![]()
Kapal kecil berpenumpang lima belas orang melaju dengan sangat cepat membelah laut tenang tak berombak. Panas matahari membakar kulit kami yang duduk di bagian belakang kapal. Setelah mengoleskan tabir surya, menutup wajah dan badan dengan kain, kami tertidur berjam-jam sepanjang perjalanan.
Betapa beruntungnya kami karena cuaca sangat cerah waktu itu. Perjalanan dari Waigeo ke Wayag memakan waktu tiga jam saat laut teduh dan bisa lebih lama jika ombak besar. Butuh ratusan liter bahan bakar untuk kapal agar cukup untuk pergi dan pulang. Terjawablah pertanyaan mengapa harga untuk mengunjungi Wayag begitu mahal bukan?
![]() |
Kapal yang mengantarkan kami ke Wayag |
Tidak lengkap katanya berlibur ke Raja Ampat jika tidak menjejak di Wayag atau Piaynemo, untuk melihat gugusan karst hijau yang menjulang gagah di atas lautan biru. Ah, itu sebenarnya kurang pas. Memang benar bahwa daya tarik terbesar Raja Ampat adalah Wayag dan Piaynemo namun tak berarti tidak ada hal menarik lainnya. Ada banyak pulau-pulau lain yang bisa memberikan kesan menyenangkan. Seperti saat
saya tinggal dua minggu di Pulau Arborek.
Sebelum tiba di Wayag, semua kapal diwajibkan sandar dan melapor ke Kampung Serpele untuk membayar retribusi sebesar Rp 1.000.000,- per rombongan. Kedatangan wisatawan ke Wayag adalah angin segar bagi penduduk Serpele, kampung kecil yang jauh terisolir dari pusat kota Waisai. Tak ada sinyal, listrik dan bahan bakar pun terbatas di sana. Uang retribusi tadi dikelola oleh pengurus kampung untuk kesejahteraan masyarakat Serpele. Semoga ini memang benar adanya ya.
Ketika Bang Ifan pergi menghadap ke Kepala Kampung, kami berinteraksi dengan anak-anak di Serpele. Mereka begitu antusias dengan wisatawan yang datang dan tak malu-malu minta difoto. Pagi itu seharusnya mereka sekolah, namun lagi-lagi guru mereka sedang pergi ke pulau lain sehingga mereka diliburkan. Mereka sebenarnya senang dan tak mau ambil pusing, tinggal pergi saja ke jetty dan memancing ikan-ikan yang bisa diberikan kepada Mama untuk dimasak.
![]() |
Memancing hanya memakai bilah bambu sederhana saja. |
Salah seorang anak yang menarik perhatian saya adalah Siena yang saat saya tanya siapa namanya, bercanda dengan memperkenalkan diri sebagai singa. Rambutnya yang jigrak berwarna pirang dan coklat memang membuatnya terlihat seperti singa kecil yang menggemaskan. Sudah ada empat ikan kecil yang dia tangkap pagi itu. Sayang tak ada banyak waktu untuk bercengkerama dengan anak-anak ini karena speed boat kami akan berangkat ke Wayag. Walau begitu, melihat senyum mereka saja sudah membuat perasaan saya senang.
![]() |
Siena the little lion! |
Tangan mungil anak-anak Serpele melambai-melambai hingga kapal kami menghilang di kejauhan. Satu bapak dari Serpele naik ke atas speed kami. Memang sudah menjadi kesepakatan bersama bahwa setiap trip ke Wayag harus membawa satu orang lokal agar jika terjadi sesuatu dengan rombongan kapal, masyarakat Serpele akan segera tahu dan mengirimkan bala bantuan.
Cuaca kepulauan yang bisa berubah ekstrim, berangin dan berombak besar kapan saja bisa membahayakan kapal dan penumpangnya. Tanpa adanya orang Serpele, tentu akan sangat sulit mengetahui jika kapal bermasalah apalagi di sana tak ada sinyal. Pun orang Serpele lebih jago untuk mencari tempat berlindung jika memang kapal akan berhadapan dengan badai.
Tak lama setelah kami bertolak dari Serpele, gugusan bukit-bukit karst sudah terlihat, kapal kami merapat di salah satu bukitnya dan ABK bersiap mengikatkan tali kapal ke batu karst.
“Naiknya hati-hati ya, bawa barang seperlunya saja, air minum akan dibawakan nanti” ujar Bang Ifan.
Saya sedikit melongo begitu tahu tak ada pantai untuk kapal menepi dan kami bisa naik ke atas bukit. Nyatanya, kita harus meloncat dari kapal langsung ke dinding karst yang cukup tajam. Berhati-hatilah saat melangkah agar tidak tergelincir ya.
![]() |
Gambaran jalur menuju puncak Wayag 1. Sama saja konturnya dengan jalur puncak Wayag 2 |
Meski pijakan hingga ke puncak adalah batuan karst yang cukup tajam, awak kapal yang membawakan minuman untuk rombongan kami berjalan santai saja tanpa alas kaki. Seperti kambing gunung, si bapak begitu lincah bergerak ke atas sambil membawa kantong kresek hitam yang besar.
“Bapa tra sakit kah itu kaki tra pake sandal e?” tanya saya.
“Su biasa begini Nona” jawab si Bapak sambil terkekeh.
