di sini. Meski nafas tersengal-sengal, saya seakan mendapatkan suntikan semangat yang besar. Demang dan Anggey si anak tupai yang sudah duluan tiba di puncak menyemangati dari puncak.

“Ayo sedikit lagi Sat, semangat” teriak Anggey.

Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, saya panjat tali terakhir dan…

Sampai…

Di Puncak…

Kinabalu…

4095 meter!

Yeaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhh!!!

Menetes air mata haru. Siapa sangka saya bisa berdiri di puncak tertinggi Borneo!

God, thank you, thank you, thank you!

***


Kami saling mengucapkan selamat dan berpelukan. Semua tim tiba di puncak dengan selamat tanpa kekurangan apa pun. Terima kasih tim #SabahSkwad! Kalian super keren! Meski area puncaknya kecil, kami masih muat kok dalam satu frame foto.


Complete Team of #SabahSkwad Proficiat!

Thanks Eiger Adventure yang jadi sponsor perjalanan kami!


Hari itu, kami menjadi “penutup gerbang Kinabalu” alias turun paling terakhir. Karena kami akan stay satu malam lagi di Laban Rata Resthouse, kami masih bisa bersantai untuk foto-foto. Biasanya pendakian ke Kinabalu itu 2 hari 1 malam, sehingga para pendaki harus lekas turun dari puncak dan harus check out jam 12 dari Laban Rata Resthouse. Breakfast tersedia hingga pukul 10 pagi saja.


Jalurnya berkabut ketika kami berjalan turun.



Habis summit ya makan sebanyak-banyaknya! Photo credit by : Anggey @her_journeys

Kami baru turun dari Laban Rata Resthouse ke Timpohon Gate keesokan harinya. Perjalanan turun kami tempuh dalam waktu 4 jam dan seluruh tim dalam kondisi sehat dan selamat. Sungguh kami terberkati sekali dengan cuaca baik selama pendakian, langit cerah, dapat sunrise ciamik dan tidak ada angin kencang. It was totally smooth…Wondering how lucky we were…

Sampai jumpa lagi Kinabalu!

Perjalanan ini disponsori oleh Sabah Tourism Board dan Basecamp Adventure. Jika kalian ingin mendaki Kinabalu, boleh kontak Instagram @basecamp.adventure atau email ke info@basecampadventureindonesia.com ya !


Viewing all articles
Browse latest Browse all 119

Trending Articles