Padahal selain batu karst yang cukup tajam, matahari yang mulai meninggi membuat jalur semakin berat karena panas menyengat dan si Bapak tetap santai. Luar biasa kan ya?
Puncak 2 Wayag adalah tujuan pertama kami. Bang Ifan bilang lebih baik ke puncak 2 dulu baru ke puncak 1. Jalur ke Puncak Wayag 1 lebih rimbun jadi tidak apa jika mendakinya saat tengah hari, jalurnya didominasi pepohonan sehingga tidak akan terlalu capek meski puncak 1 lebih tinggi.
Trekking ke puncak 2 Wayag makan waktu sekitar 15-30 menit tergantung kemampuan masing-masing orang. Sedangkan ke puncak 1 Wayag butuh waktu 30-45 menit. Kalau ditanya paling suka pemandangan puncak yang mana, hmmm…. semuanya bagus jadi saya tidak bisa memilih. Cobalah lihat foto-foto di Wayag ini dan beritahu saya pemandangan puncak mana yang paling kalian suka ya.
![]() |
Bisa sampai ke sini berdua kesayangan itu bahagianya tak terkatakan! |
![]() |
View dari Puncak 1 Wayag. |
![]() |
Si cantik kesayanganku Devanosa (IG @devanosa) Idola jutaan lelaki soleh... |
Di kawasan Puncak Wayag 1, terbentang pantai pasir putih yang asyik dipakai untuk berenang santai. Siapa yang tahan untuk tidak menceburkan diri jika ada pemandangan air laut biru jernih di depan mata?
![]() |
The crystal clear water! |
![]() |
View dari Puncak 1 Wayag! |
Sayangnya waktu itu saya tidak berenang karena menjadi orang terakhir yang turun dari Puncak Wayag 1 dan kami harus segera bertolak ke pusat konservasi Wayag untuk makan siang dan laporan kepada petugas di sana. Biasanya di pusat konservasi ini, seluruh wisatawan harus menunjukkan Raja Ampat Tourist ID yang harganya Rp 500.000,- untuk wisatawan lokal dan Rp 1.000.000,- untuk wisatawan mancanegara.
![]() |
Jetty Pusat Konservasi Wayag, tempat kita bisa berenang bersama hiu! |
Makan Siang Bersama Hiu
Di pusat konservasi Wayag, kita bisa melihat banyak black tip sharks dan white tip sharks yang menggemaskan. Ada banyak bayi hiu juga lho! Menyenangkan sekali bisa menikmati makan siang sambil melihat hiu lalu lalang di sektar dermaga. Siapa bilang hiu itu menyeramkan dan selalu menggigit manusia? Ah, jangan termakan film-film. Selama kita tidak terluka dan berdarah, hiu tidak akan suka dekat-dekat dengan manusia.
![]() |
Ooooo cute baby shark! |
Siang itu makin semarak karena alunan musik Maumere “ge mu fa mi re” mengalun dari pengeras suara yang ada di pusat konservasi. Saya, Deva dan Tante berjoget mengikuti nada gembira hingga Bang Ifan mengisyaratkan bahwa kami harus segera pulang ke Hamueco Dive Resort, tempat kami menginap. Ah, cepat sekali waktu berlalu.
Kapal kami berhenti di Serpele dan kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak pemandu dan kembali menempuh tiga jam perjalanan pulang. Cuaca baik sejak berangkat hingga pulang membuat senyum mengembang di wajah kami semua. Deva begitu senang dengan cuaca waktu itu karena sebelumnya dia mengalami cuaca buruk saat menuju Wayag.
![]() |
Tim Hore Wayag! Terima kasih guide hore kami Bang Ifan! Thanks HamueEco! |
Menjejak di Raja Ampat adalah satu impian saya sejak lama. Bersyukur bahwa saya mendapat berkat semesta lewat HamuEco Dive Resort yang menyiapkan trip yang sangat menyenangkan. Boleh lho intip Hamueco di
Instagram,
website nya atau langsung email ke
info.hamueco@gmail.com.
Catatan Kecil :
- Untuk biaya trip ke Wayag ini sekitar Rp 2.500.000,- per orang namun tergantung jumlah orang. Jika sedikit, maka biayanya akan lebih mahal. Cara terbaik untuk menghemat adalah mencari tahu open trip ke Wayag. Bisa kontak HamueEco Dive Resort untuk tahu jadwal trip mereka ke Wayag ya. Tidak ada yang lebih murah dari harga ini karena memang jumlah bbm yang dibutuhkan ke Wayag itu banyak sekali.
- Musim terbaik untuk mengunjungi Wayag adalah Maret - Mei dan September - November. Meski cuaca kini sulit diprediksi namun biasanya cuaca baik pada bulan-bulan tersebut. Kemarin kami pergi di bulan Januari dan beruntung sekali hari super cerah!
- Untuk mendaki ke Wayag, pakailah alas kaki yang aman dan nyaman seperti sepatu atau sendal gunung. Pakai sendal jepit agak sedikit berisiko jika terpeleset.
- Meski sudah dibawakan air minum oleh TL, tetap saja saya terbiasa untuk membawa tas kecil berisi botol air minum, ditambah kamera dan sunblock.
- Memakai topi dan sunglasses sangat disarankan agar kepala tidak pusing karena tersengat panas matahari dan mata tidak silau.
- Jangan lupa ambil foto dan video sebanyak-banyaknya untuk kenang-kenangan ya ;)